Kelopak mata Vega terbuka secara perlahan. Masih dalam keadaan setengah sadar, ia memposisikan tubuhnya duduk di lantai. Pandangannya berkeliling. Kini ia tengah berada di sebuah ruangan yang terasa asing.
"Kenapa aku di sini? Tadi kan lagi membersihkan toilet."
Gadis belia itu terdiam beberapa saat. Lalu menatap langit melalui jendela kaca. Malam itu bulan bersinar terang. Sangat indah.
Tetapi suara rintihan yang berasal dari sebuah ruangan tertutup mengalihkan perhatiannya. Vega menajamkan pendengaran. Dari sana ia dapat mendengar suara seorang wanita yang sedang merintih kesakitan.
"Suara siapa itu?"
Perlahan kakinya melangkah mendekat. Benar saja, suara ringisan itu berpusat dari dalam sana. Agak ragu Vega memutar gagang pintu, hingga perlahan terbuka menyisakan celah bagi kedua matanya untuk mengintip.
Bola matanya bergerak ke kiri dan kanan. Penglihatannya menangkap seorang wanita yang tengah terbaring di atas sebuah ranjang kecil. Meringis sambil memegang perutnya yang membesar. Seperti akan menjalani persalinan. Di sisinya ada seorang gadis yang masih menggunakan seragam sekolah asrama. Ia menggenggam tangan wanita muda yang tengah terbaring itu. Terlihat sedang berusaha menenangkan.
Melihat dari wajah keduanya, Vega dapat menebak bahwa usia mereka tak jauh darinya.
"Bu ... tolong Icha tambah kesakitan!" teriaknya kepada seorang wanita berpakaian putih menyerupai seorang perawat, yang sedang mempersiapkan sesuatu.
"Iya, tunggu! Sepertinya sudah mau lahir."
Bola mata Vega membulat seketika kala wanita itu menoleh ke arahnya. Tubuhnya terjengkang ke depan hingga ambruk membentur lantai. Anehnya, orang-orang di dalam seperti tak menyadari keberadaannya. Vega bahkan berdiri tak jauh dari sosok wanita yang tengah mengerang kesakitan itu.
Mereka seperti berada di dunia yang berbeda.
Hingga beberapa saat berlalu, terdengar suara tangis bayi melengking. Vega menutup kedua telinga dengan telapak tangan. Betapa tangisan itu terasa menusuk ke telinga.
"Icha, bayi kamu perempuan," ucap gadis belia berseragam asrama tadi.
"Tolong aku, Din!" ucapnya memelas.
Vega masih mematung di tempatnya berdiri, ketika kehadiran sosok wanita dengan jubah hitam menciptakan suasana mencekam.
Ia merenggut bayi mungil dari tangan sang ibu. Kemudian membawanya keluar sambil tertawa.
Seketika tubuh lemah setelah persalinan itu luruh ke lantai, merayap sambil meminta anaknya. Namun, wanita dengan jubah hitam tersebut tiada peduli.
"Jangan! Tolong kembalikan!" pintanya memelas.
Vega merasakan sesuatu yang basah mengalir di pipinya. Satu tangannya terangkat mengusap wajah. Tubuhnya pun terasa meremang, kala menatap sisa cairan berwarna merah yang menempel di jari.
Di susul dengan wanita yang sedang merayap ke lantai, yang sedang menyentuh kedua kakinya.
"Jangan!" teriak Vega. Bangun terduduk di atas ranjang.
"Kamu sudah bangun?" Sapaan itu membuat Vega tersadar. Napasnya memburu, keringat membasahi seluruh tubuh. Jantungnya berdegub sangat cepat seolah baru saja melakukan aktivitas berat.
Ia baru tersadar sepenuhnya.
"Yang tadi cuma mimpi, ya?"
Vega menatap Rena dan Sisil, dua teman sekamarnya yang juga menatap dirinya penuh tanya. Ia hembuskan napas panjang.
"Kenapa aku di sini?" tanyanya.
"Tadi kamu pingsan di toilet belakang. Untung ada Mbak Andin yang lihat kamu," jawab Rena. "Memang kenapa sih kamu bisa pingsan?"
Ingatan berputar dalam benak Vega. Ia masih dapat mengingat dengan jelas kejadian mengerikan tadi di toilet bekas di belakang asrama.
"Aku lihat sesuatu yang aneh di toilet. Ada anak yang gantung diri," bisiknya, membuat Rena bergidik.
"Jangan sembarangan, Vega! Kamu jangan bikin kita takut," sambar Rena.
"Aku nggak bercanda. Memang tadi aku lihat ada orang gantung diri di toilet."
"Tidak usah pedulikan apapun yang kamu lihat selama berada di asrama ini," potong Sisil. Membuat Vega dan Rena menatapnya.
"Memang kenapa, Sil? Kamu tahu sesuatu tentang sekolah ini?"
Sisil, seorang gadis pendiam dan irit bicara itu mendekat dan duduk di sisi Vega.
"Kejadiannya tahun lalu. Aku baru di asrama ini. Hari itu aku disuruh Bu Santi mengembalikan buku ke perpustakaan. Aku tidak sengaja melihat ibu kepala asrama jalan sendirian."
"Ke mana?" tanya Vega penasaran.
"Paviliun."
Spontan bola mata Vega dan Rena membelalak. Paviliun adalah tempat terlarang di asrama putri tersebut. Bahkan telah diperingatkan sejak hari pertama Vega menginjakkan kaki ke asrama.
"Kamu serius, Sil?"
Sisil mengangguk. "Aku melihat Bu Arum membakar dupa. Dia menusuk ayam cemani dengan keris. Setelah itu aku langsung pergi karena takut ketahuan sama Bu Arum. Aku tidak pernah cerita ke siapa-siapa karena ingat pesan Mbak Andin."
"Memang apa pesan Mbak Andin?"
"Kalau mau selamat di asrama ini harus jadi orang yang buta, tuli dan bisu. Apapun yang kamu lihat dan dengar, harus kamu abaikan."
*****
Halo teman-teman. Ini adalah karya tema horor untuk meramaikan event lomba menulis horor.
Mohon dukungan dengan like dan komentar ya.
Semoga terhibur. 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Dia_Ana
sisil yang adiknya juno kh ini
2024-12-13
0
Wati_esha
Andin, sengaja mencari Vega atau tak sengaja menemukan Vega? Kemana tujuan Andin?
2023-11-07
0
Wati_esha
Ibu Kepala Asrama, Arum, terlibat pemujaan atau apa?
2023-11-07
0