Teh wasgitel? Apa itu? Apakah itu minuman favorit Fayza?
Hideo menatap gadis cantik di sebelahnya yang tampak bingung sendiri ketika mengucapkan minuman yang sepertinya biasa dia minum tapi tidak ingat apa itu dan dimana.
"Kamu makan saja dulu. Aku akan mencari tahu dimana teh wasgitel."
"Apa dulu sebelum aku kehilangan ingatan, disini tidak ada persediaan teh wasgitel?" Mata biru Fayza menatap Hideo.
Hideo menatap datar ke arah mata biru sebiru samudera itu meskipun dalam hatinya mulai ketar ketir takut gadis itu mulai mengingat sesuatu. Biasanya mengingat hal kecil akan membuka ingatan yang besar.
"Aku buang!" jawab Hideo cuek.
"Kenapa?" tanya Fayza polos.
"Karena kamu pergi meninggalkan aku, jadi semua makanan favorit mu yang ada di kulkas dan lemari, aku suruh pelayan buang semua!"
"Ya ampun, kan sayang" gumam Fayza yang didengar oleh Hideo seolah dia lebih sayang buang-buang makanan daripada ucapan dirinya pergi meninggalkan pria itu.
"Kamu nanti habis sarapan, bertemu dengan dokter Daewoon untuk terapi berjalan!"
Fayza menoleh ke arah Hideo yang sedang memasukkan salmonnya. "Kenapa aku ingin meninggalkan dirimu?"
Hideo kembali menoleh dan lagi-lagi mata biru itu menatap polos ke dirinya. Entah sihir apa yang dimiliki Fayza tapi Hideo seperti terhipnotis melihat mata biru itu dan tampaknya akan menjadi warna favoritnya.
"Kamu selingkuh!" ucap Hideo dingin.
Fayza terkejut. Selingkuh? Sama siapa? "Kok bisa aku selingkuh?"
"Bisa saja! Bahkan kalian sudah berjanji kabur ke Amerika tapi Tuhan mendengar permintaan ku. Kamu kembali padaku.!" Hideo mencengkeram wajah Fayza dengan satu tangan sedikit menekan pipi mulus gadis itu.
Fayza menatap Hideo dengan mata sedikit berembun. "Sa...sakit Hideo..." bisiknya.
"Jangan pernah macam-macam denganku Fay!" ancam Hideo yang dalam hati merasa dirinya pantas mendapatkan piala Oscar karena aktingnya. Pria itu melepaskan cengkramannya. "Habiskan sarapan mu!"
Fayza lalu mulai memakan sarapannya dengan mata berkaca-kaca. Rasanya ada yang salah tapi apa.
Mata hitam Hideo melirik ke arah Fayza yang sarapan dengan elegan meskipun matanya berembun. Mau bagaimana pun, sekali keluarga Pratomo, tetap keluarga Pratomo yang mampu memendam emosinya dengan anggun dan terhormat.
Usai sarapan dan mendapatkan kekuatan, Fayza pun berjalan pelan mengikuti Hideo yang melangkah dengan tegapnya. Wajah Fayza menegang ketika melihat sebuah ruangan yang merupakan tempat periksa nuansa putih lengkap dengan kasur periksa termasuk parallel bars.
"Dokter Daewoon" ucap Hideo dingin.
"Ya tuan Park. Apa sesi terapi nyonya bisa dimulai hari ini?" tanya Dokter Daewoon yang berusia sekitar 50 tahunan.
"Ya. Dimulai saja."
Dokter dengan wajah kaku saat berhadapan dengan Hideo, berubah menjadi lembut ketika memandang Fayza.
"Nyonya Park, tolong sepatunya dilepas, kita akan terapi tanpa menggunakan alas kaki sekalian saya memeriksa keadaan otot kaki anda yang sempat cuti lama selama anda koma."
Fayza mengangguk lalu duduk dan mencoba melepaskan sepatunya yang tadinya dipasangkan oleh Na-eun. Hideo yang melihat Fayza kesulitan mendengus kesal lalu berjongkok di hadapan gadis itu.
"Siapa sih yang membelikan sepatu seperti ini!" omelnya kesal. "Bikin susah saja!"
"Anda kan yang membelikan untuk nyonya" ucap Jin yang sudah datang di ruang periksa sedangkan dokter Daewoon memalingkan wajahnya agar tidak terlihat tersenyum geli.
"Buang sepatu ini!" Hideo melemparkan sepasang sepatu tepat di bawah kaki Jin laku pria itu berdiri.
"Eh jangan dibuang!" seru Fayza.
Ketiga pria itu menoleh ke arah gadis berambut pirang itu.
"Kenapa?" tanya Hideo kesal.
"Itu sepatu Manolo Blahnik! Aku suka!" seru Fayza.
"Tapi sepatu itu menyusahkan, Fay!" Hardik Hideo.
"Aku memang amnesia tapi aku ingat merk sepatu, tas dan baju. Dan Manolo Blahnik itu sepatu yang nyaman dipakai!" balas Fayza judes.
Hideo melongo sedangkan Jin dan Dokter Daewoon mati-matian menahan tawa.
Astagaaa! Perempuan ya! Meskipun amnesia tapi masih tahu barang branded?
"Terserah kamu! Jin, kita pergi sekarang! Dan kamu, Darling, terapi yang benar!" ucap Hideo penuh penekanan lalu pergi meninggalkan ruangan dokter Daewoon. Jin sendiri memilih meletakkan sepasang sepatu dengan model bertali seperti sepatu balet itu di sisi kursi.
"Nyonya, jika sudah selesai, sepatu anda disini." Jin lalu membungkuk hormat sebelum meninggalkan Fayza bersama dengan dokter Daewoon.
***
"Boss?" suara Jin yang mengekor di belakang Hideo membuat pria itu berhenti.
"Apa?"
"Serius ini anda akan membuat nona Fayza berpikir bahwa kalian adalah pasangan suami-istri?" tanya Jin.
Semalam memang Hideo meminta semua orang yang berada di rumah mewah itu harus membuat Fayza percaya bahwa mereka adalah pasangan suami-istri ke semua pelayan, pengawal, koki hingga tukang kebun.
"Kenapa?" tanya Hideo balik bertanya.
"Bagaimana jika nona Fayza mulai ingat? Apa yang akan anda lakukan?"
"Fayza tidak akan kemana-mana! Karena aku yang akan tetap menyekapnya disini." Hideo menatap dingin tangan kanannya.
"Meskipun jika nanti keluarga besarnya tahu? Anda akan menciptakan perang boss. Klan Pratomo itu sebenarnya silent mafia dan tidak akan bergerak jika tidak diganggu dan anda sudah mengganggu mereka."
Hideo tertawa terbahak-bahak. "Biarkan mereka bergerak karena aku yakin, mereka menganggap Fayza sudah tewas dan hilang di lautan. Fayza tidak akan kemana-mana, Jin. Oh, tolong Carikan apa itu teh wasgitel dan kamu harus dapat!"
Jin hanya terdiam. Terserah padamu Boss. Tapi aku sudah memperingatkan.
***
Fayza mulai belajar berjalan sembari berpegangan di parallel bars sambil ditemani dokter Daewoon dan Na-eun yang dipanggilnya.
Peluh mulai membasahi wajah cantik Fayza yang harus diterapi kembali otot-otot kakinya.
"Tidak usah terburu-buru nyonya Park. Apalagi ini baru hari pertama kita terapi. Untuk hari ini kita hanya setengah jam untuk melemaskan otot kaku kaki nyonya."
Dokter Daewoon memandu Fayza untuk duduk dan mulai memeriksa tungkai panjang milik Fayza yang bertinggi 174 sentimeter sedangkan Na-eun membawakan sebotol air mineral.
"Terima kasih Na-eun" ucap Fayza ketika melihat perawatnya datang memberikan sebotol air mineral.
"Nyonya, melihat kondisi nyonya, saya kira sekitar dua tiga hari kedepan, anda akan bisa berjalan seperti biasanya." Dokter Daewoon memeriksa dengan teliti kondisi kedua kaki Fayza.
"Alhamdulillah" ucap Fayza spontan yang membuat kedua orang disana terkejut. "Lho memang ada apa?"
"Eh tidak ada apa-apa" ucap dokter Daewoon sambil tersenyum. Apakah tuan Park tahu agama yang dianut nona Fayza?
***
"AAPPAAA?" seru Hideo.
"Iya tuan Park. Apakah anda tahu kalau nona Fayza menganut agama Islam?" tanya Dokter Daewoon pada siang hari setelah Fayza masuk kamar untuk beristirahat.
Hideo mengusap dagunya kasar. "Apakah dia melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim?"
"Mungkin saat ini belum karena bisa jadi dia tidak ingat agamanya apa dan bisa saja tadi spontan berkata demikian."
"Brengsek! Jin, cari tahu..."
"Setahu saya, mereka memang menganut agama Islam." Jin menatap serius ke arah bossnya. "Bahkan saat almarhum tuan Joshua Akandra hendak dimakamkan, terlebih dahulu dibawa ke mesjid Indonesia - Tokyo."
Hideo menatap horor ke dua orang kepercayaannya.
"Semoga Fayza tidak ingat agamanya apa!"
***
Yuhuuuu Up Siang Yaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
ada ya orang segila Hideo, hati hati lho bang ketika kapok kamu 😅
2024-10-11
1
wonder mom
hayoo lhooo...Hideo dituntut jd mualaf sm hatinya sndiri tar.👌👌👌unik n. hidayah dtg krn dendam. peri gud setori, mbak😉😉😉
2022-06-17
2
Nuril sofiyati
hideo jangan jd mafia...jd pembuat game aja yaa....
oh ya 1 lagi ndang mualaf...ben akting e tambh josss
2022-06-17
1