Anisa mencoba menguatkan hatinya, dia yakin akan kembali lagi bertemu dengan Nino hari ini, namun Anisa memituskan akan bersikap biasa, dia juga berniat akan mengembalikan baju yang di berikan Nino saat itu, tadinya dia ingin memakai nya waktu pesta di rumah Tante Zahra namun urung di pakai karna mengetahui kebohongan Nino.
Anisa berangkat ke kantor sambil membawa paper bag di tangan nya, setelah sampai dia langsung menuju ruangan Direktur utama perusahaan yang tak lain ruangan Nino saat ini.
Tepat di depan pintu ruangan Nino, Anisa berhenti, mengambil nafas dalam2 menghirup udara sebanyak-banyaknya entah kenapa tiba2 dadanya terasa sesak saat ingin bertemu Nino.
"Tok...tok....tok!!
Anisa mengetuk pintu ruangan Nino dengan hati bergemuru, detak jantungnya mulai tidak beraturan, Anisa tetap terdiam sampai sebuah suara mengagetkan nya.
"Masuk."
Anisa pun membuka pintu dengan perlahan, saat pintu terbuka lebar pandangan keduanya bertemu, netra mereka terkunci dalam diam.
"Masuklah," ucap Nino karna melihat Anisa hanya berdiri di ambang pintu.
Lalu Anisa masuk, ternyata di ruangan itu bukan hanya Nino namun juga ada seorang pria yang tak kalah tampan dari Nino.
"Ada apa Anisa?" tanya Nino datar.
"Maaf pak, saya hanya ingin mengembalikan ini," Anisa menyodorkan sebuah paper bag, dan menaruh nya di atas meja kerja milik Nino.
"Apa ini Anisa?" Nino menatap Anisa penuh tanya, lalu tangan nya terulur mengambil sebuah paper bag yang Anisa taruh di atas meja.
"Maaf pak, saya tidak bisa menerima pemberian bapak, anda tidak usah repot2 hanya sekedar minta maaf, tanpa memberi hadiah pun saya sudah memaaf kan bapak," ujar Anisa dingin.
Nino memejamkan matanya untuk mengusir rasa kesal yang mendera pikiran nya saat ini, Nino tak mampu mengucapkan sepatah katapun lidahnya terasa keluh untuk saat ini.
"Saya permisi pak," Anisa berbalik hendak keluar namun langkahnya terhenti saat Nino memanggilnya.
"Tunggu Anisa, segitu besarkah kesalahan ku, sehingga kamu menghukumku seperti ini, tolong jang menjauhiku karna aku benar2 tidak sanggup jika kamu bersikap seperti ini, aku mohon," Nino berucap begitu lirih namun masih terdengar jelas oleh Anisa.
Anisa tetap tidak menoleh dia masih memunggungi Nino dari tadi, namun Anisa juga tidak bisa mengelak hatinya juga sakit harus menjauhi seorang pria yang berapa hari ini telah menjungkir balik kan perasaan nya, namun Anisa harus kuat, dia tidak boleh lemah, Nino telah di jodohkan, itu pikir Anisa.
Anisa tetap tidak menjawab namun air matanya terus mengalir tiada henti, Anisa keluar tanpa berpamitan, dia tidak mau Nino tahu dia sedang menangis.
Anisa berlari dari depan pitu ruangan Nino, dia berlari menuju toilet, disanalah dia menumpahkan segala sakit dan sesak di dada.
"Maaf kan aku mas, aku benar2 lemah," Anisa bergumam dalam toilet sambil bersandar di daun pintu.
Di dalam ruangan Nino mengusap wajahnya dengan kasar, dia bersandar pada kursi kejayaan nya.
"Siapa dia bro?" tanya Farhan, karna merasa heran melihat Nino sangat prustasi.
"Dia Anisa," jawab Nino singkat.
"Dia sangat cantik, boleh gak gue deketin dia?"
"Coba saja, jika lho benar2 mau gue lempar ke afrika," celetuk Nino kesal.
Farhan terkekeh dengan ucapan sahabatnya.
"Lho cinta sama dia?" tanya Farhan memastikan.
"Sangat," jawab Nino singkat.
"Kejar jangan sampai di ambil orang, atau gue sendiri yang bakal ambil dia jika lho gak bergerak cepat."
Ucapan Farhan benar2 membuat Nino semakin geram.
"Keluar lho! sebelum gue usir pakai kekerasan."
"Sorry,sorry gue keluar," ucap Farhan terkekeh, dan langsung keluar, dia geri melihat tatapan mata Nino yang seakan mau mengulitinya.
*****
Sejak saat itu hubungan antara Anisa dan Nino benar2 renggang, keduanya bagaikan orang asing yang tidak saling kenal, meskipun bertemu Anisa selalu membuang muka, begitupun sebalik nya Nino selalu bersikap dingin jika tak sengaja bertemu dengan Anisa.
Hingga rencana liburan yang sudah di tentukan telah tiba, niat hati Anisa tidak mau ikut, tapi karna bujukan dari teman2 nya ahirnya Anisa mau ikut untuk liburan.
Di sanalah akan menjadi penentu untuk cinta Nino dan Anisa, akankah mereka bersatu ataukah sebalik nya.
*****
Ke esokan harinya, semua kariawan sudah siap dengan koper mereka masing2 terutama Anisa, mereka hanya menunggu jemputan bis yang akan membawa mereka ke sebuah vila yang terletak di pinggir pantai, mereka berangkat hanya menggunakan bis karna liburan kali ini hanya di luar kota.
Semua kariawan masuk berdesakan kedalam bis yang sudah di sediakan oleh perusahaan, ada dua bis yang akan mengantar mereka sampai tujuan.
Anisa tidak kebagian kursi di bis pertama, lalu dia menuju bis yang kedua namun sama saja, hanya tersisa satu kursi yaitu di samping Nino, Anisa langsung duduk saja karna sedari tadi Nino bersandar sambil menegadahkan kepalanya keatas dan wajaknya di tutup sebuah majalah.
"Anisa benar2 tidak tahu siapa yang duduk di sebelahnya, Anisa berdiri, mengangkat koperya untuk di taruh di atas tempat duduknya, namun kakinya tak sengaja menginjak kaki Nino, Anisa terkejut, menyingkirkan kakinya dengan sedikit kasar hingga lututnya terbentur pada bagian kursi, dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh tepat di pangkuan Nino.
Majalah yang sedari tadi bertengger di wajah Nino seketika terjatuh kebawah, Nino merasa sesuatu yang berat menimpa pahanya, teflek ia membuka mata dan melihat siapa yang berani duduk di pangkuan nya.
Sepersekian detik netra mereka bertemu, saling bersitubruk,detak jantung keduanya berpacu begitu cepat, berada begitu dekat dengan Anisa membuat jiwa lelakinya muncul seketika.
Anisa menyadari hal itu, ia langsung berdiri karna merasakan sesuatu yang keras menonjol dari balik celana yang ia duduki.
"Maaf pak, saya tidak sengaja," ucap Anisa penuh sesal dan gugup.
"Tidak apa2," jawab Nino datar, namun dalam hati Nino begitu bergemuruh, baru kali ini dia memangku seorang wanita dan wanita itu adalah orang yang sangat ia cintai.
Jadi jangan salahkan Nino jika benda pusakanya benar2 meronta saat itu juga.
Anisa duduk di kursinya dengan perasaan canggung, hening di antara mereka berdua, tak ada yang memulai pembicaraan.
Detak jantung mereka berdua bertalu dengan cepat, Nino merasakan celananya semakin sesak, namun apalah daya dia tidak bisa berbuat apa2, hanya untuk membetulkan posisinya saja ia enggan, Nino benar2 tersiksa dengan posisinya sekarang, diman benda pusakanya sedang terhimpit oleh pahanya sendiri.
Dengan sedikit keberanian Nino berdiri,dia berniat untuk pergi ketoilet hanya sekedar membetulkan posisi benda pusakanya yang saat ini sedang tidak baik2 saja.
"Permisi," ucap Nino karna ingin melewati Anisa.
Anisa langsung menyingkir untuk memberikan jalan untuk Nino lewat.
"Terima kasih."
"Iya sama2."
Nino berjalan cepat menuju toilet, ahirnya dia berasa lega sesampainya di toilet, dia dengan leluasa membenarkan posisi benda pusakanya yang sedari tadi menjerit, Nino hanya membetulkan tidak untuk memuaskan, jadi benda itu tetap mengeras hingga Nino keluar dari toilet.
Melihat Nino berjalan mulai mendekat, Anisa langsung berdiri dari duduknya dia membei jalan supaya Nino bisa duduk kembali di kursinya semula.
Hening kembali menyelimuti suasana di antara keduanya, perjalanan yang mereka tempuh cukup lama, berangkat jam tinga sore mungkin akan sampai tengah malam, mereka terpaksa harus tidur di dalam bis.
Setelah semuanya berkumpul dan sudah masuk ke dalam bis, sang supir memutuskan untuk segera berangkat karna sebentar lagi malam akan segera tiba.
Keduanya hanya diam tanpa berniat untuk ngobrol, berbeda dengan kursi sebelah dan kursi belakang, mereka semua nampak sangat bahagia dengan saling berceritan dan bercanda satu sama lain, berbeda dengan Anisa dan Nino yang hanya diam seribu bahasa.
Kini Nino sudah merasa tenang karna benda pusakanya sudah bisa di jinakkan dengan selalu membaca istigfar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments