"Dari mana kamu mendapatkan sketsa wajah ini?" tanya Mbak Andin setelah mampu mengembalikan akal sehatnya yang sempat membuyar.
"Saya yang buat ini, Mbak," lirih Vega, membuat bola mata Mbak Andin kembali melebar. Tangannya gemetar memungut buku milik Vega. Untuk beberapa saat ia terdiam memandangi sketsa wajah itu.
"Kamu kenal orang ini?"
Vega menggelengkan kepala. Jangankan mengenal, melihat secara langsung pun sama sekali belum pernah. Dan tiba-tiba saja bayangan wanita itu selalu datang menghantuinya.
"Saya tidak kenal. Anehnya, saya sama sekali tidak bisa menggambar, Mbak. Tapi tangan saya gerak sendiri tadi. Saya juga dengar banyak suara teriakan minta tolong." Jawaban Vega membuat Mbak Andin kehilangan kata-kata. Sorot matanya penuh tanya.
"Terus?"
"Saya lari toilet dan lihat di cermin pantulannya bukan wajah saya, tapi orang ini." Vega menunjuk sketsa wajah di pangkuan Mbak Andin. "Mbak, tolong saya ... saya takut."
"Kamu tenang dulu. Kita akan cari solusinya sama-sama. Sekarang saya akan obati luka kamu dulu."
"Iya, Mbak," jawab Vega pasrah.
Mbak Andin segera mengambil kotak obat yang tersedia di ruangan itu. Sebelum mengobati, ia memastikan terlebih dahulu tidak ada luka sobekan yang butuh penanganan dokter. Dengan sangat hati-hati, ia membersihkan sisa cairan merah yang menempel di lengan gadis itu.
Vega harus beberapa kali merintih kala merasakan sensasi perih saat Mbak Andin mencabut pecahan-pecahan kaca kecil yang menancap di kulit lengan.
"Auh ... sakit, Mbak!"
"Tahan ya ... Ini banyak pecahan kecil. Saya harus ambil satu persatu." Sambil sesekali meniup bagian yang luka demi mengurangi rasa perih.
Vega menatap wanita itu lekat. Di antara semua rasa gundah dan takut, setidaknya ia bersyukur, karena di sekolah yang baginya seperti penjara menakutkan itu ada Mbak Andin. Sosok wanita baik hati dan perhatian yang selalu membantunya.
"Terima kasih, Mbak," ucap Vega sesaat setelah Mbak Andin selesai mengobati lukanya.
"Sama-sama." Ia meletakkan kembali kotak obat, lalu membuka laci meja nakas. Mbak Andin mengeluarkan sebuah album foto dari sana.
Sementara Vega menyorot penuh tanya saat Mbak Andin membuka lembar demi lembar album foto tersebut.
"Vega ... saya tidak tahu kenapa kamu bisa membuat sketsa wajah ini. Tapi, orang yang kamu gambar itu mirip dengan Icha. Dia siswa lama di sekolah ini." Ia menggeser album foto agar Vega dapat melihat.
Vega seketika tersentak dengan bola mata membulat. Foto yang sekarang ditatapnya memang adalah orang yang sama dengan wanita yang kerap hadir di mimpinya.
Sekali lagi, ia bangkit dan berdiri di depan cermin. Membandingkan wajah yang terlihat pada pantulan cermin dengan foto di tangannya.
Sama persis.
Vega tak tahu harus tertawa atau menangis. Satu-satunya yang ia rasakan hanyalah suasana mencekam. Seolah ada lubang besar tak terlihat yang siap menelannya kapan saja.
"Sebenarnya dia siapa, Mbak? Kenapa fotonya ada sama Mbak Andin?" Pertanyaan itu menjadi yang pertama kali terucap dari bibir Vega, di antara ribuan pertanyaan lain yang memenuhi otaknya.
"Icha adalah siswi lama di sekolah ini," jawabnya.
"Siswi lama?" Vega menatap Mbak Andin lekat. Tatapannya menyiratkan keingintahuan besar.
"Iya, Vega ... Icha menjalin hubungan dengan laki-laki yang merupakan anak musuh orang tuanya. Untuk menjauhkan mereka, Icha dikirim ke asrama ini. Tapi beberapa bulan kemudian Icha menghilang secara tiba-tiba dan tidak pernah kembali lagi sampai sekarang."
Tanda tanya semakin memenuhi pikiran Vega. Semua fakta yang ia temukan membuat kepalanya berdenyut. Lalu, mengapa bayangan Icha selalu mendatanginya? Apa yang inginkan? Ada hubungan apa antara mereka? Pertanyaan itu terus bermunculan.
"Mbak Andin kenal baik sama Icha?"
Mbak Andin mengangguk. "Mbak satu kamar sama Icha dulu."
"Berarti Mbak Andin tahu banyak tentang Icha? Bisa ceritakan ke saya?"
Keramahan yang terpancar di wajah Mbak Andin seketika berubah menjadi tegang. Vega pun dapat melihat dalam hitungan detik, Mbak Andin sudah terlihat murung. Ada kesedihan yang tak dapat ia sembunyikan.
"Kalau untuk itu saya tidak bisa cerita banyak. Maaf ya, Vega. Seperti yang sebelumnya saya beritahu. Kamu harus bersikap seperti orang yang buta, tuli dan bisu kalau mau selamat."
"Berarti ada sesuatu yang lain di sekolah ini kan, Mbak?" Pertanyaan menuntut itu membuat Mbak Andin kehilangan kata. Ia seperti terjebak dalam ucapannya sendiri.
"Sudah, kamu tenang saja. Semuanya akan baik-baik saja."
Vega menghembuskan napas panjang. Semua pertanyaan yang memenuhi benaknya tertahan di bibir.
Ia kembali menatap wajah gadis bernama Icha itu. Kemudian membuka lembar terakhir dari album foto milik Mbak Andin.
Sepasang mata lelah itu kembali membeliak kala menemukan sebuah foto kebersamaan Icha dan seorang gadis belia dengan seragam khas asrama. Vega ingat betul wajah itu. Sosok gadis yang ada di ruangan yang sama saat Icha menjalani persalinan. Gadis yang terus menemani dan menenangkan Icha.
"Ini siapa, Mbak?" tanyanya seraya menunjuk foto.
Wanita itu memulas senyum tipis. "Kamu tidak kenali? Itu saya ... saya dan Icha bersahabat sejak masuk ke sekolah ini."
Bagai tersambar petir, tubuh Vega bergetar hebat. Napasnya tertahan. Seolah bongkahan batu besar menghimpit dadanya. Bahkan udara di sekitar seolah tak cukup untuknya bernapas.
"Berarti Mbak Andin yang ada di mimpiku dan menemani Icha melahirkan bayi perempuan itu. Apa ini artinya Mbak Andin sedang merahasiakan sesuatu?"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Dia_Ana
wajah icha dan vega memang sama dari awal apa gimana?
2024-12-13
0
Dia_Ana
apa andin gaksadar kalau wujud vega mirip icha?
2024-12-13
0
Wati_esha
Andin memang merahasiakan sesuatu, Vega.
2023-11-08
0