Kedai obat di Sentral telah menutup rapat sebelum menunjuk tepat pukul empat. Pemilik kedai melesat ke Batu Berendam dan kini duduk manyun di sofa ruang tamu, rumah sang karib, Yuaneta. Keduanya baru mengakhiri berbincangan yang seru.
" Please, Nett ya... Jangan beri janji palsu ke aku.." Dhiarra memajukan bibir sambil menaut alis, mengatup tangan di dada sambil manggut-manggut pada sahabatnya. Sedang merayu Yuaneta..
" Eits, kau ini Raa..! Siapa juga yang janji...! Kan kubilang masih kupikirkan,.." Gamang sekali jawaban Yuaneta pada permohonan sang karib.
" Baiklah.. , pikirkan dulu itu.. Maksimal mikir satu jam. Setelah mikir, cepat katakan. Jangan kau tambah lagi dengan kata pertimbangkan. Aku bisa pingsan dan sekarat menunggu jawabmu." Dhiarra berdiri menahan senyum, menyangkut tas tali di pundak.
"Ingat, Nett..! Jangan kabarkan penolakan padaku..!" Cup! Dhiarra mencium pipi Yuaneta sebagai bentuk rayuan terakhirnya. Tergesa berjalan keluar rumah nampak bersemangat dan cepat.
Yuaneta menggaruk acak rambut panjangnya dengan bingung, menyusul sang karib di pintu.
"Ra..! Tak makan dulu..?! Aku bikin sambal belacan dan keripik bilis..!" Yuaneta berseru. Tapi sang karib telah mencapai ujung gang. Dan menghilang di telan gelap malam.
🍒🍒
Dengan terengah, Dhiarra telah sampai di ruang makan tepat sebelum makan malam bersama di mulai. Pramusaji pribadi di rumah Shin tengah menata jamuan di meja.
Mengacuhkan semua mata yang menghunus, Dhiarra menghenyak duduk di kursi kosongnya. Hening, semua diam. Hanya tatapan mata tajam dari orang-orang di meja itu sajalah yang terasa bising melebihi tembakan meriam.
Jika bukan sebab mandat dari Shin yang sempat diucap semalam, agar Dhiarra disiplin makan malam di rumah, tentu lebih memilih membeli makan saja di luaran. Seperti yang sering dilakukan. Makan di tempat atau memakannya di kamar.
"Dhiarra...! Asal ini hari kau tak lambat balik..?!" Keheningan di meja hanya sesaat. Teguran sinis telah meluncur dari mulut kakak tiri, Sahila. Dan disertai tatapan remeh darinya.
"Betul.. Kedatanganmu membuat semak sahaja..!" Sahutan dari Zubaidah, ibu tiri, menambah kilatan di mata Dhiarra. Kali ini gadis pendatang itu tak kuat lagi menahan.
" Suka hati akulah..! Buat apa kalian menyibuk padaku..?!" Keacuhan Dhiarra menyahut itu mengundang mata orang-orang di meja kembali memandang lekat padanya.
" Jadi.. Betul keee.., kau jadi simpanan pak cik - pak cik yang menggatal kat luar tuh..?!" Ini tuduhan paling memuakkan yang pernah didengar Dhiarra. Datang dari mulut cabai Zubaidah.
" Ish..Ish..Is...Mak cik..! Kau umur saja sudah tua..! Tapi mulut kau tak sekolah langsung lah..!!" Mungkin jika diminta.., hatinya bisa bersabar. Tapi darah yang mengalir telah memanas dan bisa berubah mendidih. Matanya melebar menyala memandangi Sahila dan Zubaidah.
"Ehm..!!!!" Deheman super stereo itu dari Shin.
Zubaidah dengan mulut menganga, bersiap menyerang gadis pendatang, terpaksa mengatup mulut perlahan. Begitu juga Sahila.
Dhiarra yang sempat menangkap mata tajam Shin padanya pun, membuang muka pada pelayan di samping yang menunduk.
"Dhiarra..." Si empu nama menoleh perlahan. Menyimak heran pada wajah marah Shin yang nampak mulai berbicara.
"Tempatkanlah dirimu sebagai seorang pendatang selayaknya. Ingatlah, umurmu jauh lebih muda dari mereka. Jangan buat hal seperti ini terasa semakin susah.." Shin terlalu tajam berkata sambil memandang tegas pada Dhiarra. Dan ini tidak adil dan kelewat menyebalkan.
"Encik Shin tak paham kee..? Dia orang yang mula serang saya...! Mana boleh saya diam..?!" Tangan halus itu meletak sendok kembali, enggan mengisi piring dengan nasi. Hilang selera makannya tiba-tiba.
" Perempuan gatal, tak payah banyak cakap! Betul yang uncle Shin cakap tu.."
"Perempuan pendatang tak sopan..!!" Seruan Sahila seperti ban besar di truk tronton yang bocor dan meletus. Dhiarra muak melihat wajah Sahila yang pongah.
" Sahila...!" Gadis manis itu seketika berubah mengkerut sebab panggilan Shin yang tiba-tiba pada namanya.
" Sahila.. Aku dah cakap awal-awal denganmu.... Terimalah gadis ini untuk tinggal bersama di rumahku. Dia tamuku, aku sudah mengatakannya. Tapi sikapmu menentangku."
"Dan kau, Zubaidah.. Hari itu kau juga sudah kuperingatkan. Kau membuat gaduh pagi-pagi. Jadi start malam ini, kalian..Zubaidah dan Sahila, tinggallah di rumah belakang.."
Mendengar vonis dari Shin yang memang tuan rumah, Sahila dan Zubaidah menunduk tak kuasa membantah. Meski geram, keduanya mengakui, tinggal di rumah belakang yang tanpa disertai satu pelayan pun, masih lebih baik daripada dilempar oleh Shin ke jalanan. Tapi mereka terus menatap Dhiarra dengan rasa makin tak suka dan penuh kebencian.
" Sahila..Zubaidah..!" Dua nama anak beranak sama watak itu kembali disebut tuan rumah dengan keras.
" Bukan sebab Dhiarra aku bersikap tegas pada kalian. Pada siapa pun jika kalian bersikap tak patut, tentu juga kubagi sikap semacam ini. Tak pandang pun pada siapa."
"Sekali lagi kuingatkan. Hargailah Dhiarra, apakah kalian lupa atau kurang paham?! Apa dan siapa penyebab gadis itu datang mencariku..?!"
"Tolong, jangan menambah berat isi kepalaku..!" Shin telah selesai bicara. Ia nampak membalik piring dan mengisi. Diam sejenak, memperhatikan orang-orang yang mematung di sekitar.
Dhiarra menunduk di depannya. Fara, adiknya itu memencet-mencet hidungnya yang mancung. Sahila dan Zubaidah menatapnya lalu menunduk. Hisyam..bungsu Hazrul itu terus menyugar rambutnya yang tebal. Nimra, si sulung, mematung memperhatikan ibu dan adiknya kena sidang. Suami Nimra malam ini tengah ada urusan kerja, jadi tidak datang.
"Lekaslah kalian makan..!!" Tanpa memandang mereka lagi, pria tampan berwibawa itu mulai menyendok isi makanan di piring. Bersikap sangat tenang seolah tidak pernah terjadi masalah apapun di meja makan itu barusan.
Juga seperti tak peduli, Dhiarra meniru mengambil makanan seperti Shin. Menganggap semua sedang sangat baik-baik saja tanpa serangan. Hanya hatinya merasa hangat akibat putusan Shin pada ketegangan barusan. Tak menduga bahwa tindakan Shin pada dua anak beranak itu cukup adil dan memuaskan baginya. Dhiarra tidak pernah menyangka!
🍒🍒
Dua karib tengah bertelepon di kamar.
"Nett... Lewat dua jam...! Kau tidak berkabar..! Aku anggap kau setuju..Besok kita bertemu.. Terimakasih Nett.. Aku sungguh padamu!" Gadis itu berseru bisik-bisik.
"Hanya royalti melimpahlah yang kuharap darimu..!" Yuaneta menggerutu di seberang.
"Lakukan saja totalitas. Kau dan aku akan sukses bersama. Jangan ragu padaku..!" Dhiarra masih terus merayu sang karib.
"Okelah, Ra.. Sampai jumpa besok. Kita tutup bincang ini..Suamiku pulang.." Yuaneta terdengar resah tidak tenang.
"Apa masalah dengan suamimu? Ini bukan malam panas kan?" Senyum lebar Dhiarra merekah menahan tawanya.
"Naif..! Kau pikir mesra mesum dengan suami hanyalah kamis malam? Cepatlah kawin kau, Ra! Kejar Adrianmu... Cepat kau ajak dia ke KUA! Nah, kau pun akan rasa!" Yuaneta cekikikan.
" Bukankah tadi kau akan menutup telponku? Kau malah pamer menuju ***-*** dengan husbandmu padaku...! Sudah, kali ini benar-benar kututup. Salam untuk bang Denis."
Dan kamar itu telah senyap seketika. Tak ada lagi saling sahut yang terdengar dari ponsel.
Setelah mandi dan bertukar baju, gadis Indonesia itu mulai menyiapkan setengah lusin baju desain sambil merebah. Dipilih dari file di ponsel. Sebab, semua benda yang berkaitan dengan baju rancangnya, semua telah dipindah simpan di kedai obat, di Sentral. Dhiarra akan menemui Shin besok pagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Peni Mucharom
kutunggu up mu Thor, maju terus pantang mundur sukses selalu
2022-08-23
0
Safira Fayna
lanjut thor... double up dong.... ☺
2022-08-23
0
Bunda Nian
no comment Thor.....
kalau minta double up ngaruh nggak?
2022-08-23
0