“Kamu kenapa, Sayang? Sejak tadi, Mami perhatikan kamu melamun saja,” tanya Katrin yang saat ini duduk disebelah anak gadisnya.
Marlita menatap sang ibu.
"Hari ini Lita suntuk, Mam. Pria yang Lita suka sejak dulu pergi bulan madu bersama pasangannya,” jawab Marlita lesu.
Katrin mengelus kepala anak perempuannya seraya memetik daun bunga mawar di sebelah kursi yang mereka duduki.
“Coba jawab pertanyaan Mami. Jika daun yang di tangan Mami sudah menguning dan kering, apa yang akan Mami lakukan?” Katrin memperlihatkan telapak tangannya.
“Tentu saja dibuang, untuk apa menyimpan daun yang tidak segar lagi?” sahut Marlita dengan malasnya.
“Sama halnya dengan cinta dan kekasih, jika cinta itu tidak berkembang kenapa kita harus menyirami dan berharap pohon itu akan hidup.” Katrin meletakkan daun itu di samping pot.
Marlita memang gadis yang cerdas, dia dapat memahami maksud ucapan ibunya.
“Tidak semudah itu Mami ... Lita sudah cinta mati sama dia dan Lita tidak bisa melepaskan dia begitu saja.” Netra gadis itu membulat sempurna kala mengucapkan kalimat itu di hadapan ibunya.
“Ya Tuhan, begitu dalam 'kah cintamu untuknya? Masih banyak pria baik di luar sana,” tutur Katrin, “coba katakan! Siapa pemuda yang sudah merebut dan mematahkan hati anak Mami ini?" tukasnya terkekeh.
Marlita mencondongkan dadanya dan tersenyum lebar, “Mami sangat kenal dengannya. Pria itu sangat baik dan imannya sangat kuat, tapi ....” Marlita berhenti menjabarkan sosok Rafan.
“Tapi apa?” Katrin menatap anaknya penuh penasaran.
“Agama kita berbeda Mam." Kepala gadis itu tertunduk, "jika ... dia bersedia menceraikan istrinya, apa Mami dan Papi Menerimanya menjadi menantu?” Marlita kembali melontarkan pertanyaan.
“Tentu saja. Tapi kalau dia sanggup merelakan agamanya,” ucap Katrin penuh semangat.
“Tapi Sayang, pria itu tahu tidak tentang perasaanmu ini?” Katrin menggenggam jemari anaknya.
Marlita menggeleng pelan kepalanya tertunduk, seketika wajahnya kembali muram. Pertanyaan Katrin membuat dia mengingat kemesraan Rafan saat sarapan kemarin.
“Lupakan saja dia! Dari pada kamu sakit hati dan kecewa. Mami tidak mau kamu mengalami itu semua,” pinta Katrin, wanita berambut pendek itu menasihati anaknya.
“Mami ... jangan terus-terusan menyuruh Lita melupakannya. Lita tidak mau usaha Lita sia-sia tanpa ada hasil!” kelit Marlita.
Katrin dapat merasakan tekad anaknya yang begitu besar. Namun, dia tidak ingin anaknya menjadi seorang wanita jahat yang menyakiti wanita lain demi mencapai keinginannya.
Wanita yang berusia empat puluh tiga tahun tersebut kembali menasihati anaknya demi menjaga kehormatan dan nama baiknya.
“Tapi Sayang, dia milik orang lain. Coba kamu ingat keluarga Koko Arya, rumah tangganya hampir saja hancur gara-gara mantan kekasihnya datang mengganggu ketenteraman rumah tangga Koko. Sampai-sampai Cici Margaret keguguran karena stres memikirkan tingkah Koko, apa kamu mau Mami dan Papi mendapat cemoohan karna tidak becus mendidik anak-anaknya?” ungkap Katrin panjang lebar.
Marlita hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, “Bukan begitu maksud Lita, Mam. Lita han—" Perkataan Marlita terhenti saat Katrin membentaknya.
“Cukup! Mami tidak mau mendengar alasan apa pun! Mami yakin sekali, Papi juga tidak akan setuju dengan semua rencana bodohmu itu.” Katrin beranjak dari tempat duduknya dan berlalu pergi dengan amarah yang berkobar-kobar.
“Mami ... dengarkan dulu penjelasan Lita!” pekik Marlita.
Sayangnya, Katrin tidak memberhentikan langkah kakinya walau sedikit pun, bahkan dia tidak menoleh ke arah anak perempuannya itu.
“Ih, sebel! Bukannya membantu cari cara untuk memisahkan mereka, ini malah aku yang dimarah. Apa salahku coba?” gerutu Marlita, beberapa kali dia mengentakkan kakinya.
Mendengar ucapan Marlita, langkah kaki Katrin terhenti dan dia berbalik menghampiri anaknya.
“Ingat kata-kata Mami ini! Posisikan dirimu di posisi lawanmu, agar kamu tahu rasa kecewa dan sakit yang dia rasakan." Tuding Katrin.
"Andai kamu diperlakukan seperti itu? Apa kamu akan terima dan baik-baik saja?” tukas Katrin terkekeh.
Bukannya merenung, Marlita balik marah dan mempertanyakan ucapan ibunya.
“Kenapa sih, Mami selalu memikirkan perasaan orang lain? Coba pikirkan perasaan Lita saat ini! Lita sakit hati dia menikahi orang lain. Kenapa bukan Lita?” erangnya dengan nada tinggi.
Katrin menggeleng keheranan melihat Marlita yang selalu membenarkan obsesinya terhadap orang yang dia sukai.
“Ini bukan memikirkan perasaan orang lain. Mami tidak mau kamu menjadi perusak rumah tangga orang! Sudalah, Mami tidak mau tahu dan Mami tidak ingin kamu melakukan hal bodoh yang akan mempermalukan keluarga ini! Sudah cukup kami di cemooh banyak orang,” sergah Katrin.
Perdebatan mereka berdua terdengar Benny yang sedang melakukan zoom meeting dengan relasi kerjanya. Bergegas pria tua itu berjalan menghampiri Katrin dan Marlita yang berada disebelah ruang kerjanya.
“Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar?" tanya Benny penuh amarah.
"Karena suara kalian, klien besarku mengeluh dan mengakhiri meeting tanpa mengucapkan sepatah kata apapun!" cakap Benny dengan mata yang melotot.
“Kami sedang berlatih drama. Tolong, maafkan kami!" ujar Katrin menutupi kegelisahannya.
“Kalau proyek ini gagal, bisa jadi gelandangan kita semua!” keluh Benny, tampak kekhawatiran di wajahnya.
Katrin merangkul dan mencium pipi suaminya dan dia membawa Benny pergi ke kamar. Sedangkan Marlita masih duduk di kursi, dibantingnya majalah yang ada di atas meja.
“Aku benci semua ini!” pekik Marlita dengan kaki yang terus mengentak kelantai.
\*\*\*
Setelah terbang kurang lebih 1 jam 45 menit kini pesawat yang membawa Erli dan Rafan telah mendarat dengan selamat di bandara Ngurah Rai. Semua penumpang tersenyum bahagia bisa menginjakkan kaki mereka di Pulau Dewa, begitu pula dengan sepasang pengantin baru itu.
Di pulau impian ini, semua insan akan mengukir kenangan yang indah.
“Percepat langkahmu! Taksi pesananku telah menunggu di depan bandara,” titah Rafan dengan suara beratnya.
Erli mengangguk, gadis berbadan dua itu berlari kecil mengikuti langkah suaminya. Sesampainya di depan bandara, Rafan celingukan mencari keberadaan sopir taksi yang dia pesan lewat aplikasi ternama.
“Bapak Rafan Winasis?" tanya seorang pria tua dengan logat yang sedikit kaku.
“Iya,” jawab Rafan singkat.
“Mari Pak! Mobil saya ada di sana,” kata sopir taksi itu seraya membawa kedua koper yang dibawa Rafan.
Rafan membuntut dibelakang sopir itu seraya menggandeng tangan Erli, terdengar suara napas Erli yang tersengal-sengal. Rafan menatap wajah sang istri dengan tatapan mata yang sayu.
“Capek?” tanya Rafan kalem.
Erli mengangguk dan gadis itu menyunggingkan senyuman tipis. Tidak ada hujan dan angin tiba-tiba Rafan bergerak gelisah, terlihat seperti cacing yang terkena garam. Erli yang melihat tingkah aneh suaminya lantas melontarkan pertanyaan.
“Anda kenapa? Apa ada yang salah?” Erli mengikuti gerak tubuh Rafan.
“Tidak apa-apa, maafkan aku! Ini aku lakukan demi kebaikanmu,” ujar Rafan dan pria itu menggendong Erli.
Sontak Erli berteriak dan meminta Rafan untuk menurunkannya, “Saya bisa jalan sendiri. Anda tidak perlu melakukan hal ini, tolong turunkan saya!”
Teriakan Erli membuat orang yang berada disekitar parkiran memperhatikan mereka berdua, tidak sedikit dari mereka berseru karena melihat keromantisan mereka berdua.
“Perilaku Anda membuat kita menjadi pusat perhatian, tolong turunkan saya!” Erli mengulang ucapannya sampai beberapa kali.
Namun, Rafan tidak merespon ucapan istrinya, bahkan dia tetap berjalan santai sampai ketempat mobil taksi yang dia pesan.
“Lain kali jangan banyak bergerak atau protes, tubuhmu itu terlalu berat membuat punggung dan kakiku sakit!” kata Rafan dengan suara dalamnya.
Karena merasa diejek, Erli mengacungkan jarinya dengan mata yang membulat sempurna.
“Mau marah? Ucapan ku tadi memang benar adanya,” pungkas Rafan, “cepat masuk!” perintahnya.
Istrinya itu tidak dapat berkata-kata lagi walau sebenarnya dia sangat jengkel dengan perintah Rafan, tetapi Erli menahan amarahnya demi kebaikan bersama.
“Jangan bengong, cepat masuk!”
"Siapa suruh menggendongku?" gumam Erli lirih.
Rafan menatap Erli dengan tatapan yang membunuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
auliasiamatir
ya Allah rafan manis dikit kalimatnya napa sih
2023-02-08
0
auliasiamatir
untung Katrin ibu yang bijak yaj
2023-02-08
0
@♕🍾⃝𝙾ͩʟᷞıͧvᷠεͣᵉᶜw⃠❣️
marlita merasa dia lebih baik sampe ke gt memaksakan kehendak
2022-11-08
1