Rafan melarikan Erli ke rumah sakit terdekat, saat tiba di depan UGD dua perawat menghampiri Rafan dengan menarik brankar dan setelah dokter selesai memeriksa keadaan Erli, perawat membawa Erli ke ruang rawat inap.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok” tanya Rafan khawatir.
“Tidak ada hal yang serius, dia hanya kecapekan. Jangan khawatir! Kandungannya juga baik-baik saja,” ujar dr. Kumala seraya tersenyum.
Rafan menghembuskan napas lega mendengar kondisi istrinya yang baik-baik saja.
“Jangan biarkan istri Anda bekerja terlalu berat, karna itu akan mempengaruhi kesehatan janinnya!” pesan dr. Kumala sembari menyodorkan resep obat dan vitamin khusus wanita hamil.
“Baik Dok!” jawab Rafan seraya beranjak dari tempat duduknya.
Rafan keluar dari ruang kerja dr. Kumala dan melangkahkan kakinya menuju apotek tanpa menghiraukan Marlita yang sudah menunggunya sejak tadi.
“Fan, tunggu!” pekik Marlita yang kini berjalan cepat menghampiri Rafan yang berdiri tak jauh darinya.
“Sebaiknya lu pulang!” usir Rafan tanpa berekspresi.
“Aku mau nemenin kamu di sini. Agar kamu enggak bosan,” tutur Marlita dengan suara yang mendayu-dayu.
Rafan terdiam sejenak dan melangkah cepat menuju apotek yang terletak di depan rumah sakit Nusa Bangsa. Antrean yang cukup panjang membuat suami Erli merasa bosan, ketika dia memalingkan pandangan ada seorang pria yang tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang.
“Rafan Winasis?” kata pria berkaca mata bulat.
Rafan mengerutkan keningnya sembari menatap pria itu dengan teliti.
“Maaf, Anda siapa?” tanya Rafan ragu-ragu.
“Ya elah, lu lupa sama gue? Ini gue, Wanto! Teman sekamar lo di pesantren,” jelas pria berkacamata.
“Subhanallah,” ucap Rafan seraya memeluk teman lamanya.
“Lo ngapain di sini? Lalu ini siapanya, lo?” Wanto memberondong Rafan dengan dua pertanyaan.
“Mau beli baju!” tutur Rafan.
Wanto tertawa kecil mendengar lelucon teman dekatnya. "Ada-ada aja lo, Fan."
“ini teman gue, Marlita namanya. Dia teman tersomplak gue, waktu SMP dulu,” ujar Rafan seraya tersenyum tipis.
Wanto menyenggol bahu Rafan, pria berkaca mata tersebut seakan-akan tidak terima dengan pernyataan teman dekatnya. Sekian lama mereka berbincang tanpa ada ujung sampai pegawai apotek memanggil namanya.
“Erliana Sameira.” Seorang pegawai apotek wanita memanggil nama istri Rafan.
“Tunggu bentar, gue ambil obat dulu,” pamit Rafan seraya melangkah maju.
Melihat temannya menjauh Wanto memulai percakapan dengan Marlita.
“Ehm, kamu sudah lama berteman sama Rafan?” Wanto bertanya dengan mata yang berbinar.
“Sekitar dua belas tahun dan kami rekan kerja,” jawab Marlita kalem.
Wah, aura cewek ini benar-benar mempesona. Bikin jiwa jomblo gua meronta-ronta, ujarnya dalam hati.
Marlita melirik sebentar pria yang sedang melamun di sebelahnya.
“Hai, jangan melamun!” tegur Marlita dengan tangan yang melambai di depan wajah Wanto.
“Maafkan aku yang sudah hanyut dalam aroma tubuhmu yang harum bak aroma mawar,” tutur Wanto lembut.
Netra Marlita bergolak dan wanita itu tersenyum masam mendengar ucapan Wanto.
“Jangan menggombal! Aku tipe cewek yang tidak gampang ke makan rayuan,” seru Marlita menyeringai.
“Semakin kau menolak ku, semakin bulat juga tekadku!” ungkap Wanto dengan mata yang berkedip genit.
Marlita memalingkan pandangannya ke arah lain, baru kali ini dia melihat seorang pria memiliki kegenitan yang hakiki. Walau dia ilfiel, tetapi dia merasa bangga karna aura kecantikannya tidak memudar.
Tiba-tiba kening gadis itu mengerut dan batinnya tidak berhenti berkata-kata.
Kenapa bukan Rafan yang bersikap seperti ini? Apa aku kurang cantik, sehingga dia bersikap datar padaku?
Lamunan Marlita buyar saat tangan Rafan menepuk pelan bahunya, “Ayo, gue sudah selesai!” kata Rafan, “gue tinggal Wan. Kasihan gadis pujaan hati gue." Sebelum pergi Rafan melempar senyuman.
“Iya, jangan lupa!” kata Wanto.
Rafan menatap Wanto dan bertanya, “Apa Wan?”
“Jaga bidadari gue itu! Jaga dia dan jangan biarkan lalat atau serangga lainnya hinggap di kulit mulusnya!" pesan Wanto dengan mata yang berbinar.
Marlita menggigit bibir bawahnya, seketika pipi gadis berambut pirang tersebut memerah.
“Bisa aja lo ....” Rafan melambaikan tangan kiri dan mempercepat langkah kakinya menuju kamar sang istri tersayang.
Marlita memberhentikan langkahnya dan melihat Rafan yang semakin lama semakin jauh, sedikit pun pria pujaan hatinya itu tidak menoleh ke belakang. Jangankan menatapnya, sekedar bertanya saja tidak dia lakukan, terbersit di benaknya bahwa dia ingin berhenti mengikuti Rafan. Namun, dia tidak bisa melupakan pria tersebut.
Rasa cinta Marlita sangat menggebu-gebu dan dia rela melakukan apa saja demi menggapai hati Rafan.
Apa yang harus gue lakukan, agar lo memperhatikan hati ini, Fan? tanyanya dalam hati.
Gadis itu menyandarkan tubuhnya ditembok dengan air mata yang berlinang. Dia mengucapkan janji akan membuat Rafan jatuh cinta padanya, gadis bermata sipit itu rela melakukan hal-hal yang berbahaya, asal Rafan bisa dia miliki seutuhnya.
Dengan cepat Marlita mengusap kedua belah matanya yang basah, saat dia bersiap melangkah gendang telinganya mendengar percakapan dr. Kumala bersama perawat yang menangani Erli.
“Apa pasien yang bernama Erliana itu sudah siuman?” tanya dr. Kumala.
“Sudah Dok. Saya sudah memeriksa keseluruhan kondisi pasien dengan arahkan Dokter dan janin dalam kandungannya juga dalam kondisi baik-baik saja,” jelas perawat bertubuh tinggi tersebut.
Marlita terperanjat mendengar obrolan dua orang wanita di dalam sana.
Telingaku tidak salah dengar bukan? Aku kira kau pria baik berhati lembut, nyatanya ... kau sama dengan pria lain. Andai kan aku tahu kau seperti itu, aku pastikan saat itu kau menjadi milikku Rafan Winasis. Batin gadis itu tiada hentinya berkata-kata.
Tangan kanan Marlita mengetuk pintu ruang kerja dr. Kumala.
“Silakan masuk!” ucap dr. Kumala pelan.
Gadis bermata sipit itu pun masuk, dengan santainya dia duduk di hadapan dokter paru baya yang kini sibuk memeriksa file.
“Ada yang bisa saya bantu?” kata dr. Kumala kalem.
“Aa ... saya hanya mau bertanya tentang kondisi adik sepupu saya.” Penuh percaya diri Marlita berkata.
“Siapa sepupu, Nona?” Dr. Kumala tersenyum tipis.
“Orang yang baru saja Dokter bicarakan,” ucap Marlita.
Dr. Kumala menatap serius perempuan yang duduk di hadapannya.
“Maksud saya, orang yang Anda tangani tadi. Erliana Sameira!” pungkas Marlita.
“Oh, dia baik-baik saja. Tidak ada yang serius hanya perlu istirahat yang cukup, jika dia sudah tidak merasakan pusing bisa pulang hari ini juga,” jelas dr. Kumala.
Degan ragu-ragu Marlita melontarkan pertanyaan lagi, “Apa dia sedang hamil Dok? Kalau boleh tahu berapa usia kandungannya?” Netra Marlita menatap serius wajah dokter yang menangani Erli.
“Usia kandungannya baru menginjak sembilan minggu, dalam usia kandungan sekarang masih rentan jadi harus sangat hati-hati! Kalau bisa jangan melakukan aktivitas yang berat,” pesan dr. Kumal.
Marlita mengangguk dan senyum lebar, dirasa sudah cukup paham dengan kondisi istri Rafan, dia meninggalkan ruangan dr. Kumala.
“Pantas saja Rafan sangat memanjakan lo, wanita murahan. Tunggu saja permainan yang akan aku siapkan untuk lo!” Marlita tersenyum jahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
𝓓𝓮𝓪
alhamdulilah kandungannya baik" aja
2022-11-10
1
ℛℚ
akhirnya terungkap sifat Marlita
2022-11-07
1
Sakura_Merah
ular bulu...
2022-10-18
0