Chapter 02 - Tulip dan Anggrek

Setelah malam yang panjang berakhir, matahari dengan malu - malu menyembul menggantikan posisi bulan. Langit biru berseri di pagi hari. Karena semalam turun hujan, tersisa genangan air di permukaan tanah.

Alba terus memperhatikan layar ponselnya yang tampak redup. Dia menyangga dagunya dengan malas, sedang menunggu sesuatu sejak dirinya selesai sarapan dengan pasta spesial buatan Arsene.

"Apa yang Kak Al lakukan sepagi ini? Tidak akan ada lagi yang menelponmu untuk mengatakan selamat pagi setelah kalian putus hubungan."

Alba mendelik kesal pada asal suara, itu adalah adik keempatnya. Pria muda dengan surai hitam dan netra semerah darah. Dengan langkah kaki menuruni tangga, pria itu terus menebarkan senyuman semangat pagi miliknya.

"Kapan kau pulang?" Tanya Alba.

"Semalam, ketika kalian bertiga sudah tidur."

"Memangnya kau bawa kunci cadangan?"

"Aku meminta milik Kak Louis." Jawabnya.

Alba mengangguk paham. Kemudian kembali memandang layar ponselnya yang tetap hitam, tak ada satu pun notifikasi yang muncul.

"Kak Al, apa sih yang sebenarnya kau tunggu? Sudah kubilang jangan terlalu berharap pada mantanmu! Wanita memang kebanyakan seperti itu. Habis manis sepah dibuang." Omel Nichol, adik keempatnya.

"Aku ini baru terkena insiden di gang sempit yang biasa kulewati. Seorang gadis menolongku dan sekarang berada di rumah sakit. Aku meminta pihak rumah sakit mengabariku jika gadis itu sudah sadar." Ringkas Alba.

Nichol membulatkan mulutnya sambil mengangguk - angguk. Dia duduk di samping Alba lalu memainkan game di ponselnya, beberapa kali dia mengumpat pelan saat mendapati punya rekan setim yang payah.

"Kak Al mau menjadikannya kekasih?" Di sela - sela permainannya, Nichol bertanya.

Alba mendelik, mengapa Nichol selalu punya lidah yang tajam? Terkadang Alba lebih bisa sabar terhadap Arsene yang jujur dibandingkan Nichol yang kalimatnya selalu ditaburi cabai.

"Bukanlah! Aku mau menawarinya menjadi penjaga Kei. Dia tampak hebat dan jago beladiri. Kali ini kalau perempuan dan usianya muda, bisa dicoba bagaimana reaksi Kei terhadapnya." Alba masih terus setia menatap ponselnya.

"Menurutku Kei akan sama saja. Dia bukan orang yang memedulikan gender dan usia seseorang. Jika orang itu mengganggunya, maka dia takkan segan- ****!" Nichol mengumpat ketika permainan berakhir dengan kekalahan timnya.

Nichol hampir membanting ponselnya sendiri kalau dia lupa di sana ada banyak arsip penting milik keluarganya. Nichol menghembuskan napas dengan kasar. Sebagai sekretaris Alba, dia juga punya banyak hal untuk dikerjakan. Kemarin dia bahkan pulang lebih lambat karena lembur.

"Di mana Rio?"

"Dia mengunjungi toko buku Louis, mungkin." Nichol mencoba mengingat - ingat ke mana Rio pergi belum lama ini.

"Bagaimana dengan Kei? Apa dia belum turun?"

"Ah, dia pasti berniat bolos lagi." Alba berkata dengan gusar, melempar ponselnya ke atas meja.

Nichol bangkit berdiri dan menaiki anak tangga dengan segera. Tindakan Nichol itu membuat Alba terkejut. Dia tahu, mungkin sebentar lagi akan ada ledakan suara atau barang yang pecah. Rutinitas yang seharusnya tidak dibiasakan.

Sesuai dugaan Alba. Dari atas sana terdengar suara pintu didobrak serta suara - suara gaduh lainnya. Dengan semua kebisingan itu, mustahil tidak ada yang terbangun. Kemudian teriakan dari Nichol yang memberikan ceramah rumus persegi panjang pada adik bungsu mereka.

Ponsel Alba bergetar, menampilkan sebuah notifikasi yang masuk. Dengan secepat kilat Alba menyambar ponselnya dan membaca surel tersebut. Melihat nama rumah sakit sebagai pengirimnya, dia tersenyum sumringah.

[RS.xxx : Selamat pagi Tuan Alba Shceneider. Pasien wanita yang biayanya anda tanggung sekarang sudah sadar. Anda bisa menemuinya di jam besuk.]

[Anda : Terima kasih atas infonya.]

"Ah, kalau dipikir - pikir, aku belum tahu siapa namanya." Alba mengelus dagunya penasaran.

...****...

Seorang pria bersurai cokelat hazel menatap adiknya yang mendadak datang ke tokonya. Baru kali ini dia berinisiatif ke luar rumah tanpa diperintah saudaranya.

"Apa yang membawamu kesini, Rio?"

"Begini, Kak Louis. Nanti sore Elvan akan pulang. Apa kita hanya menyambutnya dengan biasa saja? Soalnya Elvan mendapatkan penghargaan sebagai idol pria paling populer tahun ini."

"Soal itu, Kak Al sudah memintaku memesan kue dan beberapa makanan manis kesukaan Elvan. Jadi, jangan khawatir. Kita akan memberi Elvan pesta yang besar atas pencapaiannya menjadi idol."

Louis mempersilahkan Rio masuk ke ruang istirahat dalam toko buku miliknya. Dia juga menyiapkan teh dan makanan kering sebagai camilan. Rasanya luar biasa karena Rio mau ke luar setelah sekian lama mengurung diri. Louis tidak bisa menyia - nyiakan kesempatan ini.

"Arsene dan Nichol masih di rumah?"

Rio mengangguk.

"Bagaimana dengan Kei? Dia tidak bolos seperti kemarin - kemarin 'kan?"

"Ya. Setelah Nichol kembali, dia mau masuk sekolah meski terpaksa. Tetapi kita tetap tidak bisa memantau kelakuannya di luar mansion."

"Sulit sekali mencari pengganti Paman Mo."

Louis menyesap latte miliknya. Perasaan campur aduk yang membuatnya gelisah entah kenapa tengah ia rasakan sekarang. Seolah dia sedang melupakan sesuatu yang amat penting.

"Kak Louis."

"Yah?"

"Apa Kak Louis sudah mengunjungi rumah temanmu? Biasanya di tanggal ini Kakak akan izin melakukan segala hal hanya demi bisa menemuinya hingga berjam - jam." Rio melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

Louis terkejut, ternyata benar dia melupakan sesuatu. Segera saja dia memberikan Rio kunci toko bukunya, dia mengambil mantel serta menitipkan pesan pada Rio.

"Kalau aku belum kembali sampai jam 12 siang. Itu berarti aku langsung pulang ke rumah!" Teriak Louis sambil terus berlari menuju mobilnya.

Louis tidak peduli pada teriakan Rio yang memanggil namanya. Sekarang tujuan Louis adalah toko bunga. Dalam beberapa menit perjalanan, Louis sampai di toko bunga langganannya. Toko bunga itu bernama 'Garden Colors'.

Bel beringing ketika Louis mendorong pintu kaca. Seorang wanita dengan celemek dan name tag Hana berdiri di sana. Biasanya memang gadis itu yang ada ketika dirinya datang membeli bunga, sehingga Louis dan Hana cukup kenal.

"Oh, apakah ini sama seperti tahun lalu?" Tanya Hana.

"Ya, tolong siapkan seperti biasa." Jawab Louis, sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman.

"18 April. Apakah ada hal yang istimewa di hari ini?" Tanya Hana di sela - sela kegiatannya membuat buket bunga anggrek. "Dan lagi, jika ini hari biru, seharusnya anda memberikannya lili 'kan?"

"Aku tidak terlalu mengerti bahasa bunga. Tetapi kekasihku pernah bilang kalau bunga favoritnya adalah anggrek." Jawab Louis seadanya.

"Begitu. Alasan yang simpel."

Hana selesai merangkai buket bunga anggrek dan mengikatnya dengan pita berwarna putih polos. Hana kemudian memberikannya kepada Louis lengkap dengan kartu ucapan terselip di antara bunga - bunga. Tak lupa Hana menyisipkan setangkai tulip di antara anggrek.

"Heh? Apa ini maksudnya?"

"Semoga kau mendapatkan cinta yang baru." Ujar Hana, seulas senyum terbit di wajahnya.

"Terima kasih banyak, beautiful flower."

Hana tertegun saat melihat Louis kembali tersenyum dengan lembut, namun tersirat akan kerinduan mendalam. Pasti Louis sangat mencintai kekasihnya itu.

Saat Louis ke luar dari toko Garden Colors, Hana hanya bisa melambaikan tangannya tanpa diketahui oleh Louis sendiri. Saat mobil yang dikendarai Louis telah melaju meninggalkan tokonya, tatapan Hana menjadi gamang.

"Tidak tahu kapan dia akan membutuhkan bunga lagi."

...****...

Alba menatap pintu berwarna putih dengan nomor 207. Di dalam sana terdapat gadis yang menolongnya, dia ingin mengutarakan niatnya untuk merekrut gadis itu sebagai penjaga Kei. Tapi jika dia menolak, Alba takkan memaksanya.

Alba berdehem, kemudian memberanikan diri memutar kenop pintu. Setelah pintu terbuka sepenuhnya, bisa Alba lihat sosok gadis itu dengan lebih jelas.

Gadis dengan surai seperti bunga kamelia, terlihat lembut seperti sutra. Netra matanya berwarna lilac. Terdapat semburat merah di kedua pipinya, kulitnya seputih salju. Dia menolehkan pandangannya pada Alba.

Langkah Alba seakan membatu, dia terkesima dengan tatapan lembut yang terpancar dari wajah gadis itu. Alba terbatuk sejenak, menghilangkan suasana canggung di antara mereka.

Alba melangkahkan kakinya menghampiri gadis itu yang terduduk di ranjang pasien. Karena Alba mendadak mendatanginya, gadis itu yang tidak mengenal Alba menatapnya penasaran. Namun sedetik kemudian, dia tampak menyadari sesuatu.

"Ah! Bukankah kamu orang yang dipalak para preman di gang sempit itu? Bagaimana keadaanmu? Kamu baik - baik saja 'kan?"

Alba sedikit terkejut saat mendapati gadis itu langsung melemparkan segudang pertanyaan kepadanya. Seakan dia lupa bahwa dirinyalah yang di sini perlu dipertanyakan kondisinya.

"Aku baik - baik saja, terima kasih sudah menolongku. Kalau kau tidak ada, aku mungkin sudah tergeletak lemas dengan kantung kosong."

"Itu bukanlah masalah besar. Rasanya senang sekali bisa menolong orang lain. Nenekku pernah mengatakan untuk memberikan orang lain pertolongan tanpa pamrih." Kata gadis itu lagi dengan nada semangat.

Ah, dia benar - benar melupakan luka lebam dan luka tusuk yang didapatkannya semalam.

"Lalu, bagaimana kondisimu sekarang?"

"Aku baik! Meski luka tusuk di perutku masih terasa tidak enak dan membuatku susah bergerak."

Gadis itu kemudian menyentuh bagian perutnya di mana terdapat dua luka tusuk sekaligus yang baru dijahit. Alba menatapnya dengan miris, ini semua karena keabaiannya yang menolak Arsene mengantarnya. Sekarang gadis ini malah menjadi korbannya.

"Omong - omong, ada sesuatu yang ingin kudiskusikan denganmu. Jawab saja pertanyaan dariku, oke?" Tanya Alba.

Gadis itu mengangguk patuh.

"Siapa namamu?"

"Aishia."

"Berapa usiamu?"

"23 tahun."

Eh?! Serius?! Bagiku wajahnya terlihat terlalu muda untuk usia segitu. Aku pikir dia masih 17 tahun tadi.

"Apakah kau punya pekerjaan?"

Aishia menggelengkan kepalanya.

"Apa kau tertarik dengan tawaran pekerjaan dariku, Aishia?"

Wajah Aishia nampak cemerlang seketika, dia menganggukkan kepalanya dengan semangat. Alba terkekeh melihat setiap perilaku Aishia. Ini sangat berbeda dari dirinya yang hanya punya adik laki - laki. Sekarang setelah berbicara sebentar dengan Aishia, dia seolah mempunyai adik perempuan.

"Pekerjaan macam apa yang kamu tawarkan?"

Alba terdiam sejenak.

"Menjadi seorang penjaga?"

"....."

TBC

[1] Hana dalam bahasa Jepang memiliki arti 'bunga'.

Terpopuler

Comments

dan secantik namanya. Hana.

2024-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!