“Kenapa lo?” tanya Marlita dengan mata yang memicing.
“Ini Erli, teman gua!” seru Vina lantang.
Marlita menghela napas berat nan panjang, “Lantas, lo enggak mau bantu gue?” Marlita memalingkan pandangannya.
Vina tertawa terbahak-bahak melihat Marlita yang merajuk. Gadis itu pun berdecap heran.
“Lita ... Lita, masih saja seperti dulu. Enggak bisakah lo mengubah sikap kekanak-kanakan ini?” Tangan Vina memukul punggung saudara angkatnya itu, “dia itu teman gue sejak SMP sampai SMA. Sudah lama banget enggak ketemu sama dia, gue sedikit terkejut saja, karena anak itu berperilaku baik di sekolah dulu."
“Itu dulu, faktanya sekarang dia menjelma menjadi wanita penyihir!” ucap Marlita penuh kemarahan.
Vina mengatupkan kedua tangannya di wajah Marlita, “Gue akan membantu lo. Jadi, jangan marah lagi, oke!”
Marlita mengangguk cepat dan gadis itu memeluk Vina penuh rasa gembira, disela pelukan erat itu Vina sedikit tidak percaya dengan pernyataan yang Marlita ucapkan. Secara Vina dan Erli berteman sejak masih duduk di bangku SMP dan pertemanan mereka sangat dekat, bisa dibilang mereka sahabat kental ke mana-mana selalu bersama.
Vina tersentak dari lamunannya setelah mendengar perkataan Marlita.
“Lo mau makan apa? Nanti gue masak-in,” tanya Marlita antusias.
Vina tersenyum kecut dan kening gadis itu mengerut.
“Lo kenapa?” pekik Marlita.
“Lebih baik kita pesan makanan saja, ya. Gue enggak mau sakit perut karena makanan yang lo buat,” ujarnya dengan wajah yang khawatir.
Marlita tertawa sambil meraih ponselnya yang terletak di atas meja televisi.
***
Di kediaman Suprianto, semua orang sedang bersantai menikmati kue yang di buat oleh Zulaika.
“Bagaimana kabar anak itu?” gumam Zulaika pelan.
“Kalau kangen, ya ditelepon Mbak! Sekarang itu gampang. Tidak seperti zaman kita," timpal Dewi.
"Mau memberi kabar saja harus repot tulis surat terus pergi ke kantor pos. Hmm, payah!” keluhnya sambil meletakkan piring.
“Iya, benar. Zaman kita dulu kurang asyik, tapi di zaman itu kita juga bahagia penuh pengalaman. Anak zaman sekarang tahunya main game saja, ” ujar Zulaika terkekeh.
Kedua wanita paru baya itu terus berbincang membahas masa lalu mereka yang penuh kenangan manis. Dikala asyik bercerita Rania masuk secara tiba-tiba dan mengejutkan mereka berdua.
“Astagfirullah ... Anak ini, tidak memiliki sopan santun sama sekali!” tegur Dewi dengan tangan yang memegang dada.
“Maaf! Rania hanya mau kasih tahu, kalau Mas Rafan telepon.” Tampak cemberut gadis itu.
“Mana? Sini, Ibu mau ngomong sama mereka.” Zulaika meletakkan pisau yang ia pegang sejak tadi dan segera dia cuci tangan.
"Assalamualaikum, Bu!" sapa Erli dan Rafan dari seberang telepon.
"Wa ’alaikumsalam. Bagaimana kabar kalian? Kapan mau pulang? Ibu kangen!" Zulaika memberondong anak dan menantunya.
"Masya Allah ... Ibu melontarkan pertanyaan banyak sekali. Menantu Ibu sampai bingung mau jawab apa," kata Rafan lembut.
"Maafkan Ibu, ya. Ibu khawatir dengan kalian," ujar Zulaika dan tangan kiri wanita paru baya itu menyekat air matanya yang telah berlinang.
Erli gelisah melihat mertuanya menangis. Besok kami pulang. Ibu mau kita bawakan apa dan Bibi, mau apa? tanya Erli kalem.
Bibi mau camilan saja, tapi jika kalian mau belikan baju juga boleh. Dewi tertawa menutupi rasa malunya.
"Oke, nanti Erli sama Mas Rafan pergi ke pusat oleh-oleh. "Rania jangan khawatir! Mbak sudah belikan yang Rania mau, ujar istri Rafan tersebut.
"7 hank you and I love you so much!" seru Rania penuh semangat.
Sambungan telepon pun terputus, walau Zulaika telah melihat wajah anaknya. Dia masih bersedih dan tidak enak hati, hal itu membuat Dewi dan Rania ikut bersedih juga.
“Ibu jangan menangis lagi dong. ‘Kan besok siang Mas dan Mbak Erli sudah di rumah,” tutur Rania lirih.
“Ibu tidak menangis. Mata Ibu hanya kelilipan saja,” sanggah Zulaika, “sudah kamu pergi belajar sana! Besok ‘kan kamu ujian,” titah Zulaika seraya mendorong anak gadisnya keluar dari dapur.
"Doakan saja yang terbaik agar Nia bisa menggapai ilmuania akan pergi belajar, tapi Ibu harus janji!” pinta gadis berkulit sawo matang tersebut.
Zulaika menatap penuh wajah anak gadisnya.
“Apa ...?” tanya Zulaika penuh penasaran.
“Jangan menangis lagi!”
“Iya ....” Zulaika memelototi Rania.
Adik Rafan itu tersenyum masam setelah melihat ekspresi wajah ibunya, sedangkan Dewi tertawa terbahak-bahak. Sampai-sampai suaranya memenuhi ruangan yang cukup luas itu.
***
“Tadi kamu panggil aku apa?” Rafan menelisik wajah istrinya.
“Mas Rafan.”
“Coba ulangi sekali lagi!” pinta Rafan lembut.
“Mas Rafan ....” Erli memanggil suaminya dengan suara yang mendayu-dayu.
“Lagi!” goda Rafan, tampak senyuman tipis di wajah Rafan.
“Masya Allah Mas Rafan ...!” Kali ini Erli berteriak sekuat tenaga memanggil suaminya.
“Ha-ha-ha ... Akhirnya aku mendengar kata-kata itu. Sejak kemarin aku memintamu untuk mengucapkan panggilan itu, tapi kamu terus berlagak pilon dan pura-pura lupa!” ungkap Rafan.
Mata Erli bergolak dan berkata dengan malasnya, “Memang lupa, mau bagaimana lagi?!” kelit gadis berbadan dua tersebut.
Rafan merangkul istrinya dan mencium pipi tembam Erli.
“Jangan mengenakan baju seksi, ok! Aku tidak ingin tergoda tubuh indahmu ini,” cetus Rafan.
Erli mengangguk pelan, gadis itu tidak melontarkan pertanyaan lain. Erli merasa bersyukur mendapati suaminya mau menerima keinginannya yang kemarin dia minta.
“Ya sudah. Ayo, kita berangkat sekarang, nanti macet kalau kesorean!” ajak Rafan.
Pria itu mengenakan kaos berwarna coklat muda dan dipadu padankan dengan cela jens berwarna biru. Sedangkan Erli mengenakan long dress bercorak merah muda, sungguh anggun penampilan Erli sore ini.
Riasan yang tipis menambah kecantikan gadis itu.
“Sudah aku bilang, jangan berpenampilan seksi! Ini kamu malah terlihat cantik dan menarik hati, Aah ... bikin aku anu saja!” keluh Rafan dengan nada suara yang lemas.
“Terus saya harus pakai baju apa, Mas ...? Ini tidak boleh itu tidak boleh!” gerutu Erli seraya membanting tasnya di sofa.
Rafan melangkah mundur dan jarinya menunjuk Erli dari atas sampai ke bawah.
“Cepat ganti bajumu!” ucapnya dengan kening yang mengerut.
Erli mendengus kesal dan gadis itu membuka lemari bajunya.
“pilihkan baju yang cocok untukku dan yang menurut Mas tidak seksi!” Ujar Erli penuh penekanan.
Alis Rafan terangkat satu dan dia berjalan mendekat, semua baju Erli ia keluarkan satu per satu. Namun, tak satu pun yang menurutnya cocok sampai dia putus asa.
“Semua bajumu tampak seksi jika kau kenakan. Sudah pakai saja bajuku!” Rafan mengambilkan kemeja berwarna biru langit dan rok Jens milik Erli sendiri.
“Nah, ini baru bagus kamu pakai.” Rafan tersenyum sembari membantu Erli mengenakan kemeja miliknya yang kebesaran buta Erli.
“Kamu yakin Mas, menyuruhku pakai ini?!” Erli meneliti baju yang melekat pada tubuhnya.
“Hmm, aku sangat yakin. Kalau kamu jalan seperti tidak akan ada yang melirik kamu,” ujar Rafan.
Pria itu membuka pintu dan mengawali langkah mereka berdua, Erli yang berjalan di belakang Rafan sedikit tak nyaman melihat penampilannya. Sesekali dia melirik kaca yang ada di sebelah resepsionis.
“Ya Allah ... Ada apa dengan suamiku ini?” gerutu Erli lirih.
“Kenapa?” Rafan menoleh ke belakang memperhatikan istrinya.
Erli menggeleng dan menyuguhkan senyuman tipis.
“Ayo, cepat!”
Di sepanjang jalan semua mata tertuju kepada istri Rafan. Awalnya Erli insecure karna penampilannya. Namun, pemikiran Erli salah, penampilannya saat ini terlihat sangat modis dan ada salah satu cewek yang menghampirinya.
Meminta Erli untuk bersua foto bersama, bahkan dua gadis muda itu berbicara menggunakan bahasa Inggris. Mereka bilang bahwa wajah Erli mirip dengan artis Thailand yang sedang naik daun, yakni Yaya Urassaya.
Rafan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, terlihat jelas kemarahan di wajah suami Erli tersebut.
“Kamu kenapa lagi, Mas?” Erli memegang tangan Rafan.
“Enggak apa-apa!” ketusnya.
“Enggak apa-apa, tapi gimik wajah Mas berbicara lain. Ngomong dong, Mas kenapa?” desak Erli seraya menatap wajah suaminya.
Rafan baru saja hendak mengungkapkan ke tidak sukaannya, tiba-tiba ada seorang remaja pria yang masih mengenakan seragam SMA menghampiri Erli.
“Maaf, apa boleh kita berfoto?!” pinta remaja pria itu dengan sopan.
Mata Rafan mendelik dan menolak keras niat remaja tersebut dengan ketusnya, “Tidak boleh! Kalian foto saja dengan patung atau manekin itu!!” Jari telunjuk Rafan mengarah ke dua sudut di ujung gedung pusat oleh-oleh.
Sontak dua remaja itu melotot menatap Rafan.
“Apa lihat-lihat?” bentak Rafan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
auliasiamatir
apa vina bakal jahat yah
2023-02-13
0
🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞
wkwkwkwk gtu y kalau udah bucin.. yg td y dingin kayak kulkas.. jd posesif setelah puya bini...yg cantik🤣🤣🤣🤣
2022-11-19
2
@♕🍾⃝𝙾ͩʟᷞıͧvᷠεͣᵉᶜw⃠❣️
ya sama sengaja di dandanin biar gak ada yg lirik Weh maalh bikin rafan cemburuan
2022-11-08
1