Darto Pov
Masuk ke dalam kamar, aku tak langsung merebahkan diri di atas tempat tidur. Ku putuskan untuk duduk di balkon kamarku. Menatap langit yang malam ini tak menampakkan Bintang karena tadi sore hujan turun lumayan deras.
Mengingat perbincanganku dengan Alya tadi, aku tak menampik semua yang dikatakan Alya. Memang benar, harusnya aku jujur pada Tari bagaimana masa laluku. Tak adil rasanya jika aku terus menyembunyikan semua hal dari Tari.
Tadinya aku berfikir tak masalah jika Tari tak mengetahui masa laluku. Namun, lagi-lagi apa yang di katakan Alya benar adanya. Sebuah hubungan harus dilandasi dengan kejujuran dan kepercayaan. Jika saja hubungan itu tak di dasari oleh keduanya, pasti ujung-ujungnya hubungan ku dengan Tari akan berakhir sama. Yaitu dengan perpisahan.
Sudah cukup sakit dan luka yang dirasakan Tari dari masa lalunya. Dan aku tak ingin menambah dan menorehkan luka baru di hati dan hidupnya. Cinta dan kasih sayangnya telah di sia-siakan oleh orang yang salah. Dan aku tak ingin menjadi orang yang sama, orang yang menyia-nyiakan Cinta dan sayang Tari.
Apalagi jika Tari mengetahui masa laluku dari orang lain. Pasti, luka di hatinya akan semakin dalam. Dan bisa saja, perjuanganku selama ini untuk mendapatkan hatinya akan berakhir dengan sia-sia. Ah, itu tidak boleh terjadi. Bagaimana pun, aku tak ingin kehilangan Tari dan juga Adam. Sebisa mungkin, aku akan menjaga dan mencintai mereka segenap hati dan hidupku.
Baiklah, kini sudah saatnya aku berbicara jujur tentang masa laluku pada Tari. Mungkin akan ada kecewa di hati Tari. Namun, aku yakin. Tari adalah wanita yang bijak dan juga baik. Setidaknya, walaupun aku terlambat memberitahunya, kecewa yang akan dirasakan nanti oleh Tari tak akan terlalu dalam.
🍀🍀🍀
Hari ini, usai mengantar Alya melihat kampus yang akan dijadikan tempatnya menimba ilmu, aku berencana untuk datang ke kantor Tari. Sengaja aku tak memberitahunya karena ingin memberikan kejutan kecil untuknya.
Ditemani Alya, aku membeli satu kotak cake coklat beserta satu buket bunga untuk Tari. Tadinya Alya ingin ikut bersamaku. Namun ku larang, karena hari ini aku hanya ingin berbicara empat mata dengan Tari perihal masa laluku. Alya pun mengerti. Sebagai gantinya, aku berjanji, akhir pekan ini akan mengajaknya bertamasya bersama Tari dan juga Adam.
Usai mengantarkan Alya kembali ke rumah, aku langsung menuju ke kantor Tari. Urusan restoran sepenuhnya ku serahkan kepada asistenku. Hari ini aku ingin full seharian bersama Tari. Ingin menikmati waktu bersama calon keluarga kecilku.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, akhirnya aku sampai di pelataran kantor Tari. Ku bawa cake dan juga buket yang tadi aku beli. Berjalan ke arah resepsionis, bertanya apakah Tari sedang ada di kantor atau tidak.
"Maaf Mbak, mau bertanya. Apakah Ibu Tari ada di tempat?" tanyaku pada resepsionis kantor.
"Ada Pak. Apakah Bapak sudah membuat janji dengan Ibu Tari?" ucap resepsionis dengan ramah.
"Emmm, begini Mbak. Mbak bisa tidak menghubungi Ibu Tari. Bilang, tunangannya lagi nunggu di bawah," ujarku. Sedangkan si resepsionis hanya melongo mendengarkan ucapanku. Pasti dia sedang bingung dengan ucapan barusan. Secara, acara tunangan kemarin hanya di hadiri oleh keluarga saja. Sedangkan kolega bisnis Tari tak ada satu pun yang tau. Termasuk para karyawannya.
"Tu-tunangan Pak?" tanyanya terbata. Melihat ekspresi si resepsionis, rasanya aku ingin tertawa. Namun ku tahan karena menjaga image ku di depan dia.
"Iya, bilang aja seperti itu Mbak," jawabku.
Tak menunggu lama, ia pun menghubungi ruangan Tari. Setelah itu, ia kembali melirik ke arahku. Dengan tatapan bingung, ia pun memintaku untuk langsung saja pergi ke ruangan Tari. Aku pun mengangguk dan dengan santai pergi meninggalkan sang resepsionis.
🍀🍀🍀
"Assalamualaikum," ucapku ketika masuk ke ruangan Tari. Melihatku datang, Tari langsung beranjak dari kursinya.
"Waalaikumsalam Mas," jawab Tari. "Mas, kamu kok kesini gak ngabarin dulu sih? Mana tadi aku kaget loh waktu resepsionis bilang ada tunanganku dibawah," sambung Tari.
"He he, sengaja. Mas pengen bikin kejutan buat kamu. Nih, mas sengaja beli ini buat kamu," ucapku sambil memberikan cake dan juga buket.
"Masha Allah, terima kasih Mas. Ini sih cake nya kesukaan Adam loh Mas,"
"Ya gak papa. Nanti makan bareng-bareng sama Adam ya sayang," ucapku lagi. Tari pun hanya mengangguk.
"Mas kesini mau ada yang dibicarain sama kamu dek,"
"Apa Mas? Pentingkah?"
"Ya, sangat penting. Mas ingin dalam hubungan kita tak ada yang disembunyikan. Maka dari itu, Mas Ingin membicarakan ini sama kamu," ucapku lagi. Jujur, sebenarnya aku belum siap. Namun, aku tak ingin menyimpan terlalu lama dan nanti berakibat yang tidak baik untuk hubunganku dan juga Tari.
"Serius banget Mas. Emang Mas mau ngomongin apaan sih," jawab Tari.
"Tapi, sebelumnya Mas ingin minta maaf kalau pembicaraan ini membuat kamu kecewa dan juga sakit hati. Demi Allah, Mas tak ada niat apa pun. Mas hanya ingin kamu mengetahui ini dari mulut Mas sendiri dan bukan orang lain. Mas tidak ingin, karena ketidak jujuran Mas, malah nanti berimbas pada hubungan kita ini," ujarku.
"Baiklah Mas. Katakan apa yang ingin kamu bicarakan," ucap Tari sambil menatap intens padaku.
Akhirnya, ku ceritakan semua tentang masa laluku pada Tari. Beberapa kali aku menjeda ucapanku, beberapa kali juga aku menangkap raut kekecewaan di wajah Tari. Sungguh, aki bercerita dengan keadaan sebenarnya. Tak ku kurangi dan tak ku lebihi. Masa lalu yang aku alami, semuanya aku ceritakan pada Tari.
Ada rasa lega dalam hati ketika bisa mengeluarkan apa yang ada di dalam hati selama ini. Setidaknya, kini Tari sudah tau siapa aku yang sebenarnya. Jika pun nanti ada orang yang memberitahu, Tari tak akan kaget dan juga kecewa yang berlebihan. Kini, semuanya ku serahkan kepada Tari. Aku akan menerima apa pun keputusan Tari setelah aku jujur kepadanya.
Yang terpenting, aku sudah tak menutupi apa pun dari Tari. Jika dia kecew, itu wajar saja. Jika pun ia marah, aku akan menerimanya dengan lapamg dada.
"Maaf, jika Mas baru jujur tentang ini sekarang padamu. Mas hanya takut, jika Mas Jujur, kamu akan pergi meninggalkan Mas," ucapku lirih.
Huuuffttt.
Terdengar helaan nafas dari Tari. Aku tau, setidaknya dia pasti kecewa dengan apa yang aku katakan.
"Maaf," kembali aku berujar lirih. Rasanya aku tak sanggup untuk menatap wajah Tari sekarang.
"Mas, terima kasih Mas sudah mau jujur tentang masa lalu Mas. Aku menghargai itu semua," ucap Tari. "Mas, bukankah semua orang mempunyai masa lalu? Begitu pun aku. Mas tau sendirikan bagaimana masa laluku dulu. Rasanya aku terlalu egois jika tidak bisa menerima masa lalu Mas. Tak ada alasan aku tak bisa menerima masa lalumu Mas. Sedangkan Mas saja mau menerima masa laluku yang begitu pahit. Jadi, mari kita sama-sama kubur masa lalu kita Mas. Kita tatap masa depan kita. Insha Allah, aku menerima semua yang ada pada diri Mas. Aku menerima masa lalu mu Mas," sambung Tari lagi.
Mendengar itu, tak terasa aku menitikan air mata. Ya Allah, tak salah aku memilih Tari dalam hidupku. Dia begitu bijak dan juga baik. Terima kasih ya Allah, kau balas usaha ku dengan hasil yang begitu manis.
"Terima kasih sayang. Sudah mau menerima Mas apa adanya," ujarku. "Apa sayang tak kecewa mendengar semuanya?" kembali, aku bertanya pada Tari.
"Mas, kecewa itu wajar kan? Tapi untuk apa aku larut dalam rasa itu. Sebesar apa pun rasa kecewa ku pada Mas, tetap tak akan menghapus masa lalu yang Mas alami kan? Jadi, sudahlah. Jangan membahas lagi masa lalu. Lebih baik kita songsong masa depan kita Mas," jawab Tari.
"Masha Allah, bijak sekali calon istri Mas ini. Jadi gak sabar nikahin kamu dek," ucapku.
"Ish, sabar Mas. Persiapan belum beres,"
"Mas bisa loh beresin sekarang. Biar besok kita langsung nikah,"
"Ck! Dasar. Sudah ah Mas, jangan menggodaku terus. Aku harus jemput Adam sekarang. Mang Ujang gak bisa jemput soalnya lagi izin pulang kampung," ucap Tari.
"Ya sudah, kita jemput Adam sama-sama. Mas pengen jalan-jalan sama kalian. Sayang izin aja ya gak usah balik lagi kesini pas sudah jemput Adam,"
"Emmm, baiklah. Nanti aku bilang dulu pada sekretarisku untuk menghandle pekerjaan yang belum selesai. Lagian Adam juga minta ditemenin ke toko buku,"
"Ok, Mas anterin kalian kemana pun kalian pergi," ucapku lagi.
"Heleh, gombal," jawab Tari.
Aku pun hanya terkekeh mendengar ucapan Tari. Lega sudah rasanya mengetahui respon Tari tentang masa laluku. Benar yang di katakan Tari, sekarang aku harus bisa mengubur masa lalu ku. Masa depan kini telah menantiku dengan Tari.
Banyak asa dan harapan yang ku panjatkan untuk hubunganku dengan Tari. Aku selalu berdoa, semoga Allah senantiasa meridhoi hubunganku dengan Tari. Aku berjanji semampu ku, untuk terus membahagiakan Tari, Adam dan calon anak-anakku kelak.
🍀🍀🍀
Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, aku dan Tari pun sampai di sekolah Adam. Melihat kedatangan kami, Adam langsung bersorak girang dan memintaku untuk memangkunya.
Dengan senang hati, ku pangku bocah gembil itu. Menghujaninya dengan ciuman. Sedangkan Adam yang mendapati perlakuan seperti itu hanya mampu tertawa karena geli.
"Sudah Yah, Adam geli," ucap bocah itu sambil menjauhkan mukanya dariku.
"Anak Ayah, gimana tadi sekolahnya?" tanyaku pada Adam.
"Seru Yah. Adam tadi belajar menggambar," jawabnya antusias.
"Hebat anak Ayah," ujarku sambil mengacak rambut jagoan kecilku ini.
"Ekhm, Mama di cuekin nih," rajuk Tari. Ya Allah, aku sampai lupa. Jika aku menjemput Adam dengan Mamanya.
"Mama jangan marah, nanti cepet tua loh," kelakarku pada Tari. Sedangkan Tari hanya mencebikkan mulutnya ketika mendengar ucapanku.
"Daha jangan ngambek kek gitu. Malu sama Adam loh yang," ucapku lagi. "Oh ya, katanya Adam mau ke toko buku? Gimana kalau kita berangkat sekarang?"
"Mau yah mau. Yeeaaay, ayo Yah kita berangkat sekarang," jawab adam antusias.
Aku dan Tari pun mengangguk. Masuk ke dalam mobil, ku lakukan kendaraan roda empat ini ke sebuah pusat perbelanjaan yang tak jauh dari sekolah Adam.
Sepanjang perjalanan, Adam tak hentinya berceloteh. Menanyakan ini dan itu kepada ku dan juga Tari. Dengan senang hati, kami menjawab semua pertanyaan Adam.
"Adam seneng. Sekarang Adam sudah punya keluarga yang utuh. Adam punya Mama dan juga Ayah," ucap Adam.
Nyeeesss
Ada yang bergetar dalam hati ketika mendengar ucapan Adam. Begitu bahagianya kah ia memiliki keluarga yang utuh? Apalagi memiliki figur seorang Ayah. Aku bersyukur, karena Adam bisa menerima ku dengan baik.
Tak mendapat kasih sayang dan perhatian dari sosok Ayah sedari kecil, membuat Adam pasti sangat merindukan sosok seorang Ayah.
Adam, walaupun kau bukan anak kandungku. Tapi rasa sayang dan cinta Ayah padamu seperti cinta dan sayang pada anak sendiri. Ayah akan berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan mu.
Tumbuhlah jadi anak yang kuat dan juga hebat nak. Jadilah lelaki yang bisa melindungi Mama mu kelak. Sungguh, aku sangat menyanyangi kalian berdua. Tari, Adam, sekarang kalian lah hidupku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Lina aja
semoga
2023-02-09
0
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lanjut
2022-09-01
0