Rafan menepuk bahu Erli seraya melontarkan beberapa pertanyaan.
“Kenapa kamu bengong di sini? Apa yang kamu perhatikan? Cepat ke dapur bantu ibu!”
Erli tersenyum simpul dan melangkahkan kakinya. Namun, netra gadis yang bernama Sameira Erliana masih mengintip penasaran wanita yang baru saja datang ke kediaman mertuanya.
“Ih, sebel banget sama dia. Kenapa dia datang di waktu yang tidak tepat? Aku ‘kan penasaran sama wanita itu!" gerutu Erli tentang sikap suaminya.
Zulaika yang mendengar keluhan Erli hanya tersenyum dan wanita paru baya itu melihat bibir menantunya yang menyun. Perlahan Zulaika menghampiri Erli sembari memberi buah plum September yang terkenal sangat enak.
Erli menatap mertuanya penuh heran dan dia kembali melihat buah plum yang ada di tangannya.
“Untuk apa ini, Bu?” Netra Erli membulat sempurna menatap wajah mertuanya.
“Makan saja! Nanti rasa jengkel yang ada di hatimu berkurang,” ujar Zulaika yang kini sibuk menata piring di meja.
“Hmm ...,” gumam Erli sesaat melahap plum.
Terlihat lengkungan di bibirnya yang menciptakan senyuman tipis nan manis.
“Manis bukan?" tanya Zulaika pelan.
Erli mengangguk cepat dan gadis itu menggigit kembali plum yang ada di genggamannya tersebut.
“Kenapa bisa semanis ini, Bu?” tanya Erli dengan mulut yang masih mengunyah.
“Ibu juga tidak tahu, plum itu pemberian teman Ibu di pengajian. Dia bilang siapa saja yang makan itu akan melupakan amarahnya,” jawab Zulaika seraya menyunggingkan senyuman.
Masih asyik berbincang, lamat-lamat daun telinga Erli mendengar suara gurauan Rania, Dewi dan wanita yang Erli tidak tahu siapa? Yang jelas wanita itu begitu dekat dengan adik dan Dewi—tante Rafan, mereka lupa jika hari ini adalah hari pertama Erli menjadi menantu keluarga Suprianto.
“Sepertinya kamu merasa terganggu dengan kehadiran Marlita,” ucap Zulaika yang masih sibuk menuangkan jus.
“T-tidak Bu! Erli biasa saja,” pungkas Erli gagap.
“Sebenarnya, ibu juga tidak suka dengan gadis itu. Dia terlalu centil dan genit. Pagi-pagi begini sudah keluyuran ke sana kemari, anak gadis macam apa dia itu?” hina Zulaika dengan nada sinis.
Kenapa Ibu malah mengeluh ketidak sukaannya terhadap wanita itu? gerundel Erli dalam batinnya.
“Sayang, kamu dengar ‘kan omongan ibu?" tanya Zulaika lirih.
Erli menatap sendu mertuanya itu sembari menganggukkan kepala. Baru saja pendekatan mertua dan menantu itu terjalin, tiba-tiba si biang es datang (Marlita) masuk ke dapur.
“Hai Tante, apa kabar Tante pagi ini?” Marlita menyela obrolan Zulaika bersama Erli.
Kedua wanita itu hanya terbengong melihat Marlita berdandan menor layaknya sinden yang akan manggung.
“Baik. Kamu dari mana dan mau ke mana? Pagi-pagi begini sudah keluyuran,” tanya Zulaika dengan mata yang menyipit.
“Habis mengantar papa ke proyeknya, kebetulan lewat sini. Jadi Lita mampir,” sahut Marlita dengan mata berbinar-binar.
Zulaika menatap sekilas gadis itu tanpa merespons lagi ucapannya. Sedangkan Erli memalingkan pandangannya, karna tidak kuasa menahan tawa melihat pipi Marlita yang merah menyala bagai pipi yang habis kena tampar.
“Masak apa Mbak?” sapa Marlita pada Erli.
“Aku tidak masak. Aku hanya membantu Ibu menyiapkan meja makan saja,” jawab Erli kalem.
Marlita tersenyum jahat, di benak gadis itu terlintas rencana yang akan menyudutkan istri Rafan, pria yang ia sukai.
“Kamu tidak bisa masak, ya?” Pertanyaan Marlita terdengar seperti ejekan untuk Erli.
“Kalau aku tidak bisa masak, memangnya kenapa? Masalah 'kah itu di hidupmu?” Erli balik bertanya dengan nada yang ketus.
Zulaika tertawa kecil mendengar jawaban menohok dari menantunya, sedangkan Marlita terlihat kesal dengan ucapan Erli. Namun, gadis itu tidak kehabisan akal untuk menjatuhkan Erli dihadapan Zulaika.
“Tidak juga. Cuman ... aneh saja, jika seorang gadis yang sudah menikah tidak bisa masak.” Marlita mengatupkan bibirnya.
Rupanya beruang hutan ini mau main-main denganku. Kita lihat, siapa yang akan memenangkan pertikaian ini? gumam Erli dalam hatinya.
“Melihat dari postur tubuh kamu ....” Erli menelisik Marlita dari ujung kaki sampai ujung kepala, “tampaknya kamu pandai dalam segala hal.”
Marlita tersenyum puas mendengar perkataan Erli, “Tentu saja!” tutur Marlita penuh percaya diri.
Erli tersenyum tipis seraya melirik ke arah sudut dapur, istri Rafan itu meneruskan permainannya.
“Kalau begitu, tolong kamu buang sampah itu keluar!” Jari telunjuk Erli mengarah ke tong sampah dekat pintu yang mengarah ke taman belakang.
“Hah ...!” Mata Marlita mendelik setelah mendengar perintah Erli.
Istri Rafan itu mengedikkan kedua bahunya seraya tersenyum lebar dihadapan Marlita. Perilaku Erli menambah kekesalan Marlita, walau dia tidak ingin melakukan hal yang diperintahkan oleh Erli. Namun, dia tetap melaksanakan hal itu demi mendapat simpatik dan perhatian Zulaika.
Kurang ajar. Berani-beraninya dia menyuruhku untuk buang sampah sialan ini, dia belum tahu siapa aku yang sebenarnya. Akan aku balas sikap lancangnya ini! batin Marlita bersungut-sungut.
Berkali-kali dia membanting tempat sampah yang dia tenteng sejak tadi, amarah Marlita semakin memuncak saat melihat Erli melenggang menghampirinya.
“Apa mau mu?” Marlita mendengus kesal.
“Jika kau tidak mau diganggu, maka jangan mengusik ketenangan orang lain. Ingat kamu di sini itu tamu, jadi bersikaplah selayaknya tamu dan jangan banyak tingkah!” ancam Erli.
“Aku memang tamu, tapi aku penguasa hati mereka!” tandas Marlita penuh percaya diri.
Erli mengibaskan rambut panjangnya dan meninggalkan Marlita yang masih berdiri di depan rumah. Gadis berumur itu menghentakkan kakinya dan masuk ke dalam, dari depan pintu dia dapat melihat semua orang telah duduk bersama mengitari meja makan.
Dewi yang sadar akan keberadaan Marlita langsung melambaikan tangannya memanggil teman sekaligus rekan kerja Rafan yang masih berjalan lenggak-lenggok bak model yang sedang Fashion show. Gadis bermata sipit itu mengangguk dan berjalan cepat menghampiri Dewi yang sibuk menuangkan sayur ke piringnya sendiri.
“Duduk di sini, Cantik!” Dewi menarik kursi kosong disebelahnya.
Kebetulan sekali kursi kosong tersebut berada disebelah kiri kursi Rafan, betapa bahagianya Marlita bisa duduk berdampingan dengan pria pujaan hatinya. Bergegas dia cuci tangan dan duduk di sana tanpa rasa sungkan sedikit pun.
Erli menertawakan sikap Marlita bak anak TK yang mendapatkan barang yang dia dambakan.
“Sini piringmu! Aku ambilkan lauk dan sayur,” ucap Marlita seraya meraih piring Rafan.
Begitu elegan Erli berdiri dan mengambil paksa piring Rafan yang ada di tangan kanan Marlita.
Dengan nada ketus Erli berkata, “Tidak pantas seorang tamu bersikap baik dengan suami Tuan rumah!” sindiran yang cukup jelas buat Marlita.
Seketika Rafan menatap wajah istrinya, sedikit tidak percaya dengan kecemburuan yang terpancar di wajah Erli. Begitu pula dengan anggota keluarga yang lain, mereka sangat terkejut dengan keberanian Erli melawan bibit pelakor yang akan tumbuh menjadi tunas di tengah mereka.
Marlita menggigit bibir bawahnya dan netra itu melirik tajam Erli, kepalan tangan kiri Marlita bagaikan batu di pegunungan. Amara yang sejak tadi dia tahan kini sudah mencapai puncak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
auliasiamatir
mantap erli hempas kan bibit bibit pelkaor itu
2023-01-28
0
🏁BLU⭕
berarti harus siap Plum untuk jaga-jaga, kalau ada orang yang marah
2022-12-24
0
🏁BLU⭕
manyun ya
2022-12-24
0