"Apa alasan Mbak Andin menyembunyikan semua fakta tentang Icha?"
Pertanyaan itu memenuhi pikiran Vega yang kini sudah terbaring di ranjang susun kamarnya. Hampir dua jam ia membolak-balikkan tubuhnya. Semua teman sekamarnya sudah terlelap. Namun, Vega tak kunjung dapat memejamkan mata.
Ada teka-teki besar yang begitu sulit diurai dengan logika. Rentetan kejadian yang dialami Vega sejak menghuni asrama itu boleh dikata aneh dan tak masuk akal. Ia yang sebelumnya tak mempercayai keberadaan makhluk astral kini mulai meyakini bahwa mereka memang ada di sekitarnya.
Vega hanya berharap dapat membuka tabir misteri agar segera terbebas dari gangguan-gangguan makhluk asing dan dapat kembali hidup normal. Bukan dalam ketakutan seperti sekarang ini.
Baru saja kelopak mata Vega akan terpejam, sudah terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya terlonjak. Bukan ketukan biasa, melainkan seperti hendak mendobrak.
"Siapa itu?" Seketika rasa kantuk yang sempat dirasakan Vega hilang. Dadanya bergemuruh hebat, sepasang netranya melebar menatap pintu. Tubuhnya gemetar seraya memeluk selimut di dada.
Ketukan semakin kencang seolah mampu merobohkan pintu kokoh yang terbuat dari kayu bayam itu. Vega melirik kedua temannya. Anehnya, baik Sisil maupun Rena tampak sangat lelap, seolah tak terganggu dengan suara keributan itu.
"Sisil ... Rena ...." Gemetar suara Vega memanggil, namun dua gadis itu tak mendengar.
Brak!
Tiba-tiba pintu terbuka disusul dengan kemunculan seorang gadis berseragam sekolah yang berdiri di ambang pintu. Tubuhnya kurus kering, rambutnya menjuntai ke depan menutupi wajah dan kulit tangannya putih pucat.
"Mau apa kamu?" teriak Vega dengan napas tersengal-sengal.
Detik itu juga, gadis berseragam tersebut mendekat. Anehnya, ia sama sekali tak menapakkan kaki di lantai. Vega beringsut mundur, panik menatap kedua temannya. Ingin berteriak meminta tolong, namun lidahnya seperti kaku dan tak dapat bergerak. Seluruh tubuhnya sudah gemetar dan lemas.
Sekuat tenaga Vega mempertahankan selimut yang seolah ditarik paksa oleh hembusan angin, hingga terlepas dari tubuhnya dan teronggok di lantai.
Vega memberanikan diri menatap sosok asing itu kala hembusan angin menyibak rambut dan menampilkan wajah penuh luka sayatan yang dalam.
"Aaa!" jerit Vega tatkala merasakan seluruh tubuhnya meremang. Akan lebih baik baginya jika bertemu dengan pembunuh berdarah dingin dibanding harus berhadapan dengan makhluk mengerikan di hadapannya.
Tubuh Vega bangkit. Entah dorongan dari mana, kakinya seolah bergerak dengan sendirinya, mengikuti makhluk yang berjalan di hadapannya bak anak ayam yang mengikuti sang induk.
Vega tak tahu kemana arah dan tujuannya. Satu hal yang ia pikirkan sekarang, mungkinkah hidupnya akan berakhir di sekolah asrama ini?
"Sisil, Rena, Mbak Andin ... tolong!" jeritnya dalam batin. Bahkan untuk sekedar berteriak pun tak dapat ia lakukan.
Air mata mulai menggenang di bola matanya, kakinya terus melangkah melewati lorong-lorong sunyi dan gelap, hingga tiba pada rerumputan tinggi tak terawat menuju pavilun. Tubuh kurus yang berjalan tepat di hadapannya seolah tak memberi ampun.
Pintu tua dan lapuk itu terbuka menimbulkan suara debuman. Kakinya perlahan bergerak masuk. Suara-suara bisikan dan jeritan di dalam ruangan itu seolah menyambutnya dalam permainan kematian. Suasana mencekam bercampur dengan bau amis darah.
Tubuh Vega luruh ke lantai. Ia baru mampu menggerakkan tubuhnya sendiri. Kakinya terasa pegal seperti baru saja terbebas dari cengkraman kuat. ia bernapas lega. Sekarang ia bisa melarikan diri dari sana.
Namun, saat mendongakkan kepala, di hadapannya sudah ada puluhan siswi dengan pakaian seragam yang sama dengan bentuk wajah berbeda-beda.
Ada yang wajahnya datar, ada pula yang rusak seperti terbakar.
Vega sudah tak memiliki kekuatan lagi untuk berteriak meminta tolong. Tubuhnya terangkat ke udara.
Sosok tangan tak bertuan mencengkram lehernya kuat, membuat napasnya mulai tersengal.
.
.
.
Mbak Andin duduk termenung di ruangannya sambil memandangi album foto. Malam ini ia tak dapat memejamkan mata. Terlebih, setelah Vega memperlihatkan sketsa wajah Icha.
Pengakuan Vega yang melihat wajah Icha setiap kali bercermin menciptakan tanda tanya besar di benaknya.
Suasana mencekam dirasakan wanita itu kala mendapati bercak cairan merah di foto Icha. Jarinya mengusap permukaan gambar. Dar@h yang menempel di sana tampak masih segar.
Tiba-tiba ....
Suara debuman pintu membuat Mbak Andin terlonjak. Angin kencang menerobos melalui pintu dan jendela.
Baru akan bangkit dari untuk menutup pintu, kehadiran sosok tak asing di ambang pintu sudah mengejutkannya.
Mbak Andin terpaku di tempatnya berdiri.
Sosok familiar yang menggunakan seragam sekolah asrama dengan wajah sangat pucat, rambutnya panjang tergerai, tatapannya memelas, seperti sedang meminta tolong. Ada cairan bening yang mengalir melalui matanya.
"Icha?"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Hera Imoet
banyak rahasia nih... kepo AQ.. kasih tau dunk ....😁🤭
2024-05-03
0
Wati_esha
Vega seolah dibawa paksa & disidang oleh "mereka" lalu Icha minta bantuan Andin?
2023-11-08
0
Wati_esha
Mengapa Icha menampakan diri pada Andin malam itu?
2023-11-08
0