Chapter 04 - Orchid Word

Terdengar suara bel beringing. Harum semerbak dari berbagai macam jenis bunga memenuhi penciuman. Hana mendongak ke arah pintu, di mana seorang gadis dengan surai kamelia berdiri disana.

Hana tersenyum lebar dan menyapanya.

"Aishia! Apa yang kau lakukan disini? Kukira kau masih berada di dojo."

Hana melangkah menghampiri Aishia yang juga tersenyum kembali padanya. Selama ini, Aishia terus dan terus berlatih di dojo. Sudah cukup lama mereka kehilangan kontak karena Aishia yang jarang memegang ponselnya.

"Aku sudah ke luar sejak minggu lalu. Tapi aku terlibat dalam insiden sebelum bertemu denganmu. Seseorang sedang dikeroyok dan aku harus menyelamatkannya! Sayangnya, aku juga malah kena serangan mereka." Aishia memperlihatkan bagian tubuhnya yang terdapat luka tusuk serta beberapa lebam yang masih berbekas.

Hana terlihat khawatir, dia memutar tubuh Aishia untuk melihat apakah ada luka lainnya yang bersarang di tubuhnya. Untungnya tidak ada luka serius lain pada Aishia, gadis itu bahkan telah segar bugar kelihatannya.

"Syukurlah lukamu sudah membaik." Hana mengangguk - angguk.

"Ya. Orang yang kuselamatkan membawaku ke rumah sakit dan memanggil polisi agar mereka ditangkap. Dia orang yang baik bahkan menawariku pekerjaan." Papar Aishia.

Hana yang mendengarnya tersenyum senang. Karena bagaimanapun juga, Aishia datang ke kota ini demi bisa mendapatkan pekerjaan atau begitulah berdasarkan cerita Aishia.

"Bagus untukmu."

Aishia mengangguk penuh semangat.

"Tapi jangan terlalu memaksakan diri. Karena lukamu belum pulih sepenuhnya. Apa dia mengatakan sesuatu tentang itu?" Tanya Hana.

"Iya. Dia bilang aku boleh memulai pekerjaanku saat lukaku sudah pulih."

Hana semakin senang mendengarnya. Karena hanya mendengar dari cerita Aishia, orang yang menawarinya pekerjaan itu baik.

Hana melangkah pada bunga anggrek yang ada di tokonya dan dalam sekejap ia sulap menjadi buket bunga. Keahlian Hana dalam merangkai bunga - bunga menjadi buket sudah lama ia kuasai. Banyak pembeli memuji kemampuannya ini.

Terkadang beberapa orang membeli bunganya sambil mengatakan tujuan mereka memberikan bunga tersebut. Sebab setiap bunga memiliki makna yang berbeda - beda bahkan melalui warnanya. Biarkan bunga yang berbicara, begitulah pikiran mereka berjalan.

Hana memberikan buket anggrek itu pada Aishia. Gadis itu menerimanya dengan senang hati. Melihat kemampuan Hana merangkai bunga sudah semakin berkembang. Aishia berdecak kagum atas buket bunga yang begitu indah di tangannya ini.

"Aku memberinya sebagai ucapan 'selamat'. Soalnya kau sudah mendapat pekerjaan." Jelas Hana.

Sebab ia sendiri tahu bahwa Aishia akan mencari bahasa untuk bunga anggrek di internet setelah ke luar dari tokonya. Aneh, padahal di sekolah dasar mereka mempelajari bahasa bunga.

Tapi sepertinya otak Aishia sudah banyak terbanting saat di dojo sehingga dirinya sering sekali melupakan sesuatu. Hana takkan pernah lupa kejadian terbesar Aishia yang lupa akan ulang tahunnya yang ketujuh belas. Nah itu sudah enam tahun lalu, Aishia pasti sudah lupa.

"Terima kasih atas bunganya. Sekarang aku harus mengunjungi rumah tempatku bekerja. Sampai jumpa." Aishia melambaikan tangannya.

"Sampai jumpa lagi, entah kapan."

...****...

Aishia memandang ponselnya bergantian dengan rumah super besar yang berada di hadapannya. Kaki Aishia enggan melangkah lagi saat melihat betapa megahnya rumah Alba. Tak heran juga sih, karena pria itu adalah pemilik perusahaan Shceneider saat ini.

Seharusnya Aishia tidak hanya berdiri di sana selama 30 menit lamanya. Tetapi naluri Aishia berkata lain, dia merasa tidak enak hati ketika matanya memandang bangunan besar tersebut.

Ada sesuatu yang salah di sini.

Kenapa denganku, yah?

"Nona, apa yang kau lakukan di depan mansion Shceneider?"

Aishia terlonjak mendengar suara asing yang datang dari belakangnya. Melihat Aishia yang kaget, pria itu malah merasa kaget juga. Padahal dia hanya ingin bertanya, tapi gadis ini mungkin sedang melamun tak karuan di siang bolong.

Ketika Aishia sudah pulih dari keterkejutannya. Dia membalikkan badan dan melihat seorang pria dengan surai hitamnya. Iris mata azura dan tak lupa ada tindikan di telinga kanannya.

"Um... aku mau bertemu dengan Alba Shceneider." Jawab Aishia sedikit gugup.

Pria itu mengangkat sebelah alisnya.

"Apa kau punya urusan dengan Kak Al?"

Kak? Jadi pria ini adalah adiknya Alba.

Aishia mengangguk pelan. Kemudian dia menceritakan secara singkat tentang pekerjaan yang Alba tawarkan padanya ketika dia masih berada di rumah sakit. Pria itu mengangguk mengerti dan mempersilahkan Aishia ikut masuk ke dalam mansion bersamanya.

Dengan langkah gugup, Aishia mengikuti pria itu dari belakang. Meski tampilannya seperti preman karena dia bertindik, nyatanya pria itu sangat ramah dan sopan kepadanya. Dia juga punya perangai yang lembut dan hangat, sangat berbeda dengan penampilannya.

Memasuki mansion, Aishia menangkap sosok lain yang duduk di sofa ruang tamu sambil bertengger kaki. Di sebelahnya juga ada pria yang masih terlihat muda duduk tak jauh darinya.

Si pria muda itu menyadari kehadiran Aishia dan menatap penuh tanya ke arahnya, sementara Aishia makin dibuat gugup saja. Bagaimanapun juga, mereka ada bagian dari keluarga Shceneider.

"Kak Rio, siapa dia? Kekasihmu?" Tanya pria yang lebih muda tersebut.

Wajah Rio langsung merona mendengarnya. Lalu dia menatap menyalang padanya, seakan mengatakan bahwa pertanyaan itu jawabannya adalah salah total. Lagipula ini kali pertama Rio bertemu dengan Aishia.

"Bukan! Aku bahkan belum tahu siapa namanya!" Geram Rio.

Rio menoleh pada Aishia yang masih setia berdiri di belakangnya, "Siapa namamu?"

"Ah, Aishia."

Lalu Rio kembali menatap pria muda itu sambil berusaha menjelaskan bahwa tidak ada hubungan apa pun antara dirinya dan Aishia. Kebersamaannya dengan Aishia murni sebuah kebetulan karena Aishia sendiri ada urusan dengan Alba.

Pria lainnya yang berbaring di sofa sambil bertengger kaki menoleh ke belakangnya dimana ada Rio dan adiknya yang masih dalam perdebatan tak berujung mengenai identitas Aishia. Ia tak peduli pada mereka, pria itu fokus memandang Aishia dengan tatapan rumit.

Merasa diperhatikan, Aishia menangkap tatapan pria itu yang tertuju padanya. Entah kenapa sejak tadi yang ditemukannya di Mansion Shceneider adalah pria dengan wajah tampan. Bahkan pria aneh yang tengah menatapnya ini.

Surainya berwarna putih tulang, sedang netra miliknya bersinar bagai permata amethyst. Itu sangat indah, seolah tatapan pria itu menarik dirinya dalam ilusi.

Mata kanannya, ada yang janggal di sana.

"Hentikan perdebatan kalian berdua! Aku bisa mendengar suara kalian dari lantai dua."

Aishia menengadahkan kepalanya, dan lagi - lagi matanya mendapatkan pencerahan karena bisa melihat para pria good looking. Matanya merah darah dengan surai hitam kelam, seperti sosok penjahat dalam film layar lebar.

"Hei wanita, siapa namamu?" Tanyanya.

Aishia menautkan alisnya, ternyata perilakunya tidak sebagus rupanya. Pria ini sepertinya satu spesies dengan para netizen yang suka asal komen tanpa memikirkan perasaan orang lain. Caranya berbicara membuat orang lain kesal.

"Aishia."

Bukan Aishia yang menjawab, melainkan Rio. Karena Rio sendiri menyadari kekesalan terpendam Aishia pada pria aneh di lantai dua tersebut. Wajahnya menimbulkan kerutan penuh kegeraman.

"Oh? Aku Nicholas. Kau bisa memanggilku Nichol." Katanya dengan nada santai.

"Siapa yang membawamu kemari, Aishia? Apa itu Rio, Elvan atau Arsene?" Tanya Nichol, nada suaranya masih terdengar menyebalkan.

Aishia tak menjawab, dia hanya menoleh pada sosok Rio yang masih berdiri di depannya setelah perdebatan dengan adiknya. Nichol mengangguk paham, itu pasti Rio yang membawanya kemari.

"Dia ada urusan dengan Kak Al." Jelas Rio.

Iris Nichol membulat, segera saja kakinya melangkah menuruni tangga secepat mungkin. Langkahnya terhenti ketika dia sudah berada di hadapan Aishia. Tanpa sadar, Aishia mundur selangkah.

Nichol menatapnya dengan senyum lebar, dia tampak tidak menyebalkan jika sedang senyum. Bahkan Aishia akan mengatakan bahwa pria ini memang super tampan terlepas dari cara bicaranya.

"Terima kasih sudah menolong Kak Al. Dia memang payah dan ceroboh. Alasannya 'sih dia tidak bisa membantumu karena kakinya yang lemas habis maraton." Senyum Nichol semakin lebar.

Rio dan Elvan kini menatap Aishia seolah baru diingatkan dengan pembicaraan antara mereka dan Alba belum lama ini. Gadis ini akan menjadi penjaga Kei yang baru. Semoga dia bisa menjaga Kei seperti yang Paman Mo lakukan.

"Oh, berapa usiamu?"

Aishia menatap Elvan dengan mata bulatnya. Sosok Elvan yang senyumannya tampak lebih aman dibandingkan Nichol membuatnya merasa tenang. Abaikan saja sifat malu - malu Rio itu.

"23...?"

"Eh?! Jadi aku harus memanggilmu Ai-nee?" Elvan memekik cukup keras.

Nichol mendelik, "Itu seharusnya kalimat Kei."

Aishia terkekeh.

"Kamu bisa memanggilku apa saja. Panggil langsung dengan namaku juga boleh." Ujar Aishia.

"Kalau begitu aku akan memanggilmu Ai-nee saja." Putus Elvan.

Nichol menatap Elvan tajam. Aishia mencuri pandang pada pria aneh beriris amethyst yang sejak tadi belum mengeluarkan suara emasnya. Rasanya, Alba punya banyak sekali adik. Ada Rio, Nichol, Elvan, Kei dan juga pria tak bersuara ini. Masih ada kemungkinan Alba punya adik selain mereka.

"Aishia? Kau sudah datang!"

"....?"

Aishia memandang Alba yang sedang menuruni tangga. Pria itu memang pribadi yang ramah sehingga orang - orang di dekatnya merasa nyaman. Berbeda dengan Nichol yang senang sekali membuat orang kesal.

"Ah ya, maaf tidak menghubungimu. Aku tidak punya nomormu." Kata Aishia.

"Oh, aku lupa memberikannya kepadamu. Bisa pinjam ponselmu?" Pinta Alba.

Aishia mengangguk dan mengambil ponsel yang tersimpan rapi di sakunya. Memberikannya pada Alba. Pertemuan mereka di rumah sakit hanya sekedar penawaran pekerjaan dan alamat Mansion Shceneider saja, tidak lebih.

Nichol bersiul kagum, "Smooth~"

Rio menepuk pundak Nichol pelan dan melayangkan tatapan tajam padanya. Pria yang sangat tidak bisa membaca suasana. Sedangkan Alba tertawa kecil mendengarnya.

"Kalau ada apa - apa, kau bisa menelponku kapan saja. Tidak masalah jika bukan tentang Kei juga. Lagipula kau akan tinggal di sini, kau pasti punya banyak pertanyaan." Sambung Alba.

Aishia mengangguk mengerti.

Bola mata Nichol melebar, "That's very smooth."

Kini tepukan Rio semakin keras.

"Arsene, kau yang paling jarang ke luar rumah. Jika sesuatu terjadi pada Aishia, bisa kau yang pertama datang padanya?" Alba menoleh pada pria yang sejak tadi tidak bersuara.

"Mm."

Alba tersenyum tipis. Dia meminta di antara Nichol, Rio atau Elvan untuk mengajak Aishia berkeliling mansion. Sekaligus mengantarkan gadis itu ke kamar yang telah disediakan.

TBC

Terpopuler

Comments

penggambaran fisik para tokohnya seperti manusia 4D.

2024-01-23

0

apakah ini setting tempatnya adalah Jepang ?

2024-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!