Jantung Vega berdentam lebih cepat. Seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Adrenalin terpompa deras. Seketika akal sehatnya hilang entah ke mana.
Hanya jeritan yang memenuhi ruangan berukuran 3x3 meter itu. Ketakutan, kesedihan dan amarah menyatu. Vega seolah kehilangan kemampuannya untuk berpikir jernih. Yang ia inginkan hanyalah, berharap semua ini hanya mimpi dan akan segera terbangun.
Namun, pada kenyataannya apa yang tampak dalam pandangannya sekarang tak kunjung sirna. Sosok wajah asing nan datar itu tak juga pergi.
"Jangan ganggu saya!" teriaknya penuh amarah.
Tak tahan lagi, Vega menabrakkan tubuh lunglainya pada cermin. Tangannya menghantam permukaan kaca itu bertubi-tubi hingga membentuk garis-garis retak. Dan setiap pecahan itu meninggalkan bercak merah yang menetes.
Vega menggila dan kehilangan arah. Menjerit, menangis bahkan meraung. Ia bahkan tak lagi memerdulikan rasa sakit atau perih kala pecahan kecil tertancap di lengannya.
"Tolong pergi dan jangan ganggu saya lagi," lirihnya tanpa menghentikan hantaman pada cermin.
"Vega!" Panggilan Mbak Andin tak lantas menghentikan aksi gadis itu menghantamkan kedua lengannya pada cermin. Vega seolah tak mendengar suara di sekitarnya. Ia hanya terfokus dengan bayangan di cermin yang ingin ia lenyapkan.
Secepat kilat Mbak Andin melesat masuk. Menarik tubuh lemah itu dan memeluknya. Setengah sadar Vega masih berusaha memberontak. Namun, tubuh lemahnya kalah oleh kesadaran Mbak Andin.
Keduanya terduduk di lantai, namun Mbak Andin tak melepas pelukan. Berusaha menenangkan gadis itu.
"Tenang, Vega. Istighfar!" bisiknya ke telinga seraya menuntun Vega menyebutkan kalimat itu.
Hingga perlahan-lahan, kesadaran Vega mulai kembali. Tatapannya tak lagi kosong seperti saat Mbak Andin menemukannya. Meski begitu, wajahnya masih terlihat seperti mayat hidup, juga napasnya yang masih memburu.
Tangan Mbak Andin terangkat membelai puncak kepala. Ia rapikan rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu dan menyelip ke belakang telinga.
"Mbak Andin saya takut," lirihnya, lalu merebahkan kepalanya di bahu Mbak Andin. Vega terisak-isak, membuat wanita itu mengusap punggungnya.
"Coba tenang dulu, jangan takut!"
Mbak Andin menunggu beberapa saat hingga Vega terlihat lebih tenang, barulah ia menuntun gadis itu untuk bangkit dan meninggalkan toilet.
Tadi, Mbak Andin sedang menuju ke Ruang Kesehatan tempatnya bertugas, ketika tanpa sengaja mendengar suara teriakan yang berasal dari toilet. Sehingga ia segera memeriksanya.
"Minum dulu." Mbak Andin memberi segelas air putih setelah mendudukkan Vega di kursi.
Gadis itu menghela napas panjang setelah meneguk segelas air hingga tak bersisa.
"Kamu merasa lebih baik?" tanya Mbak Andin diikuti anggukan oleh Vega. "Boleh Mbak tahu kamu kenapa?"
Vega terdiam beberapa saat. Bayangan-bayangan tadi kembali terlintas di benaknya. Ia baru tersadar ketika merasakan tepukan lembut Mbak Andin pada bahunya.
"Saya takut, Mbak. Mereka selalu mengikuti saya," jawabnya dengan suara gemetar.
"Siapa?" Kedua alis Mbak Andin saling bertaut membentuk busur panah. Vega menggelengkan kepala pelan. Bola matanya tergenang oleh cairan bening.
"Saya tidak tahu. Tapi mereka ada dan nyata." Vega bangkit dari kursi dan beranjak menuju sebuah cermin kecil yang menggantung di dinding. Menatap pantulan dirinya dari sana. Sepasang netra sayu itu pun terpejam kala mendapati sosok asing. "Dan setiap saya bercermin, bukan wajah saya yang terlihat."
Mbak Andin merasakan tubuhnya meremang saat itu juga. Ingin memastikan, ia pun berdiri di samping Vega dan menatap pantulan gadis itu di cermin. Tetapi yang dilihatnya tetaplah wajah Vega.
"Tapi saya bisa melihat wajah kamu di cermin."
Vega menatap Mbak Andin. Kelopak matanya mengerjap bersamaan dengan cairan bening yang mengalir.
"Tolong saya, Mbak."
"Saya pasti bantu kamu." Ia mengusap bahu, lalu menuntun Vega untuk duduk kembali. "Bisa kamu kasih tahu saya seperti apa bayangan yang kamu lihat di cermin?"
Mendapat pertanyaan itu, Vega pun meraih buku miliknya. Membuka lembar demi lembar hingga menemukan gambar sketsa wajah buatannya.
"Dia!" ujarnya seraya menyerahkan buku ke tangan Mbak Andin.
Bola mata Mbak Andin seketika melebar menatap sketsa wajah yang ditunjukkan vega. Cairan bening lolos begitu saja. Seluruh tubuhnya mendadak lemas tak bertenaga, membuat buku di tangannya terjatuh ke lantai.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Hera Imoet
celemmm... 🫣
2024-05-03
0
Wati_esha
Untung Andin mendengar teriakan Vega.
2023-11-08
0
Wati_esha
Tq update nya.
2023-11-08
0