Bab 12 : TERPERANGKAP

Vega menjerit histeris kala indera pendengarannya terasa penuh dengan jeritan meminta tolong yang berasal dari dalam kelas. Kedua daun telinga ia tutup dengan telapak tangan. Matanya terpejam rapat. Seluruh tubuhnya sudah terasa berkeringat. 

Akan lebih baik rasanya bertemu dengan pembunuh berdarah dingin, dibanding dengan puluhan makhluk asing dengan bentuk mengerikan. 

"Vega! Vega!" Panggilan nyaring itu membuat Vega tersadar dan membuka mata. Tangannya yang menutup telinga perlahan terlepas. Ia memberanikan diri menoleh kepada seseorang yang baru saja menepuk bahunya sedikit keras. 

Seluruh beban dan ketakutan yang sempat memenuhi batin Vega perlahan sirna. Bu Santy, guru yang terkenal galak itu menatapnya penuh tanya. Vega mengarahkan pandangan ke dalam kelas. Seisi kelas, termasuk Sisil dan Rena menatapnya heran. 

"Ada apa dengan kamu? Kenapa teriak-teriak kayak lihat setan?" tanya Bu Santy yang nada bicaranya memang selalu terdengar ketus. 

Vega masih berusaha mengatur napas yang memburu. Setelah merasa lebih baik, ia menatap Bu santy. "Saya tidak apa-apa, Bu. Cuma salah lihat tadi," jawabnya, sambil mengusap keringat. 

"Jangan banyak alasan kamu! Jangan jadikan keanehan kamu ini untuk selalu terlambat ke kelas." Wanita bertubuh gemuk itu menatap gadis belia di hadapannya penuh selidik. Pergelangan tangan Vega yang terbalut perban membuat keningnya berkerut. "Tangan kamu kenapa?" 

"Ini kemarin jatuh di kamar mandi, Bu. Kena pecahan kaca," jawab vega, menunjukkan pergelangan tangan ke hadapan Bu Santy. 

"Ya sudah, sekarang masuk ke kelas. Ingat ya, sekali lagi kamu telat, saya akan minta kamu membersihkan toilet di belakang asrama seperti kemarin." 

"Baik, Bu. Saya ngerti." 

Dengan langkah gontai, Vega segera beranjak menuju bangku. Sebelumnya, ia meneliti seisi kelas demi memastikan tak ada lagi makhluk lain selain manusia di dalam sana. 

"Vega, kamu dari mana saja semalam? Aku sama Rena bangun cari kamu tapi nggak ada," bisik Sisil. 

"Ceritanya panjang, Sil. Nanti jam makan siang aku ceritakan," balas Vega. Sesekali melirik Bu Santy yang sedang memberi penjelasan sambil menulis di papan. 

**** 

Jam makan siang pun tiba. Vega dan kedua temannya sudah berada di ruang makan. Baik Sisil dan Rena begitu terkejut mendengar apa yang baru saja diceritakan Vega. Tentang pengalaman aneh dan mengerikan yang terjadi semalam, juga tentang cerita Mbak Andin perihal kebakaran besar yang terjadi 17 tahun lalu. 

Rena bergidik ngeri saat Vega menunjukkan bekas cakaran di bagian leher. Sedangkan Sisil lebih terlihat tenang dan tak banyak berkomentar. 

"Aku harus cari tahu apa penyebab kebakaran yang terjadi 17 tahun lalu. Juga tentang para siswi yang menjadi korban dalam kebakaran itu, terutama Icha." 

"Tapi bagaimana caranya?" tanya Rena. Gadis polos nan lugu itu menatap kedua temannya bergantian. 

"Aku nggak tahu. Mbak Andin nggak mau cerita. Dia juga bilang semua data siswa di sekolah ini ikut terbakar dalam kejadian itu." 

Kening Sisil tampak berkerut mendengar ucapan Vega. "Terbakar?" 

Vega mengangguk sebagai jawaban. 

"Yakin ikut terbakar?" Kali ini Sisil menatap Vega lekat. Menyadari reaksi Sisil, Vega menebak jika sahabatnya itu tahu sesuatu. 

Ingatan Sisil pun berputar ke masa lalu. Hari itu ia masih terbilang siswa baru. Suatu hari Bu Santy pernah memintanya mengembalikan buku ke perpustakaan. Sesaat setelah mengatur buku di rak, ia mendengar suara aneh yang berasal dari sebuah ruangan kecil di dalam perpustakaan. 

Terbelenggu oleh rasa penasaran, Sisil mendekati pintu ruangan yang ternyata tidak terkunci. Dan entah dorongan dari mana ia memberanikan diri memasuki ruangan gelap tersebut. Pandangannya memutar ke kanan dan kiri. Seluruh ruangan itu dipenuhi oleh data-data lama sekolah. 

"Kamu pasti tahu sesuatu, kan, sil?" tanya Vega, mengguncang pelan bahu sisil. Membuat gadis itu tersadar dari lamunan. 

Sisil menganggukkan kepala pelan. Wajahnya masih terlihat datar. "Mbak Andin bohong. Semua data lama sekolah, termasuk data para siswi ada di ruangan kecil di belakang perpustakaan. Tapi ruangan itu sekarang dikunci. Tidak ada yang bisa masuk ke sana." 

"Siapa yang pegang kuncinya?" tanya Vega penasaran. 

"Tidak tahu. Mungkin Bu Arum. Tapi ... aku agak heran, kenapa Mbak Andin sampai bohong dan bilang semua data siswi ikut terbakar?" 

"Aku juga tidak tahu, sil. Mbak Andin juga meminta aku untuk meninggalkan asrama ini dan pulang ke rumah Om Bram." 

"Apa mungkin Mbak Andin terlibat dalam kebakaran itu? Kenapa dia sendirian selamat?" Pertanyaan polos Rena membuat seluruh tubuh Vega meremang. Ia mencoba menarik benang merah dari setiap kejadian aneh yang terjadi. 

Semalam, secara misterius Mbak Andin juga mengaku menemukan dirinya pingsan di paviliun, lalu  tiba-tiba memintanya untuk meninggalkan asrama dan pulang ke rumah. 

"Aku harus cepat cari tahu  tentang ini." 

Vega melirik ke arah taman. Dari sana ia dapat melihat Mang Syarif yang sedang membersihkan taman dari daun kering yang berjatuhan.

Pria paruh baya itu tampak tertatih-tatih mengumpulkan dedaunan dan membakarnya.

"Kira-kira Mang Syarif punya kunci cadangan seluruh sekolah ini tidak, ya?"

.

.

.

   

Vega mengendap-endap memasuki perpustakaan sore itu. Berbekal kunci cadangan yang ia ambil secara diam-diam dari pos penjaga Mang Syarif, saat empunya sedang membersihkan taman.

Sesuai dugaan Vega sebelumnya, ternyata Mang Syarif memiliki kunci duplikat seluruh ruangan di sekolah.

 Suasana tampak temaram. Penerangan hanya mengandalkan cahaya dari celah ventilasi ruangan. Vega segera melangkah menuju bagian paling belakang perpustakaan.

Benar kata Sisil, di sana ada ruangan berpintu yang tampak terkunci rapat.

"Tapi kuncinya yang mana?" Vega bermonolog, sambil meneliti kunci satu persatu. Hingga akhirnya, salah satu kunci ternyata cocok. Pintu ruangan itu pun terbuka.

Aura mencekam terasa begitu pekat kala pintu terbuka. Hanya ada bau debu dari sana. Meski begitu, ruangan tersebut tampak sangat rapi. Buku-buku tertata dengan baik di rak.

Vega menyalakan senter yang juga ia ambil dari pos Mang Syarif dan memeriksa satu persatu setiap rak yang dilewatinya. Beberapa data siswi di tahun sebelum terjadi kebakaran sempat ia buka.

"Ini dia!" Vega bernapas lega saat menemukan rak yang dipenuhi dengan map dengan keterangan tahun di mana kebakaran besar terjadi di asrama.

Gadis belia itu membuka beberapa lembar pertama. Semua data siswi disimpan dalam satu map. Setidaknya, ada 46 siswi yang terdata di sana.

"Berarti dari 46 siswi hanya Mbak Andin yang selamat?" gumamnya.

Vega masih membuka halaman demi halaman. Berharap menemukan data diri Icha di sana. Hingga akhirnya, sebuah foto hitam putih ia temukan menyerupai wajah Icha.

"Ini dia!"

Baru saja akan membaca data diri Icha, sudah terdengar suara seperti benda menyeret ke lantai.

...****...

Terpopuler

Comments

Wati_esha

Wati_esha

Suara apa itu ya?

2023-11-08

0

Wati_esha

Wati_esha

Andin terlibat dalam kebakatan asrama?

2023-11-08

0

Wati_esha

Wati_esha

Sil, apa yang kamu ketahui?

2023-11-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!