Ana melihat sekelilingnya. Dia mencari posisi mobilnya pada radar kecil di kacamatanya. Mereka berada di jalur berlawanan.
Ana terpaksa membuat mobil itu berputar sesuai jalur yang dipilihnya. Sekarang dia harus membawa Maya menghilang dari sini secepatnya, sebelum para penjaga itu melakukan inspeksi.
Sambil memapah Maya, Ana mencari jalur aman pelarian mereka dan menjauh dari area Rumah Sakit Sentral.
Mereka sudah melewati bagian belakang pertokoan yang sepi
"Ayo Maya. Kita harus mencapai ujung jalan ini," kata Ana.
Maya tak menjawab. Bibirnya bergetar. Matanya sangat sayu. Ana terkejut melihat kondisi Maya.
"Angel, aku ha-nya meng-hambat-mu. Ting-gal-kan a-aku di-sini."
Maya bicara terbata dan tak jelas.
"Tidak!" ujar Ana tegas.
Kali ini Ana membopong Maya setengah berlari. Dipanggilnya mobilnya untuk menjemput ke arahnya. Dia tak kan meninggalkan satupun anggota timnya.
Lima meter di depan, sebuah mobil merah meluncur menuju mereka. Ana ingin menunggu, saat dari belakang terdengar suara tembakan.
Doorrr! Doorrrr!
Ana menunduk dan melindungi Maya dalam pelukannya. Mobil merahnya terus melaju. Gardan depannya terbuka. Dua moncong senjata keluar dan menyalak ke arah orang-orang yang mengejar.
Tet.. tet.. tet....
Muntahan peluru mengenai mobil dan beberapa diantara mereka.
"Sial! Mereka telah merencanakannya. Minta bantuan Falcon. Habisi mereka!"
Mobil merah itu melintang di jalan untuk melindungi Ana dan Maya dari peluru. Keduanya masuk mobil dengan susah payah, dibawah hujan peluru.
Ana berhasil duduk di kemudi. Dia menekan satu tombol dengan gambar terompet. Ana mengarahkannya tepat ke arah kanan, dimana sebuah mobil yang sudah mengeluarkan asap, masih dipaksa mengejar.
Ana menoleh ke arah mereka melalui kaca anti peluru. Dia menekan tombol L sambil tersenyum.
"Goodbye!"
Sebuah rudal ukuran kecil meluncur dari bawah mobil menuju ke mobil pengejar.
Ana langsung memutar mobilnya dan pergi dari sana. Suara ledakan keras diiringi cahaya menyilaukan, pasti membangunkan penghuni di sekitar. Dia harus segera pergi dari tempat itu.
Untuk beberapa saat, mereka bisa lolos tanpa gangguan. Hingga radar di mobilnya menunjukkan adanya mobil dan heli yang sedang mencarinya.
Ana masang mode Stealth. Dia melanjutkan perjalanan melewati jalan biasa. Hingga akhirnya radar di mobil itu bersih dari titik-titik kendaraan yang mencarinya.
Ana meluncur menuju safe house. Mereka akhirnya tiba dengan aman menjelang subuh. Maya sudah pingsan di jok mobil.
Ana membopongnya ke dalam. Meletakkan Maya di bed single ruangan pertama. Lalu menekan tombol di samping bed. Sebuah lampu menyala terang di atas tubuh Maya. Sinarnya bergerak dari kepal ke kaki lalu ke kepala lagi. Sinar itu memindai tubuh Maya.
"Analisa: Shock. Lemah. Kurang darah. Cedera di perut. Cedera organ genital.
Tindakan: Transfusi darah. Membersihkan dan menjahit luka...."
Ana terkejut dengan analisa terakhir.
"Luka genital? Apa mereka menyiksa dan memperkosanya?" Geramnya murka.
Rasanya Ana ingin sekali kembali ke sana dan meledakkan orang-orang biadap itu.
Ana bergegas mengeluarkan kantong darah dari tempat penyimpanan. Dia segera menusukkan jarum dan memasangnya di tangan Maya. Air matanya jatuh bergulir.
Tapi Ana tak berlarut-larut dalam kesedihan itu. Dikeluarkannya peralatan Patient Monitor. Dinyalakannya mesin itu dan diletakkan di sisi kanan bed.
Ana mengambil kotak berisi gunting, jarum jahit, perban serta obat-obatan lain. Dirabanya tubuh Maya yang dingin. Tapi alat transfusi masih berjalan. Darah menetes satu satu dengan lambat.
Dengan cekatan diguntingnya pakaian Maya dan melepaskannya. Luka di perut itu mengeluarkan darah. Perban yang ada di situ telah basah dan memerah. Ana memasang kabel-kabel dari alat monitor ke tubuh Maya.
Dengan segera beberapa indikator muncul di layar. Detak jantungnya lebih cepat.
Perban basah itu dilepaskannya perlahan. Matanya terbelalak.
"Aku yakin kemarin lukanya tidak sebesar ini. Apa sebenarnya yang sudah kau alami, Maya?" gumamnya dengan hati sakit.
Ana keluar ruangan. Mengambil ponsel jadulnya. Dia memencet beberapa angka. Lalu menunggu.
"Hallo." Terdengar suara di seberang.
"Bisakah kau ku percayai?" tanya Ana.
"Aku tak ingin terlibat." Orang di seberang menolak.
"Dia diperkosa, hampir mati. Ada luka di dadanya. Jika hanya menjahit luka, aku masih bisa. Tapi dengan luka sebesar itu, aku cemas jika organ dalamnya juga cedera. Hanya kau yang ku kenal di bidang ini," bujuk Ana.
"Baiklah. Kau dimana!" tanya orang di sana.
Berikan lokasimu, Mobilku akan menjemputmu." Ana menutup ponselnya.
Matanya menaruh harapan. Tak lama ponselnya bergetar. Ana lalu mengeset warna cat mobil dan lokasi tujuan untuk mobilnya yang bisa mengemudi otomatis. Mobil itu meluncur pelan menjemput penyelamat Maya.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 208 Episodes
Comments
𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️
dia juga mahir urusan medis?
2024-02-20
0
Kustri
anna serba bisa🤔🤔🤔
2023-10-25
1
Ayu Ningrat
lanjut lanjuy
2022-11-10
1