Ghali Daniyal Bramantio, papa dari Elvan. Saat ini telah berusia 43 tahun. Dia menikah dengan mama-nya Elvan ketika berusia 18 tahun.
Papa dan Mama Elvan terpaksa menikah di usia muda karena ibunya telah hamil. Ketika acara keIulusan Sekolah Menengah Atas, Papa dan Mamanya Elvan melakukan hubungan yang mengakibatkan hadirnya Elvan di rahim mamanya.
Pernikahan mereka pada awalnya sangat bahagia karena saling mencintai. Namun, ketika usia Elvan menginjak sepuluh tahun semua berubah. Mamanya sering keluar rumah hanya untuk berkumpul dengan teman-temannya hingga ke luar negeri.
Tari, mamanya Elvan, tidak peduli lagi dengan suami dan anaknya. Dia hanya sibuk dengan dunianya saja. Mungkin Tari baru merasakan kebebasan lagi, karena menikah diusia muda waktunya banyak dihabiskan bersama anaknya.
Papa maupun Mama Elvan berasal dari keluarga mampu. Soal uang mereka tidak pernah kekurangan.
Hingga usia Elvan 24 tahun, mamanya belum juga berubah. Elvan lebih banyak menghabiskan waktu bersama bibi atau papanya jika libur kerja.
Papa dan Mama Elvan tidak tidur seranjang lagi sejak lima tahun belakangan ini. Mamanya memilih tidur di kamar tamu. Om Tio juga tidak pernah memaksa istrinya untuk harus sekamar, karena telah terbiasa di tinggal pergi hampir lima belas tahun ini.
...----------------...
"Om nggak makan? Kok lihatin aku aja," ucap Calista mengagetkan lamunan Tio.
"Masih kenyang," jawab Tio.
"Padahal steak nya enak banget." Calista makan dengan lahap tanpa rasa malu dan canggung. Dia seakan lupa masalahnya dengan Elvan.
Setelah steak di piring habis, Calista mengambil puding dan melahapnya. Tio makin kaget melihatnya.
Tio sering mendengar jika wanita nggak mau makan banyak karena takut gemuk.
"Kamu nggak takut gemuk?" tanya Tio akhirnya.
"Aku mau menambah asupan gizi, karena untuk pura-pura bahagia itu nggak mudah. Aku membutuhkan banyak tenaga."
"Kamu lucu banget," ucap Tio mengacak rambut Calista.
"Benar nih Om masih kenyang? Buat apa di pesan tadi kalau nggak dimakan."
"Malu dong kalau hanya pesan satu. Di kira mau hemat, makan sepiring berdua," ucap Tio.
"Om bisa aja. Aku minta bungkusin, mubazir kalau nggak di makan. Bisa buat makan sebelum aku kerja," ucap Calista.
"Biar Om pesankan aja buat di bawa pulang. Kamu kerja? Di mana?" tanya Om Tio.
"Di kafe, Om. Kafe tempat nongkrongnya anak muda. Di sana awalnya aku kenal Elvan. Om pasti lupa. Aku pernah ceritakan, saat pertama ketemu. Dua tahun lalu."
"Maaf, Om lupa."
"Kalau nggak kerja aku makan apa? Yang gratis cuma biaya kuliahku."
"Orang tuamu?" tanya Tio lagi.
"Sejak aku kecil, kedua orang tuaku telah tiada."
"Maaf, Om nggak tau."
"Nggak apa,Om. Kedua orang tuaku meninggal kecelakaan. Ditabrak, tapi sipenabrak lolos. Nggak dapat hukuman. Katanya sih nggak ada bukti dan saksi."
"Kamu yang sabar. Jika emang penabrak itu bersalah, walau sembunyi dimanapun, suatu saat pasti akan ketahuan. Atau dia akan dihantui rasa bersalah seumur hidupnya."
"Nggak apa, Om. Aku udah ikhlas. Telah ajal kedua orang tuaku. Aku mau pulang, mau cuci baju buat kuliah."
"Om antar ya?"
"Jangan,Om. Rumahku jauh, dan jelek. Masuk gang. Aku ngontrak di gang sempit."
"Nggak apa. Masih bisa badan Om masuk'kan."
"Pasti dong. Badan Om seksi gini,masa nggak muat. Uppss ...." Calista menutup mulutnya menyadari ucapannya yang salah.
Tio hanya tersenyum melihat tingkah polos kekasih anaknya. Dia minta pelayan membungkus dua makanan dan dua minuman. Setelah itu Om Tio mengajak Calista pulang.
Calista susah menolak keinginan Om Tio, saat pria itu ngotot mengantarnya pulang. Namun, pria itu masih tetap keras mengantarmya.
Sampai di satu gang sempit, mobil Om Tio berhenti karena Calista memintanya.
"Terima kasih, Om. Udah mau mendengar ceritaku, dan juga mengantar pulang. Aku pamit ...," ucap Calista.
Saat gadis itu akan membuka pintu mobil, tangannya ditahan Tio.
"Apa kamu nggak ada keinginan mengajak Om mampir?" tanya Tio
"Emang Om mau mampir. Rumah kontrakan aku jelek dan terpencil. Aku malu."
"Kenapa malu? Om udah sengaja pesan makanan dua, nih."
"Kalau Om nggak malu dan keberatan, mari mampir. Namun mobilnya hanya bisa sampai di sini."
"Nggak apa."
"Om nggak kerja."
"Kamu lupa? Ini hari minggu. Mana mungkin Om membuka kantor."
"Aku lupa. Ini semua pasti gara-gara anak Om. Aku terlalu marah, sakit hati dan ingin rasanya membunuh."
Mendengar ucapan Calista yang terakhir, Om Tio langsung kaget. Calista tersenyum menyadari ucapannya yang salah.
...****************...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Erna Susanti
heeem... si om mepet tyus😍😍😍
2024-07-12
0
lenong
klise tapi, bener banget👍👍
2023-09-05
1
ilyaskhais😍
simbiosis mutualisme ini mah ..😂😂😂
2023-04-25
0