Bab 12 - Yang Tak Terduga

"This is the legs. Do you know what is the gender of the baby?" sambil menjalankan alat USG 4D di perut Dara, dokter kandungan itu menanyakan apakah mereka sudah tahu jenis kelaminnya. 

Tomi tampak diliputi keseruan menatap layar LCD yang menunjukan bayi mereka di dalam Rahim. Di sore itu, bayi tersebut sedang asyik menguap dan mengusap-usap wajah dengan kedua tangannya. 

"It's a girl based on last USG ..." Dara menjawab pertanyaan dokter itu sambil memperhatikan layar yang kini menyorot perut bayinya. 

Lalu ... Kejutan! 

Ketiganya serentak terkaget ketika paha bayi itu terbuka. 

"Laki-laki!" Tomi terperanjat. Jelas sekali kelaminnya terlihat dalam layar. Bayi itu menutup wajahnya seakan-akan menahan tawa melihat orang tuanya yang yakin berminggu-minggu lalu bahwa ia adalah seorang bayi perempuan. 

Teknologi 2D dan 4D memang jauh berbeda. Hasil 4D ini memang sudah bulat menunjukan bayi itu adalah seorang bayi laki-laki. 

Dara terkekeh mengetahui fakta mengejutkan itu, pasalnya mereka sudah selesai berbelanja kebutuhan bayi, dan memilih desain pakaian bayi perempuan. 

Tomi mendekatkan dirinya kepada layar monitor itu, memastikan apa yang ada di sana itu nyata. Benar saja, bayi yang telah disebut-sebut sebagai Cony, ternyata bukan bayi laki-laki. 

Kebahagiaan terpancar dari wajah keduanya. Bagi Dara, ia tidak mempermasalahkan jenis kelamin anaknya. Tomi pun demikian, akan tetapi baginya tanggung jawab membesarkan seorang anak perempuan jauh lebih besar daripada laki-laki. Tapi ... Yang terpenting saat ini, bayi itu dalam keadaan sehat. Ia bergerak begitu lincah berputar-putar posisi di dalam perut ibunya. Beberapa minggu lagi, mereka akan segera bertemu ...

...****************...

Dara berbaring di sofanya, sambil memandangi foto hasil USG 4D tadi. Begitu menajubkan, ia akan memiliki seorang bayi laki-laki.

Brak!

Ia dikagetkan dengan bunyi sesuatu yang jatuh di kamar. Dara bergegas menuju ke kamarnya meliat apa gerangan.

Tomi sedang sibuk merapikan sesuatu dalam ranselnya, dan suara yang jatuh itu adalah sebuah tas berisi dengan berbagai coklat, dan camilan.

“Untuk apa ini, Bi?” dirinya bertanya ketika melihat paspor Tomi yang sudah berada di samping ransel di atas tempat tidur.

“Aku akan berangkat ke Indonesia besok ...” jawaban itu terlontarkan begitu saja seperti tidak ada beban bagi Tomi.

“Indonesia? Ke mana?” Dara tak segan menampakkan nada kekesalan dalam pertanyaannya. Bagaimana bisa suaminya itu membuat sebuah rencana tanpa memberitahukan dirinya.

“Aku harus mengunjungi Farah dan anak-anak, setelah itu pergi ke rumah mamaku.”

“Kenapa terburu-buru? Aku ‘kan sebentar lagi melahirkan?!” sungguh kali ini Dara merasa kesal dan tak habis pikir dengan suaminya itu.

Air mata mulai menggenang, dan ia terus berumpat dalam hati. Mungkinkah beberapa hari ini Tomi sengaja berbaik sikap kepadanya karena akan pergi?

“Ini bukan buru-buru. Aku sudah lama beli tiketnya.” santai sekali Tomi menjawab istrinya yang sudah kesal setengah mati.

“Kamu dari awal sudah tahu kapan aku melahirkan, kenapa kamu merencanakan di saat mepet begini. Aku ini sedang hamil, lantas kenapa tega kamu pergi seenaknya.” Dara tak bisa lagi menahan amarahnya. Jika ia sanggup, ia pasti sudah mendaratkan sebuah tinju di wajah suaminya itu. Dadanya terasa sesak, terbakar, membayangkan suaminya yang sangat tak berperasaan.

“Farah juga istriku. Aku tetap harus mengunjunginya.” Lagi-lagi, lelaki itu santai menjawab.

“Bagaimana dengan aku di sini? Apa kamu enggak pernah memperhitungkan perasaanku?”

“Aku pulang sebelum kamu melahirkan ...” jawaban itu tetap saja tidak membuat hati Dara puas.

“Terserah! Kamu memang selalu memutuskan apa pun sendiri. Aku sudah sangat sulit bergerak, aku harus pergi kerja, apa kamu enggak pikir sampai di situ? Apa ini? Liburan dadakan?” amarah Dara semakin menjadi-jadi. Ia ingin sekali berteriak melampiaskan amarah dan cemburunya. Bukankah waktu-waktu menjelang kelahiran ini sangat penting?

Tomi tampak biasa saja dan terus merapikan bawaannya. Lelaki itu tampak dingin menanggapi omongan Dara.

 

Dara meninggalkan suaminya itu. Ia terduduk di sofa dan menangis seperti baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Hatinya terus bertanya-tanya bagaimana bisa ia masuk dalam sebuah kehidupan yang berakhir rumit seperti ini? Mungkinkah ia sudah membuat sebuah kesalahan yang besar? Mungkinkan ibunya sudah menyumpahkan sesuatu yang buruk atas dirinya?

 

Tomi tampak keluar menghampiri wanita hamil itu. Wajahnya tampak biasa saja ... Tanpa rasa bersalah membuat Dara merasakan kekesalan yang teramat parah.

“Aku pulang nanti ... Aku hanya sembilan hari di sana. Oh ya, uang yang sudah cair untuk lahiran kamu, aku pakai dulu untuk bekal di Indonesia.”

Dara terperanjat mendengar hal itu. Laki-laki ini ... Apa yang ada di kepalanya?

“Lalu nanti bagaimana aku melahirkan? Bagaimana?” emosi Dara makin menjadi-jadi, dan air matanya seketika berhenti mengalir.

“Aku harus bawa bekal uang ke sana. Aku mau ajak-ajak anakku berlibur. Nanti kita bisa cari rumah sakit dengan biaya persalinan yang jauh lebih rendah. Rumah sakit pilihan kamu itu terlampau tinggi harganya. Bukannya sayang sekali menghabiskan sebegitu banyak uang untuk proses yang singkat.” gila ... Laki-laki ini berani sekali mengatakan semua itu tanpa berpikir panjang. Dara terbelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Semua ini ... Kehamilan hingga persalinannya nanti, sudah ia rencanakan sejak jauh hari, dan uangnya sudah ia kumpulkan sejak lama.

“Apa? Singkat? Apa kamu pikir ini main-main? Kamu pikir aku siapkan semua dana ini untuk berlibur? Hah?!” Dara berteriak kepada lelaki itu dan mengepalkan tangannya, serasa ingin sekali meninju wajahnya itu.

“Tenang ... Tidak perlu berteriak. Aku tahu. Kamu akan tetap melahirkan ‘kok. Ini hanya berganti rumah sakit saja, bukan batal melahirkan.” Masih tanpa pikir, dan perasaan, Tomi santai mematahkan semua amarah Dara.

Dara merasakan sesak yang begitu menyiksa. Ini yang dinamakan hancur. Ia sudah pernah beberapa kali dihancurkan oleh suaminya itu ... Namun, ketika kehamilan, dan semua rencana persalinannya disepelehkan oleh Tomi, ia merasakan kehancuran yang tak bisa dikatakan, dan diungkapkan. Bahkan, tangisan mungkin tidak cukup untuk menyatakan bagaimana sakitnya hati saat itu.

...****************...

Langit masih sangat gelap. Itu baru jam tiga pagi, namun Dara sudah terjaga. Sejak percakapannya dengan Tomi kemarin, ia merasa tak bisa lagi berpikir. Ia lebih banyak termenung setelah itu, dan sama sekali tidak pergi tidur dengan baik. Biasanya ia akan bangun dan makan beberapa kudapan, akan tetapi malam itu, ia sama sekali tak melakukan apapun.

Termenung, dan memikirkan semua ini, membuat Dara sesekali lupa siapa dirinya, sedang apa dia di sini ... Inikah yang dinamakan, gila?

Semua ini datang seperti bertubi-tubi, dan ia tak bisa menceritakan apa pun kepada siapa pun. Tomi sangat tidak suka jika sesuatu yang terjadi dalam rumah tangga mereka, diceritakan kepada orang lain ... Siapa pun itu.

Selama berjam-jam, perempuan itu duduk di sofa, tanpa air mata, tanpa amarah, hanya termenung dengan wajah kosong meski hatinya seperti sedang di obrak-abrik.

Ketika jam sembilan pagi, suaminya tampak berdiri di depannya dengan ransel yang sudah ada di punggung, dan sebuah tas tenteng.

“Aku pergi ... Aku tinggalin kamu tiga ribu pesso. Pakai itu sampai aku kembali,” ujarnya santai. 3000 pesso bukan nominal yang besar, itu hanya cukup untuk makan minum, tidak untuk keperluan dadakan lain. Tampaknya otaknya sudah tak lagi di sini.

Dara tidak berkata sepatah kata pun. Ia hanya duduk di situ sampai lelaki itu meninggalkannya.

Setelah Tomi pergi, Dara kembali menjadi aktris yang handal. Ia pergi bekerja seperti biasa ... Tertawa seperti biasa dengan teman-teman kantornya. Beberapa kali, koleganya menanyakan kemana pergi suaminya. Dara menjawab singkat bahwa suaminya itu sedang pulang mengunjungi ibunya. Ia sangat pandai menyembunyikan apa pun yang terjadi.

Di hari-hari itu, ia bisa melihat dengan jelas, Farah mem-posting berbagai foto dengan Tomi. Mereka pergi berlibur ke sebuah resort mewah di pinggir pantai, dan memesan makanan-makanan mewah. Tak hanya itu, tampaknya mereka seperti berbulan madu, sebab Tomi sama sekali tidak mengabari Dara apa pun, dan tidak juga menanyakan kabarnya.

‘Empat hari saja ... Kuatlah kamu’ pikirnya menguatkan hatinya yang sudah sangat hancur. Tomi akan berada bersama Farah selama empat hari, dan lima hari lainnya akan ia habiskan ke rumah ibunya.

...****************...

Di hari ke enam kepergiannya ke Indonesia, Dara masih belum menerima kabar dari Tomi. Namun ia tahu, hari itu Tomi pasti sudah berada di rumah ibunya.

Drrtt! Ponselnya bergetar karena sebuah pesan masuk.

Tomi: [ Aku sudah di rumah mama. ]

Dara tak juga membaik. Sebuah amarah yang sangat besar terus saja menempel pada hatinya, dan ia merasa suaminya sudah keterlaluan.

Dara: [ Bagaimana bulan madunya? ]

Tomi: [ Bulan madu? Enggak ada bulan madu, Ra. Kami dengan anak-anak. ]

Dara: [ Bukannya kalian pergi ke tempat mewah? Selama ini, kamu sedikitpun enggak pernah ajak aku ke tempat seperti itu. Bahkan setelah kita nikah, enggak ada bulan madu sama sekali. ]

Tomi: [ Sorry, mungkin aku lupa. Oh ya, aku akan pakai waktu di sini untuk cari beberapa perlengkapan bayi yang belum ada. ]

Dara tahu sekali, omongan ini adalah trik Tomi untuk meredahkan amarahnya. Ia tak membalas pesan itu. Tak mengiyakan ... Tak juga menolaknya.

Berhari-hari, ia mendiamkan suaminya itu. Selain amarah yang tak kunjung padam, Dara juga mengalami masalah pencernaan di tiga hari sebelum kepulangan suaminya. Ia terus saja memuntahkan apa pun yang masuk di lambungnya, hingga duduk lemas di apartemen itu sendirian. Tetapi ... Lagi ... Ia menjadi aktris dengan senyum ceria ketika saatnya bekerja di kantor. Menahan dan menyembunyikan sebuah perasaan sakit hati, bukanlah perkara yang mudah, namun Dara melakukan itu semua dengan baik.

...****************...

Ding Dong! Bel apartemennya berbunyi di sore hari itu.

Tanpa ekspresi dan basa basi, Dara membukakan pintu itu. Ia sudah tahu siapa yang datang. Tomi ...

Ketika pintu itu dibuka, suaminya itu berdiri dengan senyum lebar dan memeluknya. Dara sepintas merasa jijik. Laki-laki ini baru saja bersama wanita lain ... Perasaan itu terus-terusan muncul beberapa jam setelah Tomi datang.

Istri yang baik ... Itulah Dara. Dengan luka di hatinya itu ia tetap beranjak membuatkan suaminya makan malam, dan segelas kopi.

“Ini. Aku belum buka, tapi ini barang-barang untuk bayi. Mamaku yang belikan.” Ujar Tomi sambil menyodorkan sebuah bungkusan.

Dara duduk di lantai membuka bingkisan itu. Ini adalah sesuatu yang dibelikan oleh mertuanya, dan ia berharap dari sini hubungan mereka bisa menjadi lebih baik.

“Hanya ini?” mata Dara tak percaya melihat apa yang ada di depannya. Beberapa popok kain dengan kualitas sangat rendah, tipis, dan akan terobek setelah beberapa kali di cuci. Beberapa baju bayi dengan kualitas yang sama, dan sebotol minyak telon.

“Apa iya?” Tomi balik bertanya kepada istrinya yang sudah mulai menunjukkan kekesalan di ekspresi wajahnya.

“Aku sudah beli baju untuk anakku, dan jauh lebih baik dari ini. Aku enggak paham apa maksud ibumu, namun ini tak sesuai kata-kata kamu. Bukankah kamu bilang kamu pergi untuk belanja perlengkapan bayi? Ini? Kain-kain tipis ini?” dengan kekesalan itu, Dara menjadi berani memulai argumen dengan suaminya. Baginya, ia seperti sedang direndahkan. Jelas sekali apa yang dibawa suaminya itu adalah popok yang palingan hanya berharga lima ribu rupiah selembarnya di Indonesia.

Di sembilan hari kepergiannya, Tomi hanya membawa pulang belanjaan dari ibunya itu, dan beberapa kudapan untuk dirinya. Oh ya! Juga tagihan hotel, dan restauran, dan foto-foto liburannya.

Di saat suaminya itu tidur, Dara membuka ponsel suaminya itu. Kelelahan dalam perjalanan membuat Tomi tidur dengan pulas. Dara sangat leluasa membongkar isi ponsel itu. Ia menemukan beberapa foto mesra Tomi dan Farah, juga anak-anak mereka. Bukan itu saja, sebuah foto aneh mencuri perhatiannya. Beberapa orang laki-laki yang sedang duduk di lantai, dengan sebuah pemantik, sebuah botol dengan sedotan, tampaknya sudah dimodifikasi.

Dara berusaha mengingat-ingat di mana ia pernah melihat botol semacam itu. Ah! Ya! Di berita-berita kriminal ketika polisi menangkap pengguna sabu-sabu. Di pernikahannya yang sudah berjalan itu, ia tahu bahwa Tomi dan adik-adiknya bergelut di dalam lingkaran setan. Mereka para pecandu berbagai jenis narkoba. Kali ini, liburannya itu ia sempatkan untuk mencicipi barang haram itu bersama beberapa teman.

Kaget, namun tak heran, Dara menutup galeri. Ia membuka riwayat chat suaminya bersama Farah dengan jantung yang berdebar.

Farah: [ Jadi kapan kamu pergi lagi ke sini, sayang? ]

Tomi: [ Segera. Setelah Dara melahirkan, aku ke sana. ]

Farah: [ I Love You. Apakah aku masih jadi yang nomor satu? ]

Tomi: [ Ya. Tentu kamu yang nomor satu. ]

Farah: [ Tapi kamu enggak pernah lagi menjadikan foto aku tampilan di profil. Apa orang di sana tahu kamu punya aku di sini? ]

Tomi: [ Untuk alasan pekerjaan, aku enggak bisa beberkan hal itu. Tapi ... Oke. Ini sudah aku ganti foto profilku. ]

Jantung Dara berdebar cepat. Ia segera membuka tampilan profil Tomi. Foto Farah di sana. Ia segera menggantinya dengan tangan yang bergetar menahan amarah dan tangisnya di malam selarut itu. Kemarahan itu membuatnya terjaga hingga selesai membaca riwayat chat Tomi dan Farah.

Farah: [ Aku mau belanja baju baru. Aku minta tambahan ya, sayang. Dara melahirkan di mana nanti. Pasti di tempat mewah? ]

Tomi:  [ Iya nanti aku kirimkan. Enggak juga. Aku sudah pilihkan rumah sakit untuknya. Tidak semewah tempat kamu operasi dulu. ]

Sial! Kali ini Dara merasa isi chat itu sudah kelewatan. Ia merasa Tomi mulai tak adil pada dirinya. Ia bekerja belasan jam setiap hari dan tidak pernah bisa dijinkan membeli baju, dan hal-hal yang ia inginkan. Kali ini, menurut chat itu, Tomi juga akan mengubah pilihan rumah sakit untuk persalinan Dara.

Dara merasakan sesak pada dadanya, namun lagi-lagi semua stres dalam otaknya itu membuat ia terjaga, duduk termenung seakan lupa siapa dirinya. Ia telah memutuskan untuk tidak meributkan hal itu dengan Tomi di pagi hari.

Namun ... Ia meninggalkan sebuah pesan untuk Farah. Sebuah pesan menyambut perang yang dicetuskan secara tidak langsung oleh Farah.

Dara: [ I love you? Enggak dijawab bukan? Apa kamu yakin dia cinta sama kamu? Kalau dia cinta sama kamu, enggak mungkin dia mengejar aku sampai tinggal di sini. Kamu mungkin pikir sudah berhasil buat aku sakit hati dengan empat hari dia bersama kamu di sana. No! Biasa saja. Itu hanya formalitas. Jangan terlalu mencampuri urusanku, apalagi soal persalinanku. Mau rumah sakit yang mewah, atau yang sederhana, aku membayar dengan kerja kerasku. ]

Ia bisa melihat dua centang hijau. Pesan itu telah dibaca oleh Farah. Semalaman itu ia duduk menyiapkan mentalnya, seandainya pagi nanti Tomi datang menghampirinya.

Bukan Tomi yang datang menghampiri di pagi itu, melainkan pesan dari Farah.

Farah: [ Apa pun itu, jangan pernah ganggu jatah anak-anakku. ]

Pesan itu adalah sesuatu yang sama yang terus digaungkan oleh Farah. Dara tersenyum dan tertawa sinis.

‘Perempuan ini. Dia betul-betul bukan tandingku.’ pikirnya. 

Episodes
1 Bab 1 - Bandung
2 Bab 2 - Dara dan Savana
3 Bab 3 - Namanya Bima
4 Bab 4 - Ia Pergi dari Savana
5 Bab 5 - Separuh Lengan Dara
6 Bab 6 - Pemain Pengganti
7 Bab 7 - Menjadi yang Kedua
8 Bab 8 - Menjadi Anak Durhaka Kepada Ibu
9 Bab 9 - Aku Harus Bertahan
10 Bab 10 - Bukan Menantu Idaman
11 Bab 11 - Tak Mau Kalah!
12 Bab 12 - Yang Tak Terduga
13 Bab 13 - Cintaku Tiba!
14 Bab 14 - Langkahi Dulu Aku!
15 Bab 15 - Yang Tak Terduga 2
16 Bab 16 - Memegang Kendali!
17 Bab 17 - Kabar Baik atau Buruk?
18 Bab 18 - Yang Tak Dinantikan
19 Bab 19 - Bangkai Yang Ditemukan
20 Bab 20 - Selamat Datang, Anggota Baru!
21 Bab 21 Tak Akur
22 Bab 22 - Langkah Yang Terhenti
23 Bab 23 - Cerita Lampau Tomi
24 Bab 24 - Rencana Tersembunyi
25 Bab 25 - Pergi Ke Puncak
26 Bab 26 - Mengantar Anak-Anak
27 Bab 27 - Pelukan Mama
28 Bab 28 - Harus Memilih
29 Bab 29 - Gelagat Aneh
30 Bab 30 - Hari-hari Terakhir
31 Bab 31 - Memulai Lagi
32 Bab 32 - Anna dan Mereka
33 Bab 33 - Pengganti Cecil
34 Bab 34 - Tim Baru
35 Bab 35 - Terjadi Lagi
36 Bab 36 - Kesempatan Yang Kesekian
37 Bab 37 - Edisi Baru
38 Bab 38 - Ibu Dua Anak
39 Bab 39 - Tempat Baru Kio & Kayla
40 Bab 40 - Ingat Kata Ibu!
41 Bab 41 - Melewati Batas
42 Bab 42 - Buru-buru!
43 Bab 43- Pengaduan Pertama
44 Bab 44 - Akhirnya Dara Membara
45 Bab 45 - Terima Kasih Ummi!
46 Bab 46 - Aku Punya Ide!
47 Bab 47 - Harmonis
48 Bab 48 - Empat Mata
49 Bab 49 – Selangkah Lagi
50 Bab 50 - Meeting Dadakan
51 Bab 51 - Kehidupan Baru
52 Bab 52 - Tuntutan Seorang Ibu
53 Bab 53 - Prasangka Mertua
54 Bab 54 - Tak Peduli Lagi!
55 Bab 55 - Tempat Curhat Baru
56 Bab 56 - Ini Salahku
57 Bab 57 - Pasti Salahku!
58 Bab 58 - Perang DIngin
59 Bab 59 - Ultimatum Pertama
60 Bab 60 - Reyhan Lagi
61 Bab 61 - K's Berjaya
62 Bab 62 - Tomi Mencoba Lagi
63 Bab 63 - Pelajaran Pertama
64 Bab 64 - Senjata Andalan
65 Bab 65 - Teguh
66 Bab 66 - Melangkah
67 Bab 67 - Maafkan Mama, Kay ...
68 Dariku, Dara
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Bab 1 - Bandung
2
Bab 2 - Dara dan Savana
3
Bab 3 - Namanya Bima
4
Bab 4 - Ia Pergi dari Savana
5
Bab 5 - Separuh Lengan Dara
6
Bab 6 - Pemain Pengganti
7
Bab 7 - Menjadi yang Kedua
8
Bab 8 - Menjadi Anak Durhaka Kepada Ibu
9
Bab 9 - Aku Harus Bertahan
10
Bab 10 - Bukan Menantu Idaman
11
Bab 11 - Tak Mau Kalah!
12
Bab 12 - Yang Tak Terduga
13
Bab 13 - Cintaku Tiba!
14
Bab 14 - Langkahi Dulu Aku!
15
Bab 15 - Yang Tak Terduga 2
16
Bab 16 - Memegang Kendali!
17
Bab 17 - Kabar Baik atau Buruk?
18
Bab 18 - Yang Tak Dinantikan
19
Bab 19 - Bangkai Yang Ditemukan
20
Bab 20 - Selamat Datang, Anggota Baru!
21
Bab 21 Tak Akur
22
Bab 22 - Langkah Yang Terhenti
23
Bab 23 - Cerita Lampau Tomi
24
Bab 24 - Rencana Tersembunyi
25
Bab 25 - Pergi Ke Puncak
26
Bab 26 - Mengantar Anak-Anak
27
Bab 27 - Pelukan Mama
28
Bab 28 - Harus Memilih
29
Bab 29 - Gelagat Aneh
30
Bab 30 - Hari-hari Terakhir
31
Bab 31 - Memulai Lagi
32
Bab 32 - Anna dan Mereka
33
Bab 33 - Pengganti Cecil
34
Bab 34 - Tim Baru
35
Bab 35 - Terjadi Lagi
36
Bab 36 - Kesempatan Yang Kesekian
37
Bab 37 - Edisi Baru
38
Bab 38 - Ibu Dua Anak
39
Bab 39 - Tempat Baru Kio & Kayla
40
Bab 40 - Ingat Kata Ibu!
41
Bab 41 - Melewati Batas
42
Bab 42 - Buru-buru!
43
Bab 43- Pengaduan Pertama
44
Bab 44 - Akhirnya Dara Membara
45
Bab 45 - Terima Kasih Ummi!
46
Bab 46 - Aku Punya Ide!
47
Bab 47 - Harmonis
48
Bab 48 - Empat Mata
49
Bab 49 – Selangkah Lagi
50
Bab 50 - Meeting Dadakan
51
Bab 51 - Kehidupan Baru
52
Bab 52 - Tuntutan Seorang Ibu
53
Bab 53 - Prasangka Mertua
54
Bab 54 - Tak Peduli Lagi!
55
Bab 55 - Tempat Curhat Baru
56
Bab 56 - Ini Salahku
57
Bab 57 - Pasti Salahku!
58
Bab 58 - Perang DIngin
59
Bab 59 - Ultimatum Pertama
60
Bab 60 - Reyhan Lagi
61
Bab 61 - K's Berjaya
62
Bab 62 - Tomi Mencoba Lagi
63
Bab 63 - Pelajaran Pertama
64
Bab 64 - Senjata Andalan
65
Bab 65 - Teguh
66
Bab 66 - Melangkah
67
Bab 67 - Maafkan Mama, Kay ...
68
Dariku, Dara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!