Kedatangan Dhiarra dan Yuaneta ke meja khusus, disambut tatapan laser dari Shin. Namun Faiz yang melempar senyum hangatnya, cukup menjadi penyemangat bagi si dua karib cantik itu. Mereka duduk sangat anggun dan sopan.
"Assalamu'alaikum...Hai, selamat siang encik berdua.. Tuan Shin serta tuan Faiz.. Senang hati kami, sebab boleh saling jumpa kat sini..," suara renyah Yuaneta telah mulai menyapa. Berbalas anggukan dari Shin serta senyum manis dari Faiz.
" Seperti yang kawan saya, Dhiarra telah sepakati dengan encik Shin... Kita janji jumpa kat sini guna tengok gambar rancang yang saya bawa. Maka.., sila encik Shin periksa dan nilai. Semoga anda berkenan, encik Shin.."
Yuaneta tak ingin berkesan menghabiskan waktu, maka segera disodorkan buku rancang milik Dhiarra itu kepada encik Shin.
Alis hitam tebal yang bertaut rapat itu sangat mendebarkan hati Dhiarra. Segala doa terbaik dia rapalkan diam-diam. Berharap Shin tertarik dan tergerak hati pada gambar rancang baju yang dibuat Dhiarra di bukunya.
"Tuan Shin... Selain gambar dalam buku, saya juga sertakan sampel nyata rancangan kami. Sila anda pertimbangkan lebih seksama.." Yuaneta menyodorkan bungkusan yang berisi enam baju jadi hasil rancang sang karib pada Shin.
Faiz segera mengambil bungkusan yang berisi baju rancang Dhiarra yang masih terlipat sangat rapi. Lalu membentangkan sempurna dan Shin terus mengamati.
Terus begitu sampai setengah lusin baju selesai disimak sangat seksama oleh Shin. Sambil membandingkan antara desain di buku dengan sampel hasil jadinya.
Mata tajam hitam pekat semu biru itu memandangi Dhiarra dan Yuaneta bergantian. Alis golok itu tidak lagi bertaut, namun menempel lekat lagi di posisi semula.
"Jadi.... Siapa perancang seluruh model baju ini..?" mata itu terus menatap pada mereka.
"Kawan karib saya menitip saat berkunjung ke negara ini, tuan Shin..," tegas Yuaneta menjawab.
"Kenapa kalian begitu repot mengurusi ini untuknya?" ternyata prediksi saat Shin berkata buru-buru itu telah meleset. Shin masih juga tanya-tanya.
"Ini adalah karya bagus dan juga sebuah amanat dari kawan saya, tuan..."
"Lalu apa yang kalian akan dapat?" Shin terus memberi soalan dengan cepat.
Yuaneta agak termangu untuk lanjut menjawab. Meja khusus itu hening sesaat.
"Tentu saja berbagi hasil, tuan Shin. Baju serta desain itu cukup lama tersimpan. Tidak serta merta kami tawarkan... Sebab menunggu siapa yang tepat kami tawari. Dan tak sengaja saya jumpai bahwa anda adalah seorang pengusaha fashion. Jadi... Saya pilih andalah orang tepat itu...," kali ini Dhiarra menyahut meyakinkan.
"Besar harapan kami, encik Shin nak coba bekerja sama dengan kami. Memasarkan baju rancang ini.." Dhiarra cepat melanjuti ucapannya.
"Tentu dengan harga yang harus sepadan dengan kualitas rancang ini. Bagaimana... Anda berminat bukan, encik Shin..?" dengan suara tegas, menekan dan lembut, Dhiarra terus berusaha untuk meyakinkan hati Shin.
Tanpa kedip, Shin terus memandangi gadis cantik itu berbicara. Mata lasernya memicing dan meredup memperhatikan penjelasan Dhiarra.
"Siapa nama dari pembuat rancang baju ini..?" pertanyaan Shin kali ini terasa sangat merepotkan.
Dhiarra menyamarkan wajah gusar, diliriknya sekilas Yuaneta. Tapi sang karib sedang menggigit bibir tanda sedang miskin ide.
"Siapa nama kawan karibmu itu, Nett? Diaz..., benar..., benar... Namanya betul Diaz kan, Nett?" Dhiarra mengerling pada Yuaneta dengan sangat meyakinkan.
"Betul, Ra... Nama kawan karib saya adalah Diaz, tuan Shin.," ucapan menimpali Yuaneta sangatlah meyakinkan.
"Apa aku boleh berjumpa dengannya?" pertanyaan yang dilempar Shin semakin mengancam.
" Tentu boleh, encik Shin. Tapi dalam masa dekat ni, kawan saya agak sibuk. Jadi belum ada plan datang sini..," jawaban dari Yuaneta.
" Jika begitu, berapa nomor hand phone dia ? Aku nak cakap dengannya sekejap.." Yuaneta sekilas menggigit bibir. Dan hal itu sempat dilihat oleh Dhiarra.
"Kawan kita itu tak boleh pegang ponsel suka hati, encik Shin. Dia tengah ada kat pesantren. Belajar agama..., jadi aturan kat pesantren tak bolehkan main ponsel suka-suka.. Harap encik Shin makhlumkan.."
Terlanjur jadi bubur, Dhiarra terbaksa tidak jujur. Shin mengangkat alisnya sekali lagi.
"Baiklah.. Kita lanjut saja bincang ini." Shin meneguk air mineral dari botol kemasan.
"Berapa harga yang kau inginkan?" mata Shin hanya menatap Yuaneta.
"Berapa juga yang tuan Shin cuba tawarkan?" Yuanita menarik ulurnya. Selalu ingat akan arahan Dhiarra sebelum saling jumpa dengan Shin.
"Dua ribu ringgit... Bagaimana?" Shin hanya terus memandang Yuaneta.
"Terlalu murah. Kami keberatan, encik Shin," ada sedikit ragu dari suara Yuaneta. Tentu saja Shin mengetahuinya.
"Lalu berapa?" seolah Shin begitu menurut dan jinak.
"Saya coba tawarkan enam ribu ringgit, bagaimana?" Yuaneta mulai negosiasi.
Shin hanya diam memandang Yuaneta. Lelaki berkharisma itu seperti tidak sedang memikirkan apapun.
"Itu terlalu tinggi. Aku tidak berani. Prodak kalian belum pernah teruji di perusahaanku."
"Jika harga yang kau ajukan terlalu tinggi, lebih baik aku tidak mengambilnya." Shin terlihat tak peduli. Seolah tidak butuh. Dan kedua kawan karib itu saling pandang, Yuaneta kebingungan.
Bagaimanapun, pria berkebangsaan Malaysia itu memang handal berbisnis. Dan sangat paham berpolitik dalam dagang. Apalagi dengan dua gadis pendatang di depannya. Shin menganggapnya sangat mudah.
"Encik Shin..." Dhiarra menyebut nama pria itu. Dan akan menyampaikan sesuatu.
" Apa kau punya penawaran lagi..?" Shin menebak dengan tepat.
"Anda betul sekali, encik Shin," gadis itu mengangguk. Membalas tatapan Shin yang kini beralih hanya fokus padanya, bukan lagi Yuaneta.
"Katakan.." Shin berkata tenang dengan mata tak berkedip.
"Encik Shin. Jujurlah... Apakah baju rancangan ini sama sekali tidak menarik bagimu?" gadis bermata bintang itu mulai memasang kuda-kuda.
"Jika tidak menarik, tak akan kubuat penawaran seringgit pun, Dhiarra.." Shin kembali meneguk air di botolnya.
"Lalu, kenapa anda sangat kedekut (pelit) pada kawanku? Bukankah baju rancangnya ini lebih berkelas dan berkualitas serta menarik? Ini jauh lebih elok dari rancang baju yang anda ambil dari Sazlina waktu itu.... Saya yakin, anda telah sangat paham. Jadi kuminta, anda jangan munafik encik Shin..," penjelasan Dhiarra ini membuat dua alis golok Shin terangkat tinggi-tinggi.
"Lalu apa yang kau ingin dariku, Dhiarra..?" Shin pun langsung mengalah. Mengelak dari ucapan gadis itu sepertinya tak ada guna.
"Bagaimana kalo kita menunggu hasil?"
"Maksudmu, kupakai rancanganmu lalu kupasarkan tanpa membayarmu dulu?" Shin sedikit tersenyum.
"Sedikit betul, encik Shin. Tapi tentu anda harus membayarku di muka tiga ribu tiap baju. Sisanya.., anda bayarkan sesuai hasilnya. Dan anda harus jujur, jangan berani menipu kami."
Shin menyimpan senyum mendengar ancaman Dhiarra padanya.
"Kau percaya sekali padaku, Dhiarra. Bagaimana jika aku menipumu? Apa kau akan tahu?" Shin terang-terangan tersenyum. Faiz pun yang sedari tadi menyimak, ikut juga senyum lebar.
"Kalian dua orang..., jika berani menipu kami.. Terutama anda, encik Shin, kusumpahi akan menjadi bujang lapuk dan karatan."
Dhiarra memberi ancaman konyol seraya menjeling Yuaneta yang sedang menahan tawanya. Shin dan Faiz saling pandang kurang paham.
"Apa itu bujang lapuk dan karatan, Dhiarra..?" Faiz tidak tahan lagi untuk diam.
"Bujang tua... Perjaka tua dan...Impoten..!" suara gadis pendatang itu sangat lantang.
Shin dan Faiz seketika menarik senyum di wajah. Berganti dengan muka tegang dan rahang mengeras. Bagi mereka, yang memang masih sebagai bujang dan merasa perjaka, sumpah Dhiarra sangatlah menakutkan. Apalagi Shin, ia adalah jenis pria yang kurang bercanda dan tawa. Ancaman vulgar ini sangatlah serius baginya.
Yuaneta tengah menyampar kaki Dhiarra di bawah meja. Menyadari bukan hanya mereka saja yang mendengar seruan Dhiarra. Tapi beberapa pengunjung serta beberapa pekerja rumah makan sedang menatap ke arahnya. Para pekerja restaurant itu sepertinya juga lelaki dan perempuan dari Indonesia.
"Faiz...!" terdengar seruan Shin.
"Ya, tuan." Faiz menjawab tergesa.
"Tulis apa saja syarat mereka. Buatkan perjanjian hitam di atas putih. Serta catat akun banknya. Yang teliti, Iz.... Jangan sampai keinginannya merugikan perusahaan kita..!" Shin tergesa juga mengatakan hal itu pada Faiz.
Kali ini kaki Dhiarralah yang bertukar menyampar kaki Yuaneta. Mereka saling lempar senyum dan akhirnya sambil saling menyampar kaki. Kelakuan konyol mereka hanya terlihat dari meja yang lain.. Badan di atas meja begitu sopan dan cantik..,tapi kaki di bawah meja memanglah tak sekolah.
Syarat yang disebutkan Dhiarra telah ditulis seksama oleh Faiz. Dan akan akan ada hitam di atas putih yang akan menyusul kemudian. Wajah Dhiarra terlihat cerah berlipat-lipat. Menampakkan kepuasan yang sangat.
Segalanya telah beres.. Dhiarra dan Yuaneta mulai pamit undur diri..
" Terimakasih atas kebaikan anda, encik Shin.., juga bang Faiz. Kami pamit undur diri. Assalamu'alaikum.."
Dhiarra dan Yuaneta telah berdiri dan akan melangkah.
"Kalian duduklah..! Makan dulu, sebentar lagi makanan datang...!" seruan stereo Shin terdengar tanpa ada bantahan. Keduanya saling pandang dan patuh duduk kembali di kursi.
"Bukankah tadi encik Shin kata, tengah buru-buru..?" Dhiarra basa basi bertanya.
"Apa kau mengira akan cepat dapat mufakatku jika aku buru-buru? Apa kalian kecewa.., negosiasi ini tak secepat yang kalian sangka?" Shin bertanya santai sambil menyandar punggung di kursi.
Kedua karib cantik itu saling berpandangan dan tersenyum. Semakin dimengerti, pria hartawan itu bukan mata saja yang laser.., tapi suara stereo seksinya ternyata juga angker...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
UTIEE
hahahahaha
pedes buanget sumpahnya Dhiarra
2022-10-23
1
Siti aulia syifa Az_zahra
lucu banget bayangin tingkah mereka😅😅😅😅
ojo telat up nya ya Thor,, kami selalu nunggu ceritamu 😊😊😊😊😊
2022-08-25
1
Yulie_82
weeewww..... suara stereo.....
2022-08-24
1