“Dar! Aku mau bicara,” tumben sekali Tomi sudah ada di kantor begitu pagi. Ia sengaja datang untuk menemui Dara sepagi itu. Mereka terbilang akrab belakangan. Dara beberapa kali meminjamkan sepeda motornya dan mengantarkan Tomi sampai ke indekosnya.
Dara berhenti dari aktivitasnya. Ia dapat melihat Tomi akan memberitahukannya sebuah hal yang serius. Ia mengikuti Tomi dari belakang dan bersama menuju pantry. Jam itu, tidak ramai karena belum jam kerja.
Tomi menutup pintu pantry dan memastikan sekali lagi jika tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.
“Aku akan segera berangkat. Lusa aku pergi ke Samarinda,” ternyata itu yang ingin ia sampaikan kepada Dara.
“Pergi? Tapi kenapa? Ada apa?” Dara tampak tak memahami keputusan Tomi. Ia baru saja bergabung selama lima bulan, dan menurut Bima hotel akan segera buka dalam dua bulan kedepan.
“Ceritanya panjang. Good story, aku dapat posisi lebih tinggi di salah satu hotel di sana. Bad story, aku ada cekcok dengan GM” Tomi tampaknya tak sanggup harus menjabarkan semuanya.
“Bima? Cekcok soal apa?” Dara tak paham mengapa dua orang yang berteman itu terlibat cekcok hingga salah satu dari mereka harus pergi.
Tomi memegang pundak Dara. Ia tahu bukan hal yang tepat untuk menceritakan semuanya kepada Dara. Bukan itu tujuannya.
“Aku punya posisi yang bagus untuk kamu, Dar. Kamu tulang punggung. Gaji di sana lebih lumayan. Kamu bisa ikut dengan aku, kalau ibu kamu mengizinkan,” kali ini Tomi akan mengajak Dara pergi dari Savana bersamanya.
Tomi mengambil ponselnya dan menunjukkan sebuah pesan. Seseorang yang tersimpan dengan nama kontak Aswar, memberitahu posisi yang cocok untuk Dara dengan gaji dua setengah kali lipat dari apa yang diberikan Savana.
Hati Dara seakan ombang-ambing seketika. Tentu itu kesempatan yang baik bagi dirinya. Lagi pula di industri ini, orang memang sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi.
Dari beberapa bulan terakhir, ia menangkap kesimpulan bahwa Tomi adalah orang yang cukup berpengalaman dalam industri ini, dan bisa dipercaya.
Tapi ... Bagaimana dengan Bima jika ia tahu Tomi-lah yang mengajak Dara pergi dari Savana?
Biasanya otak Dara akan selalu fokus pada pekerjaan yang menanti di kantor, akan tetapi pagi ini Tomi telah berhasil mengalihkan itu semua.
Adiknya akan segera berpindah ke bangku SMA. Tentu akan lebih banyak pengeluaran nantinya, dan apa yang Tomi tawarkan, tentu saja bisa menjadi kunci menyelesaikan kendala keuangannya saat ini.
Dara berpikir cepat. Bagaikan mesin pompa, ia terus memaksa pikirannya untuk cepat memutuskan apa yang seharusnya ia lakukan.
“Enggak usah jawab sekarang. Kabarin kalau kami tertarik. Flight-ku lusa.” Tomi menghentikan Dara dari lamunannya.
“Lusa? Kenapa begitu cepat?” masih saja semua ini tidak dapat Dara pahami.
“Panjang ceritanya. Tapi aku harap kamu menyusul” Tomi sekali lagi menepuk pundak Dara dan pergi dari pantry yang telah mendengar obrolan mereka sedari tadi.
Dara mengetuk-ngetukkan ujung kuku-kukunya di meja kerja. Pekerjaannya hari ini telah 90% rampung, dan kini ia tinggal menunggu waktu tepat untuk pergi ke kantor personalia.
Campur aduk dan tak bisa diungkapkan ... Dadanya tentu bergejolak ke sana kemari.
Tok, tok!
“Masuk!” sahut suara seorang wanita dari dalam kantor personalia. Ia menatap Dara, dan menyapa dengan hangat. Mery memang sangat menjadi idola bagi para pegawai. Ia tidak seseram apa yang orang-orang kira mengenai bagian personalia.
Tak berpanjang kata, amplop berisikan surat pengunduran diri, diletakan di meja Mery.
“Alasan Dara apa? Saya hanya mau tahu agar bisa menjelaskan jika Pak Bima bertanya nanti,” dengan bijaksana ia menanggapi surat yang sudah ia ketahui apa isinya.
“Saya dapat pekerjaan baru, bu. Saya juga harus ambil karena butuh tambahan untuk keluarga saya. Semoga diproses,”
Meri mengangguk tersenyum. Ia tentu paham dengan posisi Dara, sedikit atau banyak ia tahu apa yang dihadapi Dara.
“Saya proses segera, Dara. Setelah ada persetujuan Pak Bima.” Mery mengakhiri percakapan mereka di sore itu.
Bima meletakan cangkir kopinya yang masih panas di sudut kanan mejanya. Matanya tertuju pada map bersampul transparan di atas mejanya. Ia sudah menduga apa isinya. Benar saja ...
Ia tahu Dara sudah tidak ada di kantornya. Sayang sekali, bisa terlihat beberapa tulisan Mery mengenai alasan Dara ingin berhenti, dan terbubuhkan tanda tangan bagian personalia di situ. Ini berarti hanya menunggu satu lagi tanda tangan yaitu dari Bima.
Pikirannya mulai sedikit kacau. Gadis ini, begitu ia damba-dambakan, dan sebenarnya ia ingin agar Dara ikut bersama beberapa koleganya dalam proyek pembukaan hotel yang lain.
Untuk kali ini, Bima memutuskan untuk menjadi kekanak-kanakan dan tidak profesional.
Ia mengeluarkan ponselnya dan memanggil kontak Dara.
“Kamu mau ke mana?” ia menyambar dengan pertanyaan begitu telepon itu dijawab.
Pertanyaan ini disampaikan dengan nada yang serius, dan Bima tidak dapat menyembunyikan nada kesal, bercampur sedih, dan perasaan tak menentu.
“Aku mau pergi kerja, mas ...”
“Aku tahu. Ke mana? Kota apa?”
Dara terdiam sejenak memegang ponselnya. Orang seperti Bima tahu segala sesuatu yang terjadi di area kerja. Ia bisa saja tahu bahwa Dara akan pergi dengan Tomi.
“A ... aku ikut ke Samarinda, mas ...” akhirnya ia menjawab dengan jujur, dan menanti entah respons apa yang akan diberikan Bima.
Bima terdiam sesaat, menggigit bibir bawahnya sembari menarik nafas panjang. Tomi ... Ia sudah tahu gadis ini akan diincar oleh temannya itu.
“Kamu yakin? Ini pertama kamu akan pergi merantau. Kamu yakin dengan dia? Tomi, ‘kan?” Bima meyakinkan bahwa ini benar-benar Tomi.
“Aku akan jaga diri, Mas Bima. Kami satu kota, tapi beda tempat kerja,” Dara berujar untuk meyakinkan atasannya itu.
Tampaknya tekadnya sudah begitu bulat. Bima tahu dalam hal ini ia tidak akan bisa berbuat banyak.
Tidak berubah ... Tomi memang seorang pria yang ulung memutarbalikkan pikiran wanita. Setidaknya ia berhasil menikahi beberapa perempuan sebelum ini.
“Jangan sama dia. Itu saja pesan aku. Aku masih ada di sini. Jangan ganti nomor ponsel kamu.” Bima memutuskan untuk menelan kopi pahit hari ini. Ia mematikan panggilan itu, dan duduk setengah berbaring di kursinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Meymey
ini dara punya masalah apa sih kenapa pindah. 😏😡😤 ngeselin
2022-06-28
0