Bab 6 - Pemain Pengganti

Di penghujung bulan Februari, matahari bermegah dengan teriknya. Di saat itu, hingga awal musim hujan, Filipina berubah menjadi terang benderang dan meluapkan hawa panas yang bisa saja menjadi-jadi. Kehamilan membuat tubuh Dara mulai berubah menjadi bertambah berat. Keringatnya sering mengucur deras ketika berjalan sebentar saja di luar ruangan.

Perempuan itu tidak menurunkan sedikit pun standar kedisiplinannya dalam bekerja. Sebelum semua orang hadir, ia sudah lebih dulu berada di dalam ruangan kantor yang berisi puluhan karyawan.

Dara tampak bersemangat belakangan ini. Ia baru saja dipromosikan naik jabatan, dengan tanggung jawab yang lebih berat namun pekerjaan yang jauh lebih sedikit. Perut gendutnya yang sudah mulai kelihatan itu, tidak menyurutkan sedikit saja semangatnya untuk bekerja.

Di beberapa bulan belakangan ini, karena mempertimbangkan keselamatannya, manajer operasional meminta agar Dara memiliki jadwal yang sama dengan Tomi. Tentunya tidak banyak perubahan. Meskipun mereka berada pada jadwal yang sama, ia tetap saja mengurusi dirinya sendiri.

Di kantor baru yang sangat ketat peraturannya itu, Dara mendapatkan perlakuan khusus sebagai seorang ibu hamil. Ia diperbolehkan untuk membawa makanan kecil agar tetap bisa menjaga nutrisinya selama bekerja.

Dengan jadwal yang sama, Dara harusnya menjadi lebih nyaman bekerja dengan Tomi. Lazimnya seorang pasangan menjadi lebih perhatian kepada wanitanya yang tengah berbadan dua. Mereka bukan satu-satunya pasangan suami istri di kantor itu. Ada dua pasangan lain yang begitu terlihat saling memperhatikan.

Dara mulai menurunkan ekspektasinya sejak kejadian malam itu ketika ia menyayat habis lengannya. Tidak akan ada banyak yang berubah dari laki-laki yang menikahinya itu. Ketika kudapannya habis, Tomi tidak akan berubah menjadi penyelamat dan mendapatkan pasokan baru untuk Dara yang tengah bekerja. Ia lebih memilih duduk begitu saja, bercanda bersama beberapa komplotannya yang biasa menemaninya minum-minum.

Tentunya, beberapa dari teman Tomi itu juga berteman dengan Dara. Meskipun kecanduan mereka yang tidak bisa diterima oleh Dara, mereka tetap memperlakukan wanita itu dengan baik. Dengan keseharian mereka yang cukup sering bersama Tomi, mereka tahu bahwa Dara berada dalam posisi yang sulit. Terkadang beberapa dari komplotan itu akan mengirimkan pesan kepada Dara untuk dapat bersabar, dan jangan lupa menjaga kesehatannya, khususnya di cuaca panas yang ekstrem seperti saat ini.

Dara terlihat begitu serius di depan dua monitornya. Tomi yang duduk tepat di sampingnya, sedang tidak berada di kantor. Ini memang dalam jam kerjanya. Namun, beberapa orang tidak dapat menegur Tomi yang terkenal paling tua di dalam ruangan itu.

Lagi pula, mereka bersepakat agar tidak meributkan waktu pergi istirahat selama pekerjaan dan target mereka tercapai.

“Hahahahaha!” riuh tawa Tomi bersama beberapa temannya masuk ke dalam ruangan kerja.

Dara pura-pura menjadi tuli, dan tetap fokus pada layar monitornya. Ketika Tomi duduk di kursi tepat di sampingnya, sebuah aroma lain singgah pada hidung Dara.

Ia sudah terbiasa mencium aroma alkohol dari berbagai jenis, dan rokok dari berbagai merek. Namun, untuk aroma satu ini, sangat tidak biasa.

Tomi membuka kunci layar komputernya, kemudian mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada meja Dara. Ia memberikan sebuah isyarat agar Dara yang sedang memakai headset, menoleh kepadanya.

“Kerjaan kamu sudah selesai?” tanyanya ketika Dara menoleh.

Dara bisa melihat sesuatu yang beda pada wajah suaminya. Mata yang setengah sayu, mulut yang sedikit kering, dan senyum tipis. Biasanya Tomi tak begitu suka tersenyum kepadanya ketika bicara.

“Sedikit lagi,” jawab Dara singkat.

“Berapa lama lagi?” Tomi kali ini sedikit mendesak.

“Dua puluh menit lagi,” jawab Dara sambil menghadap kembali pada layar komputernya.

Tomi menggeser kursinya lebih dekat kepada Dara, dan berbisik, “Kalau begitu, seperti biasa. Kalau pekerjaan kamu sudah beres, kerjakan tugasku di sini. Sedikit. Kamu hanya perlu membalas sekitar delapan puluh email lagi.”

Sejak Dara dan Tomi bekerja di satu perusahaan, ia banyak menjadi pemain pengganti bagi suaminya. Tomi yang tidak begitu fasih dengan Bahasa Inggris, sering kali tak memahami materi baru yang diberikan oleh atasannya. Ia juga sulit mengikuti perubahan yang terjadi dalam mekanisme kerja di situ. Dengan produk perusahaannya yang sangat populer, menjadi pegawai layanan pelanggan saat ini dibutuhkan kecepatan dalam bekerja, dan menyelesaikan target harian yang teramat banyak.

Dara menarik nafas panjang. Ia terkadang ingin sekali menolak, namun hal ini akan memicu episode pertengkaran baru dalam rumah tangganya.

Dengan promosi yang begitu cepat, tidak diragukan lagi kemampuan Dara dalam mengerjakan pekerjaan di bidang ini.

“Ya? Harus sampai selesai. Aku baru ngerjain sepuluh,” desak Tomi ketika istrinya itu terdiam.

Dara mengangguk dengan wajah datar, dan Tomi kembali menjauhkan kursinya. Ia sibuk bercerita dan mentertawakan sesuatu dengan teman-temannya.

Dengan pekerjaan sebagai pemain pengganti hari ini, Dara menjadi lebih cepat mengetik dan menyelesaikan pekerjaannya. Tentunya Tomi akan menuntutnya agar menyelesaikan pekerjaan tambahan itu tepat pada waktu pulang.

Hal itu adalah sesuatu yang dilarang oleh perusahaan mereka. Namun, bagai buah simalakama, terkadang Dara merasa ia harus melakukannya, suka atau tidak. Mencari pekerjaan semudah Tomi di terima saat ini, bukan sesuatu yang bisa sering didapat.

Dara harus banyak bersabar menjadi pemain pengganti, setidaknya sampai suaminya itu memiliki keinginan untuk melakukan 100% pekerjaannya sendiri. Tentunya apabila Tomi kehilangan pekerjaan ini, Dara akan semakin menjadi bulan-bulanan ketika pulang dari kerja. Mereka juga tak mungkin dapat bertahan dengan ekonomi yang timpang sebelah.

Orang-orang di sekitar Dara, beberapa menjadi aktor dan aktris yang pandai bermain peran. Mereka sebenarnya telah mengetahui apa yang digeluti Dara untuk menunjang karier suaminya. Namun, jika harus berperkara dengan Tomi mengenai hal itu, mereka tidak akan mau. Sebisa mungkin orang-orang di kantor itu tetap memperlakukan pasangan suami istri itu dengan biasa saja, seakan-akan tak tahu apa-apa mengenai perjokian.

Dengan jabatannya saat ini, Dara sering duduk di depan komputer staf lainnya untuk memeriksa pekerjaan mereka, sesekali jika terjadi kasus tertentu. Tak lama tentunya, mungkin hanya 20 hingga 30 menit.

Akan tetapi, ketika Dara duduk di depan komputer Tomi, ia akan menghabiskan paling lama dua jam untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak sedikit. Dengan pekerjaan tambahan atas titah suaminya ini, Dara menjadi pengetik yang sangat cepat, dan otaknya berpikir lebih cepat dari sebelumnya.

...****************...

Siang itu, mereka harus bergabung dalam pertemuan bersama dengan beberapa orang dari bagian Quality Asssurance (QA). Sebuah topik yang menarik apabila pertemuan ini dilangsungkan. Beberapa kesalahan dalam pekerjaan beberapa minggu ke belakang, akan dibahas, dan biasanya para pegawai yang melakukan kesalahan akan diundang untuk sesi empat mata dengan seorang QA.

Dara mengelus perutnya yang kembung sedari pagi tadi. Di kehamilan yang semakin membesar, ia sering sekali merasakan begah yang berlebihan hingga membuat tidak nyaman ketika duduk.

Tomi dihampiri oleh Leo, lalu ia bergegas menuju ruangan konseling. Ia sudah sering dipanggil oleh QA untuk membahas beberapa kesalahan minor dalam pekerjaannya.

Dara dapat melihat suaminya itu dengan wajah yang sama beberapa minggu ini. Mata sedikit sayu, dan senyum tipis. Masih juga ... dengan aroma khas yang belum ia ketahui apa.

Dara memberanikan diri menghampiri Joe, seorang dari grup tongkrongan suaminya. Meskipun ia sering mengikuti Tomi dan lainnya, Joe tetap bersikap sewarasnya dan tidak akan menaruh pekerjaannya dalam risiko. Ia juga sangat baik terhadap Dara, dan memperlakukannya seperti seorang saudari.

“Kak. Boleh tanya?” Dara menunduk dan berbicara di samping wajah Joe yang sedang berkebut dengan targetnya.

“Apa, Dar? Serius amat. Hehe,” Joe seperti biasa suka memberi kesan ceria.

“Bau apa itu? Itu bukan rokok, kak. Aku tahu. Itu apa?” pertanyaan Dara membuat senyum Joe meredup. Ia menghentikan jarinya yang mengetik. Sebagai teman yang baik, ia tidak pernah berusaha membohongi Dara.

Joe berbalik menengok ke arah temannya itu.

“Janji sama aku. Kalau aku kasihtau, ini tidak perlu dibesar-besarkan. Kamu harus jauh dari hal-hal yang membahayakan kamu dan anakmu.” serius sekali Joe sambil memerhatikan sekeliling agar tidak ada yang datang menguping.

“Iya. Janji,”

Joe menatap teman kerjanya itu. Ia tidak bermaksud memicu apa pun, namun memang pada dasarnya, ia tidak pernah bisa berbohong.

“Cimeng.” Ujarnya singkat.

Otak Dara terhenti. Ia belum pernah mendengar hal semacam itu seumur hidupnya.

“Cimeng? Apa it-“

“Ganja.” Joe menyela Dara. Ia tahu perempuan ini akan merasakan satu kekecewaan lagi tentang suaminya yang selalu ia tunjang.

“Bukan hanya dia, Dar. Beberapa orang di sini juga. Efeknya enggak akan macam-macam. Buat gemuk mungkin iya, karena dia pasti bakal doyan makan. Tapi efek setelah itu, kita enggak pernah tahu. Semua orang beda-beda. Tapi untuk be safe, tolong pura-pura saja kamu enggak tahu. Fokus dengan bayi kamu,” lanjut Joe.

Ganja ... Itu hal yang biasa Dara baca, dan lihat di beberapa berita di TV. Di tempatnya besar, kota sekecil itu, belum mengenal hal-hal terlarang seperti narkoba. Satu-satunya kenakalan yang sering terjadi di kotanya adalah beberapa pemuda duduk minum alkohol buatan lokal, dan terkadang menggoda wanita yang lewat.

Jadi, Tomi sudah naik level di mata Dara. Ia bukan lagi pecandu alkohol yang hampir setiap hari menenggak minuman beralkohol, juga bukan hanya seorang lelaki yang lepas kendali dalam verbal dan kasar kepada istrinya. Sekarang, Tomi juga seorang pengguna narkoba, yang sama sekali belum pernah dilihat bagaimana rupa dan bentuknya oleh wanita desa seperti Dara.

“Dar!” suara Tomi tiba-tiba memecahkan kebingungan yang sedang menjadi-jadi di kepala Dara. Ia berbalik badan dan melihat Tomi dengan raut wajah di bawah pengaruh ganja, sudah duduk di kursi tempatnya.

Dara meninggalkan Joe, dan temannya itu kembali bekerja, dan berceletuk seakan-akan Dara baru saja usai membantu pekerjaannya.

“Ada apa, Bi?”

“Nanti kita bahas di rumah. Tapi coba lihat ini,” Tomi menunjukkan sebuah email tugasnya beberapa hari lalu, di layar komputer. Email itu, tersusun rapi, dengan jawaban yang tepat, sesuai prosedur. Dara sedikit bingung, dan menoleh dengan ekspresi heran kepada Tomi.

Tomi mengetuk-ngetukkan jari telunjuk pada layar komputernya, menunjuk salam penutup dari email itu bertuliskan:

Salam hangat,

Dara

‘Habislah aku,’ pikir Dara di dalam hati. Ia telah melakukan kesalahan fatal ketika menjadi joki beberapa hari lalu. Ia tidak pernah menyangka, ia akan melakukan kesalahan yang sedemikian fatal. Orang bisa saja mempertanyakan mengapa akun Tomi mengirimkan email dengan nama Dara pada salam penutup.

“Maaf. Aku mungkin terlalu banyak yang dikerjain. Aku lupa mengganti namaku,” Dara berusaha memperkecil amarah yang mungkin saja sudah membakar habis kepala Tomi dari dalam.

Tomi tak berekspresi. Ia menjadi berubah seperti wajahnya saat ia kesal.

“Kita bahas di rumah,” ia menjawab singkat.

‘Habislah aku,’ pikir Dara sekali lagi. Tidak bisa dipungkiri jika ia membuat kesalahan. Dara mengerjakan dua pekerjaan. Itu artinya ia membalas lebih dari seratus lima puluh email seharian. Bagaimana bisa ia melakukannya dengan sempurna. Sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Pepatah itu ... kini menjadi kenyataan bagi Dara.

Ia duduk termenung seperti seorang tersangka kejahatan. Kali ini, Tomi mungkin akan memperpanjang urusan ini. Dara menjadi tidak berdaya jika Tomi bertitah. Apa pun itu, ia akan menjadi kambing hitam suaminya.

...****************...

“Jelasin. Kenapa bisa?” Tomi duduk di kursi menghadap meja makan dengan gelas penuh dengan es batu dan air putih.

Dara yang duduk di kursi seberang, mencoba mengeluarkan keberaniannya untuk berbicara kepada ‘tuannya’.

“Aku mungkin lupa mengganti. Aku sudah bilang tadi ‘kan di kantor?” tidak ada lagi yang bisa ia jelaskan kepada Tomi sementara ia pun tidak dapat mengingat kesalahannya itu.

Tomi menampakkan raut kesalnya. Ia paling benci mendengar alasan dari mulut perempuan itu.

“Kamu sengaja? Supaya aku dapat penilaian buruk? Begitu?” ia sedikit membentak.

Entah mengapa, tuduhan Tomi selalu membuat Dara menjadi merasa berasalah, meskipun ia tahu bahwa ia tidak pernah berniat melakukan apa yang dituduhkan.

“Mana mungkin aku berniat begitu? Maaf, aku betul-betul tidak sengaja,” seperti biasa, Dara menjadi pihak yang meminta maaf untuk apa pun yang terjadi di antara mereka.

“Bukannya kamu orang pintar? Dipromosi? Bagaimana bisa kesalahan bodoh seperti itu terjadi?” Tomi semakin memojokan Dara.

Dara menahan lelah pada punggungnya yang telah duduk seharian, dan perutnya yang masih tidak karuan. Ia begitu terpicu dengan kata-kata Tomi barusan.

“Kalau begitu, kenapa harus aku yang mengerjakan pekerjaan kamu? Kenapa bukan kamu? Gaji pun kamu yang terima, bukan aku ...” Dara membalas dengan sedikit mengerutkan dahinya kepada ‘tuannya’.

Tomi terbelalak dan tertawa sinis. Tangannya meraih sebuah kaleng berisi sereal, dan menghampiri Dara yang sedari tadi memegangi perutnya yang begah.

Tangannya melayangkan kaleng itu di pada kepala Dara berkali-kali sambil mendengus seperti seekor singa yang hendak memangsa binatang yang membuat kesal.

“Apa kamu bilang? Kamu menjadi dengan saya? Kenapa soal gaji saya?” ia berteriak kepada Dara yang menangis memegangi kepala yang baru saja dipukul.

Dara merasa begitu lelah, kali ini ia tidak ingin sedikit pun bungkam. Pekerjaannya yang lumayan banyak akhir-akhir ini membuatnya merasakan beban yang tidak biasa. Ditambah lagi dengan Tomi yang selalu menjadikannya joki, Dara mencoba untuk membenarkan dirinya.

“Betul ‘kan? Gaji kamu tidak pernah saya minta untuk dibagi. Kenapa kamu menyalahkan saya untuk pekerjaan kamu yang sudah saya bantu sebisanya?” Dara dengan gamblang membela dirinya. Tomi memang tidak pernah membiarkan Dara menyentuh kartu ATM-nya. Gajinya selalu ia simpan untuk dirinya sendiri, dan Dara tidak berhak mengaturnya, layaknya istri pada umumnya.

“Saya hanya minta tolong kamu untuk mengerjakan pekerjaan saya. Kalau memang tidak bisa, kamu cukup bilang. Kamu pikir, saya tidak bisa mengerjakan semua ini tanpa kamu, hah?” Tomi kembali membentak.

Kalimat itu sudah sering kali diucapkannya kepada Dara ketika mereka bertengkar. Namun, ia seseorang yang suka menjilat ludah sendiri. Seratus kali ia mengatakan hal itu, seratus satu kali, ia meminta Dara untuk kembali menjadi jokinya.

Dara mengepalkan tangannya, menangis tanpa mengeluarkan suara, dan merasakan kebencian yang berkobar begitu dahsyat.

“Kamu selalu bicara seperti itu, tapi kemudian kamu kembali menyuruh saya duduk di kursimu, dan membalas semua email tugasmu!” ia sedikit berteriak kepada Tomi. Entah apa yang merasukinya, hari ini ia terlihat lebih sering membela diri.

Tomi meraih lagi kaleng sereal itu, lalu menghantamnya berulang kali pada bagian wajah Dara. Dara berusaha menutupi wajahnya, ia menaikkan kakinya dan meringkuk menutupi bayinya di dalam perut, dan kedua tangannya menutupi mukanya. Tomi seperti kerasukan sebuah energi yang sangat jahat, kaleng itu tidak dilepaskannya dan terus menghantam punggung Dara.

Dara menangis dan berteriak kesakitan. Satu-satu yang ada di otaknya yaitu melindungi perut buncitnya dari monster buas ini.

Tomi menghempaskan kaleng sereal itu, dan meraih kursi yang ada di depan Dara. Dengan kekuatan, ia melempar kursi itu, dan melayang mengenai tubuh Dara. Ia membuka pintu, lalu berlalu pergi dengan membanting pintu itu. 

Episodes
1 Bab 1 - Bandung
2 Bab 2 - Dara dan Savana
3 Bab 3 - Namanya Bima
4 Bab 4 - Ia Pergi dari Savana
5 Bab 5 - Separuh Lengan Dara
6 Bab 6 - Pemain Pengganti
7 Bab 7 - Menjadi yang Kedua
8 Bab 8 - Menjadi Anak Durhaka Kepada Ibu
9 Bab 9 - Aku Harus Bertahan
10 Bab 10 - Bukan Menantu Idaman
11 Bab 11 - Tak Mau Kalah!
12 Bab 12 - Yang Tak Terduga
13 Bab 13 - Cintaku Tiba!
14 Bab 14 - Langkahi Dulu Aku!
15 Bab 15 - Yang Tak Terduga 2
16 Bab 16 - Memegang Kendali!
17 Bab 17 - Kabar Baik atau Buruk?
18 Bab 18 - Yang Tak Dinantikan
19 Bab 19 - Bangkai Yang Ditemukan
20 Bab 20 - Selamat Datang, Anggota Baru!
21 Bab 21 Tak Akur
22 Bab 22 - Langkah Yang Terhenti
23 Bab 23 - Cerita Lampau Tomi
24 Bab 24 - Rencana Tersembunyi
25 Bab 25 - Pergi Ke Puncak
26 Bab 26 - Mengantar Anak-Anak
27 Bab 27 - Pelukan Mama
28 Bab 28 - Harus Memilih
29 Bab 29 - Gelagat Aneh
30 Bab 30 - Hari-hari Terakhir
31 Bab 31 - Memulai Lagi
32 Bab 32 - Anna dan Mereka
33 Bab 33 - Pengganti Cecil
34 Bab 34 - Tim Baru
35 Bab 35 - Terjadi Lagi
36 Bab 36 - Kesempatan Yang Kesekian
37 Bab 37 - Edisi Baru
38 Bab 38 - Ibu Dua Anak
39 Bab 39 - Tempat Baru Kio & Kayla
40 Bab 40 - Ingat Kata Ibu!
41 Bab 41 - Melewati Batas
42 Bab 42 - Buru-buru!
43 Bab 43- Pengaduan Pertama
44 Bab 44 - Akhirnya Dara Membara
45 Bab 45 - Terima Kasih Ummi!
46 Bab 46 - Aku Punya Ide!
47 Bab 47 - Harmonis
48 Bab 48 - Empat Mata
49 Bab 49 – Selangkah Lagi
50 Bab 50 - Meeting Dadakan
51 Bab 51 - Kehidupan Baru
52 Bab 52 - Tuntutan Seorang Ibu
53 Bab 53 - Prasangka Mertua
54 Bab 54 - Tak Peduli Lagi!
55 Bab 55 - Tempat Curhat Baru
56 Bab 56 - Ini Salahku
57 Bab 57 - Pasti Salahku!
58 Bab 58 - Perang DIngin
59 Bab 59 - Ultimatum Pertama
60 Bab 60 - Reyhan Lagi
61 Bab 61 - K's Berjaya
62 Bab 62 - Tomi Mencoba Lagi
63 Bab 63 - Pelajaran Pertama
64 Bab 64 - Senjata Andalan
65 Bab 65 - Teguh
66 Bab 66 - Melangkah
67 Bab 67 - Maafkan Mama, Kay ...
68 Dariku, Dara
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Bab 1 - Bandung
2
Bab 2 - Dara dan Savana
3
Bab 3 - Namanya Bima
4
Bab 4 - Ia Pergi dari Savana
5
Bab 5 - Separuh Lengan Dara
6
Bab 6 - Pemain Pengganti
7
Bab 7 - Menjadi yang Kedua
8
Bab 8 - Menjadi Anak Durhaka Kepada Ibu
9
Bab 9 - Aku Harus Bertahan
10
Bab 10 - Bukan Menantu Idaman
11
Bab 11 - Tak Mau Kalah!
12
Bab 12 - Yang Tak Terduga
13
Bab 13 - Cintaku Tiba!
14
Bab 14 - Langkahi Dulu Aku!
15
Bab 15 - Yang Tak Terduga 2
16
Bab 16 - Memegang Kendali!
17
Bab 17 - Kabar Baik atau Buruk?
18
Bab 18 - Yang Tak Dinantikan
19
Bab 19 - Bangkai Yang Ditemukan
20
Bab 20 - Selamat Datang, Anggota Baru!
21
Bab 21 Tak Akur
22
Bab 22 - Langkah Yang Terhenti
23
Bab 23 - Cerita Lampau Tomi
24
Bab 24 - Rencana Tersembunyi
25
Bab 25 - Pergi Ke Puncak
26
Bab 26 - Mengantar Anak-Anak
27
Bab 27 - Pelukan Mama
28
Bab 28 - Harus Memilih
29
Bab 29 - Gelagat Aneh
30
Bab 30 - Hari-hari Terakhir
31
Bab 31 - Memulai Lagi
32
Bab 32 - Anna dan Mereka
33
Bab 33 - Pengganti Cecil
34
Bab 34 - Tim Baru
35
Bab 35 - Terjadi Lagi
36
Bab 36 - Kesempatan Yang Kesekian
37
Bab 37 - Edisi Baru
38
Bab 38 - Ibu Dua Anak
39
Bab 39 - Tempat Baru Kio & Kayla
40
Bab 40 - Ingat Kata Ibu!
41
Bab 41 - Melewati Batas
42
Bab 42 - Buru-buru!
43
Bab 43- Pengaduan Pertama
44
Bab 44 - Akhirnya Dara Membara
45
Bab 45 - Terima Kasih Ummi!
46
Bab 46 - Aku Punya Ide!
47
Bab 47 - Harmonis
48
Bab 48 - Empat Mata
49
Bab 49 – Selangkah Lagi
50
Bab 50 - Meeting Dadakan
51
Bab 51 - Kehidupan Baru
52
Bab 52 - Tuntutan Seorang Ibu
53
Bab 53 - Prasangka Mertua
54
Bab 54 - Tak Peduli Lagi!
55
Bab 55 - Tempat Curhat Baru
56
Bab 56 - Ini Salahku
57
Bab 57 - Pasti Salahku!
58
Bab 58 - Perang DIngin
59
Bab 59 - Ultimatum Pertama
60
Bab 60 - Reyhan Lagi
61
Bab 61 - K's Berjaya
62
Bab 62 - Tomi Mencoba Lagi
63
Bab 63 - Pelajaran Pertama
64
Bab 64 - Senjata Andalan
65
Bab 65 - Teguh
66
Bab 66 - Melangkah
67
Bab 67 - Maafkan Mama, Kay ...
68
Dariku, Dara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!