Hideo mendatangi kamar Fayza yang masih terbuka dan tampak Na-eun hendak keluar membawa cangkir kosong bekas teh manis permintaan gadis itu.
"Na-eun, satu jam lagi kamu baru kesini." Hideo menatap dingin gadis perawat itu.
"Baik tuan Park" jawab Na-eun patuh.
Hideo masuk ke dalam kamar Fayza dan menutup pintu serta menguncinya. Fayza terkejut melihat pria itu dan menatapnya curiga.
"Mau apa lagi kamu?" tanya Fayza yang mengambil minyak esensial untuk memijit kakinya. Dokter Daewoon menyarankan agar dia rutin menggosok minyak itu sehari dua kali dan sekarang Fayza berjalan ke sofa yang sudah dilembari kain agar minyak yang menetes tidak terkena langsung.
"Kenapa kamu bisa tahu siapa penemu helikopter?" tanya Hideo dingin sambil mengikuti kemana gadis itu berjalan.
"Jan Bahyl?" Fayza meletakkan tubuhnya diatas sofa. Sore ini Fayza mengenakan baju terusan rok berbahan wol.
"Ya."
Fayza tertawa. "Aku sendiri tidak tahu. Now, tell me Mr Park. Apakah aku dulu seorang guru hingga aku tahu siapa penemu helikopter?"
Hideo duduk di sofa kecil seberang Fayza dengan wajah dinginnya.
"Kamu bukan seorang guru."
"Lalu? Aku apa dulunya?" Fayza mulai mengoleskan minyak esensial itu di tungkai panjangnya.
"Hanya seorang wanita yang hobi membaca." Hideo susah payah menelan salivanya saat melihat cara Fayza mengoleskan minyak esensial harum lavender itu.
Baru sadar kalau kaki Fayza panjang dan mulus.
"Hhmm. Apakah aku seperti Wikipedia berjalan?" tanya Fayza mengacuhkan tatapan aneh Hideo.
"Sebangsa itulah. Apalagi yang kamu ingat?" tanya Hideo dengan nada aneh.
"Aku tidak ingat kapan kita menikah. Dimana dan sudah berapa lama?" Fayza menatap Hideo.
"Kita menikah di Las Vegas setahun lalu." Hideo sudah mempersiapkan jawaban yang akan diberikan jika Fayza bertanya.
"Las Vegas?" Mata biru Fayza menatap heran ke arah pria berwajah dingin itu. "Kenapa kita menikah disana? Apa keluarga aku tidak setuju?"
Hideo menggelengkan kepalanya. "Keluargamu sudah meninggal semua. Kita menikah di Las Vegas karena gampang prosedur nya."
"Aku yatim piatu?" tanya Fayza lagi. "Lalu pria yang memanggil..."
"Sudah aku bilang jangan membicarakan pria lain!" bentak Hideo. "Itu hanya mimpimu saja!"
Gadis itu terlonjak mendengar bentakan Hideo dan hampir menumpahkan minyak esensial yang dipegangnya namun dia sudah mampu menguasai dirinya.
"Baik. Aku tidak akan mengungkit mimpiku itu" ucap Fayza pelan dengan nada datar sambil meletakkan botol minyak esensial diatas meja.
Hideo menatap dingin ke arah Fayza yang kembali sibuk mengurut kedua kakinya. "Apa lagi yang ingin kamu tanyakan."
"Tidak ada" jawab Fayza dingin.
Hideo kemudian pindah posisi duduknya ke sofa panjang tempat Fayza berada lalu mengambil kaki mulus gadis itu dan diletakkan diatas pahanya.
"Kamu mau ngapain?" tanya Fayza bingung.
"Mijat kaki kamu lah!" Hideo pun mengurut pelan kaki putih itu.
"Pakai alas dulu, Hide, nanti celana panjangmu kena noda minyak." Fayza mengambil kain yang dibuat alasnya tadi dan hendak meletakkannya diatas paha Hideo.
Hideo membiarkan Fayza meletakkan kain itu diatas pahanya dan pria itu bisa menghirup harum antara lavender dan green tea dari tubuh Fayza.
"Sudah!" ucap Fayza yang posisinya duduk dengan kaki diatas paha Hideo.
Anggap saja begini ya gaeesss
Hideo lalu dengan pelan memijat tungkai indah Fayza. Dalam hatinya, Hideo merutuk sesuatu yang mendesak di tengah-tengah pangkal pahanya. Sial! Hanya seperti ini saja, sudah berdiri saja milikku!
"Hideo" panggil Fayza yang menatapnya datar namun tak urung wajahnya memerah melihat kakinya dipegang oleh pria asing yang mengaku sebagai suaminya.
"Apa? Aku terlalu menekan kakimu?"
"Tidak. Bisakah kamu menanyakan pertanyaan umum?"
"Kenapa?"
"Ingin membuktikan apakah aku bodoh atau tidak."
Hideo menoleh. "Kamu tidak bodoh, Fay. Karena aku tidak suka perempuan bodoh! Tapi sikap bodohmu itu hampir membuat nyawamu melayang!"
Fayza memajukan bibirnya yang seksih membuat Hideo ingin mencicipi bibir itu.
"Tanyakan saja! Misal ibukota negara mana gitu?"
Hideo tersenyum. Gadis satu ini memang begini sifatnya atau hanya berpura-pura?
"Rumus Einstein." Hideo menoleh ke arah Fayza.
"E\=MC²."
"Siapa Sigmund Freud?"
"Bapak Psikoanalisa."
Hideo menaikkan sebelah alisnya. "Penemu aljabar?"
"Muhammad bin Musa Khawarizmi atau Al Khawarizmi."
"Harley Davidson itu satu orang atau dua orang?"
"No, empat orang. William A. Davidson, Walter Davidson Sr., Arthur Davidson dan William S. Harley. Tahun 1901 William Harley dan sahabatnya Arthur Davidson memulai awal pembuatan motor legendaris yang nantinya kedua kakak Arthur, William dan Walter membantu pendirian perusahaannya" jawab Fayza.
Hideo melongo. "Bagaimana kamu bisa tahu?"
Fayza menatap bingung ke arah Hideo. "Aku sendiri tidak tahu. Apa mungkin semua yang aku baca aku simpan erat-erat di memori otak aku?"
Hideo kemudian menarik tubuh Fayza hingga mendekat ke pria itu yang langsung memegang pinggang rampingnya. Keduanya saling menatap dengan ekspresi berbeda.
"Kamu memang unik, Fay" bisik Hideo dengan suara serak.
"Kamu mau apa?" ucap Fayza dengan tatapan tajam.
"Aku mau..." Hideo mendekati wajah gadis bermata biru itu ketika suara ketukan terdengar di pintu kamar Fayza. "Brengseeekkk!" umpatnya. Dengan sedikit kasar, dia meletakkan kaki Fayza dan berdiri untuk membuka pintu kamar.
Fayza sendiri harus menetralisir degup jantungnya yang terasa seperti sedang marathon. Astaga! Apa tadi itu?
Hideo membuka pintu kamar kasar dan melihat Jin sudah berdiri di sana dengan wajah datar.
"Apa Jin?"
"Boss ditunggu."
Hideo mendengus kasar karena merasa belum rela harus berpisah memegang kaki ramping milik Fayza. Pria itu menoleh ke arah Fayza yang sedang melipat kain yang digunakannya sebagai alas pijat.
"Aku pergi dulu Fay. Kamu disini saja!" perintah Hideo.
"Ya Hideo." Fayza membalas sembari menatap pria itu yang kemudian keluar dari kamarnya. Tak lama Na-eun masuk ke dalam kamar Fayza bersama Yumi teman perawatnya yang dilihat oleh Fayza pertama kali selain Hideo.
"Sudah Nyonya?" tanya Na-eun sembari membantu Fayza berdiri dari sofa.
"Sudah Na-eun, Yumi. Kalian tidak beristirahat?" tanya Fayza sambil berjalan menuju kursi yang menghadap pemandangan laut menjelang petang.
"Nanti setelah nyonya makan malam dan beristirahat, kami baru beristirahat."
"Baiklah." Ketiganya pun terdiam sambil memandangi laut.
Setengah jam kemudian, Fayza mendengar suara helikopter tinggal landas dari rumah itu.
"Helipad nya Hideo dimana?" tanya Fayza.
"Berada di halaman belakang, nyonya."
"Apakah rumah ini luas?"
"Sangat luas nyonya." Kali ini Yumi yang menjawab.
Besok jika Hideo di rumah, aku ingin dia membawaku berjalan melihat sekeliling rumah. Fayza bertekad untuk mengetahui semuanya sambil terapi berjalan.
***
Hideo dan Jin tiba di sebuah gedung berlantai tiga puluh yang terdapat helipad disana. Gedung milik klan mafia Silver Shinning itu bergerak di bidang jual beli senjata pasar gelap dan narkoba namun dengan pintar Hideo rubah gedung itu menjadi hotel mewah yang juga menyediakan wanita panggilan high class.
Meskipun dikenal sebagai pemasok drugs kelas tinggi untuk para pejabat pemerintahan, artis dan pengusaha yang menjadi pecandu narkoba, Hideo paling anti memakai drugs. Baginya, sekali pakai, orang akan bisa menekan titik lemahnya karena zat adiktif yang akan terus meminta dalam tubuhnya. Hideo tidak mau orang bisa mendapatkan titik lemahnya.
"Apakah semua orang sudah datang?" tanya Hideo dingin ke arah Hyun-jae yang menjadi manager hotel Silver Shinning.
"Sudah semua tuan" jawab pria berwajah keras itu.
"Bagus. It's show time." Hideo pun masuk ke dalam lift khusus miliknya.
Mukanya jangan dingin gitu Oppa
***
Yuhuuuu Up Sore Yaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Hoshi? typo nieh. Hideo seharusnya
2022-10-29
1
Nuril sofiyati
aiiii....kulkas 2 pintu....tepatnya dingin sedingin freezer
2022-06-19
1
ꍏꋪꀤ_💜❄
rasain senjata makan tuan
2022-06-18
1