Setiap kehidupan memiliki takdirnya masing-masing. Ada hidup ada mati, ada suka ada duka, ada tawa ada tangis, ada kelahiran ada kematian, Ada perjumpaan pasti ada juga perpisahan.
Semua memiliki lawan yang adil.
Tidak ada kesakitan yang tidak memiliki penawarnya, hanya butuh waktu dan proses untuk menyembuhkan luka. itulah yang dilakukan Danira sekarang.
Mencoba menerima dan berdamai dengan takdirnya.
Sedih sudah pasti, siapa yang tidak sedih bila ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Tapi bukankah setiap manusia yang ingin diangkat derajat nya harus melewati banyak cobaan dan rintangan.
Berlarut-larut dalam kesedihan pun tak baik, ingin mengeluh dan menyalakan takdir pun percuma, semua tak akan bisa kembali.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh hampir 6 jam lamanya, karena macet dan beberapa kali ganti kendaraan umum, akhirnya Danira sampai ke tempat tujuan. Sebuah perkampungan yang aman dan asri orang-orang suka menyebutnya perkampungan Tiis karena dikenal dengan kesejukannya.
Danira sudah berdiri didepan Gapura yang berukir Nama Pondok Pesantren Darul Qur'an. tempat dimana dia selama ini tinggal dan tumbuh sambil menuntut ilmu. Pondok pesantren yang terletak di ujung perkampungan hampir mendekati hutan.
Suasana tenang dan segar menyambut Danira yang hampir 2 hari tidak berada disana, Danira berjalan melewati gerbang sambil menarik koper ditangan kanannya dan memeluk Khalisa yang masih tertidur dalam dekapannya. Banyak pasang mata melihat kearahnya, para santri dan santriwati tidak bisa mengenalinya karena ia menggunakan Burqa.
" Danira ". terdengar suara lembut wanita yang memanggilnya dari belakang sambil berjalan menghampiri.
Danira membalikkan tubuhnya melihat kearah suara yang memanggil.
Walaupun Danira menutup semua wajahnya, tapi wanita itu selalu mengenalinya karena dia adalah wanita yang sudah menjaga dan membesarkan Danira selama ini.
" Umi...!!" Pekik Danira tercekat
Danira langsung menghamburkan tubuhnya kedalam pelukan wanita yang dia sebut umi. Tangis Danira kembali pecah.
Danira duduk di atas kursi yang terbuat dari kayu jati, ruangan yang didominasi dengan warna putih dan terdapat banyak kaligrafi yang terbingkai didinding rumah itu.
Danira masih menangis dalam pelukan Umi Siti Mariam yang sudah dia anggap seperti ibunya sendiri.
Danira belum membuka suaranya, Umi Siti membiarkan Danira menangis dalam pelukan membiarkan gadis itu menumpahkan segala rasa dihatinya hingga dia puas. Beliau hanya mengelus punggung Danira, belum mau mengajukan pertanyaan karena melihat kondisi Danira yang belum siap.
"Assalamualaikum.." . suara Berat dan tegas menggema di ruangan keluarga.
Dari pintu depan seorang laki-laki masuk dengan menggunakan baju Koko warna putih dan sarung, kain sorban di pundak dan kopiah yang menutupi rambut yang sudah nampak memutih di kepalanya. Beliau Kyai Haji Ahmad Roslan pemilik pondok pesantren Darul Qur'an.
"Waallaikumsalam"..saut umi Siti dari dalam.
"Waallaikumsalam". jawab Danira berbisik.
Danira yang sudah membuka Burqa nya dan hanya menyisakan Niqab. Terlihat jelas mata merah nan membengkak.
Kyai Roslan yang melihat mata Danira seperti habis menangis, langsung duduk di kursi sisi lain.
" Ada apa umi, mengapa Nak Danira menangis ?".
Umi Siti menggelengkan kepala, tanda dia belum mengetahui apapun.
" Ada apa Nak, dan bayi siapa yang kamu bawa ?" tanya kyai melihat Danira.
" In..ini Bayi kakak She Shena Bah." Jawab Danira dengan suara terbata-bata karena tangis.
Kyai Roslan dan umi Siti yang mendengar jawaban Danira saling bertatapan dengan penuh tanda tanya!!.
" Lalu Dimana Kakakmu, mengapa dia membiarkan kamu membawa bayinya kesini ?". Umi mulai membuka suara.
Mendengar pertanyaan dari Umi Siti, Danira kembali menangis, seakan air matanya tidak pernah habis. Umi Siti dan Kyai Roslan hanya bisa diam, menunggu hingga Danira siap bercerita.
Setelah merasa tenang, Danira kembali mengangkat kepalanya melihat umi Siti dan Kyai yang dia panggil Abah.
" Kak Shena sudah meninggal Dunia Mi,..Bah ". suara Danira masih ter cekat-cekat.
Danira mulai menceritakan semua kejadian yang dia alami selama 2 hari ini. Mulai dari awal dia datang kerumahnya, pertemuan dengan Sofia, berita yang disampaikan Sofia, bertemu dengan Khalisa, hingga pertemuannya dengan Sarah kemarin sore tak luput Danira ceritakan.
Tak ada yang dia tutup-tutupi, dia menceritakan dengan derai air mata yang terus membanjiri wajah cantiknya.
Umi Siti dan Kyai Roslan yang mendengar itu tergugu diam. Umi Siti sudah ikut menangis sambil mengelus punggung Danira dan mengambil Khalisa dari gendongan Danira. Sedangkan Kyai Roslan matanya sudah memerah menahan gejolak saat mendengar kata demi kata dari Danira.
"Huuhhh" ..Hembusan nafas berat kyai Roslan terdengar sangat jelas.
" Jadi mereka sudah bergerak, mereka benar-benar melakukannya". Tutur Kyai Roslan dengan mata menerawang ke langit-langit rumah.
Ucapan Kyai Roslan sukses menghentikan tangisan dua wanita yang ada dihadapannya.
" Apa maksud Abah, ?"
" Apa Abah tau siapa dalang dibalik kejadian yang menimpa keluarga Danira ". cerca umi Siti pada suaminya.
" Abah tidak tahu siapa musuh yang menyerang keluarga Batara, Walaupun Abah dan Batara sudah bersahabat lama. Tapi Batara tidak pernah mengatakan siapa musuh-musuh nya."
" Saat 10 tahun yang lalu dia datang kesini menitipkan Danira, dia juga tidak menjelaskan apapun, yang dia pesan kepada Abah tolong jaga Danira dengan baik. Karena hanya disini tempat yang paling aman untuk Danira".
" Batara juga sudah membuat surat kematian palsu untuk Danira, agar bisa melindungi putrinya. Tapi sepertinya musuh Batara tidak mempercayai hal itu". jelas Abah dengan pandangan nanar, mengenang pertemuan terakhir dengan sahabat baiknya.
Danira terpaku ditempat, mendengar jawaban dari Abah " Surat kematian " lirih Danira.
Seakan masih tak percaya dengan pendengarannya.
...****************...
Sayup-sayup bisikan para santri menembus pendengaran pria tampan berpakaian rapi dengan kopiah yang bertengger di kepalanya.
" Assalamualaikum ." suara ramah mengucapkan salam.
" Waallaikumsalam salam Ustadz". jawab para santriwati sambil menundukkan pandangannya.
" Ada apa ini, kenapa kalian berkumpul disini ". tanya ustadz tampan yang bernama Ilham.
" Eh, itu, anu Ustadz, Danira sudah kembali membawa seorang bayi ustadz". jawab salah satu santriwati malu-malu.
Ustadz Ilham yang mendengar nama Danira bergegas menuju kerumahnya.
" Saya permisi dulu. Assalamualaikum". pamit ustadz Ilham tanpa menunggu jawaban.
" Iya Ust......" belum sempat mereka menjawab salam, ustadz Ilham sudah hilang dibalik tembok kelas para santri.
ustadz Ilham berjalan setengah berlari menuju rumahnya, tak menghiraukan banyaknya mata yang melihat dan mengucapkan salam untuknya.
" Umi, antarkan Danira dan Khalisa ke kamar, biarkan mereka istirahat. Perjalan jauh pasti membuat Danira lelah apalagi bayi ini dia butuh tidur dan ruang yang nyaman". perintah Abah, dan di angguki oleh istrinya.
Umi langsung mengajak Danira dan menggendong Khalisa menuju kamar mereka.
Saat Danira berjalan menaiki anak tangga dan telah memasuki kamarnya, terdengar derap langkah tergesa-gesa memasuki ruang keluarga.
" Assalamualaikum Abah". salam Ilham kepada ayahnya dengan nafas ngos-ngosan.
" Danira mana bah ?, apa benar Danira kembali membawa bayi ?". tanyanya lagi sambil mengedarkan pandangannya mencari gadis yang ia maksud. Tapi dia tak melihatnya hanya ada Abah duduk seorang diri.
"Eemmhhhh...". Abah mendengus mendengar pertanyaan anaknya .
" Iya, Dia sedang istirahat di kamarnya." ujar Abah dengan suara beratnya.
" Apa terjadi sesuatu pada Danira bah." tanyanya lagi duduk di kursi samping Abah.
" Iya, ...!! nanti akan Abah ceritakan kepadamu". jawab Abah sambil menepuk-nepuk putranya.
Ilham diam dan hanya menunggu kapan abah akan memberitahunya.
......................
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Annie Soe..
Makin penasaran ada rahasia apa di balik kejadian malam itu..
2024-12-25
0
Neulis Saja
ehm perjalanan panjang buat danira
2024-12-24
0
Siti Fatonah
ilham suka sma danira kah??
2022-09-23
2