Berniat ingin makan siang di luar, Dhiarra telah mengunci aman toko obat dan pergi keluar dari bangunan megah terminal Sentral. Langit Melaka tengah hari sangat terik. Bahkan jalanan aspal yang dilalui pun serasa menguap. Hawa panas aspal menampar wajah dan nafasnya.
Bergegas gadis pendatang itu menyeberang jalan menuju sebuah kedai makan yang khusus menjual menu khas makanan Indonesia. Semangkuk bakso urat pedaslah yang sedang menggelayut di kepala saat ini.
Ish..Dhiarra tersentak, terkejut. Sebab ingat bahwa di dompet hanya sisa uang tunai lima ringgit. Dan tentu saja itu tak cukup untuk menebus semangkuk bakso urat spesial, serta segelas milo ais nikmat yang sangat diinginkan.
Bayang bakso urat pedas dan kuah sedap di mangkuk, seperti sedang mengorek mulutnya. Berliur di mulut dan sangat perih di perut.
Memang telah lama gadis cerah itu belum lagi menikmati bakso urat. Semenjak terasa dipenjara tanpa jeruji di rumah Indonesia. Ingat hal itu, Dhiarra kembali merasa sangat geram pada suami baru sang ibu, Hazrul!
Tak ingin kembali ke terminal Sentral untuk menguras uang di laci kasir. Sebab, surya di langit terasa kian menyengat dan silau.
Dhiarra memilih memasuki ofis bank di samping rumah makan. Yang kebetulan adalah jenama dari akun kartu banknya, My Bank to you, Malaysia.
Setelah sebentar sempat bimbang. Dhiarra memilih untuk menyambung deret antrian di mesin gesek kartu. Antrian di teller gesek buku juga tak kalah memanjang. Bayang bakso urat yang terus menggelundung di kepala, dalam sesaat terpaksa ditindas dan dihempas.
"Dhiarra..!" Seru suara yang asing namun pernah di dengar menyapa dari samping.
"Bang Faiz..!" Mata indah itu melebar sambil menyebut nama dengan tak kalah serunya.
"Apa kau buat kat sini..?!" Faiz, asisten tuan Shin beseru rendah di samping Dhiarra. Para pengunjung di ofis My Bank to you, mulai memperhatikan mereka.
"Saya nak tarik tunai wang ringgit, bang faiz.."
"Habis wang, kah..?" Faiz tersenyum seraya bertanya. Lelaki Malaysia itu nampak menarik dan manis.
"Macam tu lah, bang Faiz... Abang pun, buat apa kat sini?" Dhiarra mengarah pandang ke sudut-sudut ruangan.
Betul..,itu dia! Orang yang disangka mungkin datang bersama Faiz, tengah duduk di sofa sudut ruangan bank my Bank. Shin sedang memandang lurus ke arah mereka yang tengah bercakap. Dhiarra cepat menggeser mata lagi pada Faiz.
"Aku habis setor wang tunai.." Faiz berkerut dahi sejenak.
"Dhiarra, antrian sangat panjang. Nak tak, guna wangku sahaja? Jika kau tak suka free, boleh kau tukar bila-bila masa.." Faiz semakin lirih berucap saat menawarkan bantuan pada gadis itu. Tak ingin orang-orang di sekitar memandang remeh pada keduanya.
"Terimakasih, bang Faiz..Kurasa tak payah. Tempo hari kembalian uangmu masih ada kat saya.." Senyum cerah Dhiarra merekah, bersama tolak santunnya pada tawaran baik Faiz dengan suara lebih lirih. Mereka nampak akrab dan sedang saling bisik- bisik.
"Ehm..!! Iz...!" Kedua orang yang tengah bercakap itu menoleh cepat bersamaan. Shin telah menjauhi sofa dan berdiri tegak di dekat mereka. Mata lasernya memperhatikan Dhiarra sesaat.
"Yes, tuan Shin.. Apa hal..?" Faiz yang telah menghampiri sang tuan nampak menyimak ucapan bisik Shin di telinganya. Lalu Shin meninggalkan Faiz yang tengah mengangguk sambil memandang ke arah Dhiarra.
Faiz telah kembali menghampiri Dhiarra di antrian.
"Dhiarra, tuan Shin ingin kau keluar barisan. Jom..! Ikutlah kami.." Badan Faiz menepi sedikit ke samping agar Dhiarra tidak ragu untuk segera menyerah pada antriannya.
Sebab Faiz yang terus bicara di samping serta segan pada orang yang juga serius antri di barisan, gadis itu pun bergeser menepi. Lalu mengikuti Faiz yang telah berjalan setelah Dhiarra nampak pergi dari barisan.
🍒🍒
Gadis Melayu cantik yang duduk berhadapan dengan Shin, menoleh ke samping mengamati Dhiarra.
" Shin, siapa dia..?" Sazlina yang memang telah akrab dengan Shin, kembali mengamati Dhiarra.
"Anak tiri Hazrul. Ada satu sebab, Hazrul letak dia kat rumahku, sementara.." Mata Shin memandang sekilas pada Dhiarra. Dan kembali menyimak makanan di piring. Sazlina sesekali masih memandang terang-terangan pada gadis jelita pendatang itu.
Dhiarra dan Faiz yang duduk berhadapan, di sebelah Sazlina dan Shin, hanya diam mendengarkan. Gadis Indonesia itu seolah tak peduli pada pembahasan Sazlina dan Shin mengenai dirinya. Hanya meresa agak kecewa, bayang makan bakso urat pedas terbaksa ditunda.
"Berapa harga yang ingin kau ajukan dengan gambarmu ini, Sazlin..?" Obrolan telah sampai pada tujuan inti makan siang. Shin sedang mengamati pola gambar baju yang baru diperlihatkan oleh Sazlina.
"Aku telah buat lima desain. Ini kelas dunia Shin.. Aku nak, kamu bayar masing-masing gambarku tujuh ribu ringgit kat aku. Macam mana..Oke tak...?" Sazlina meminum jus jeruk di gelasnya.
Mendengar percakapan Shin dan Sazlina, membuat Dhiarra sangat berminat ikut menyimak namun tidak terlihat. Hanya menegakkan punggung selurus mungkin, agar lebih tinggi dan mudah mencuri pandang gambar itu. Dhiarra benar-benar tak menyangka hal ini. Fakta bahwa Shin sedang berburu desain baju, sangatlah mengejutkan!
"Bagaimana jika kelima rancanganmu ini kubeli total tiga puluh ribu..? Kurasa gambar yang ini.. dan ini.., kurang menarik. Terlalu berlebihan manik dan renda, Saz.." Shin begitu percaya diri dan tegas menilai gambar rancang milik Sazlina. Di tidak ingin menyetujui harga dari desainernya begitu saja.
"Ah, Shin...! Kupikir sebab terdesak waktu, kau tak sempat memikirnya. Kau ini, memanglah..! Baik...,bayar saja kat angka yang baru kau sebut tadi.." Sazlina sedikit tertawa. Shin memang teliti dan mengerti selera pasar. Tidak akan pernah bisa dikecoh begitu saja.
Saat mereka terlihat serius berbincang. Maka kesempatan Dhiarra memperhatikan hasil desain Sazlina di bukunya. Oh..Seperti itu rupanya.. Bahkan tanpa disertai sampel baju jadinya pun, Shin begitu royal membelinya... Oh, mudahnya jadi Sazlina..! Siapa, dia..?
" Haih..! Kenapa kau lihat gambarku?! Teringin kah..?!" Ish..! Dhiarra memang terkejut, tapi geram dengan teguran sombong Sazlina padanya.
" Taklah..! Gambarmu memang cukup bagus. Tapi,.aku tak ingin..!" Sautan Dhiarra terdengar sengit pada Sazlina.
Kedua perempuan yang belum saling mengenal itu beradu pandang adu mata.
"Sudah, Dhiarra..! Habiskan makananmu..!" Kali ini Shin menghardiknya. Shin menatap tajam padanya.
Pria itu sering menyudutkan Dhiarra jika sedang besitegang dengan orang. Tak peduli apa masalah dan siapa yang salah. Hanya terpaksa menghela nafaslah yang akan Dhiarra lakukan. Sabarr...
"Terimakasih, encik Shin... Saya gerak dulu.. Bang Faiz.." Dhiarra telah selesai makan dan berdiri sambil menyapa undur diri dan pergi. Shin tidak mengangguk. Hanya diam memandang berlalunya punggung gadis itu.
"Tergesa sangat apa hal, Dhiarra..?!" Faiz berseru dari kursinya.
Dhiarra berhenti dan menoleh.
"Telah habis jam rehatku, bang Faiz.. Assalamualaikum..!" Sebelum benar-benar lanjut pergi, Dhiarra melambai tangan sedikit pada Faiz.
"Wa'alaikumusalam. Hati-hati, Dhiarra..!" Faiz menjawab salam dan melambai.
"Heih..Faiz...Apa hal, kau nih! Akrab sangat nampak?! Kau ada hati kat pompuan Indon itu kah..?!" Sazlina berseru keharanan akan sikap asisten Shin yang berlebih akrab pada Dhiarra.
"Just rasa iba sajalah, aku tuh Saz...!" Faiz cepat menyimpan senyumnya kembali. Terlebih saat sadar Shin sedang menoleh dan menatap tajam padanya. Sang tuan memang sering begitu. Dengan siapa saja.. Seolah tidak rela jika Faiz mencoba akrap dengan perempuan manapun. Hanya masalah melulu pekerjaan sajalah yang selalu diharap sang tuan darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
UTIEE
kasihan Arra dikelilingi oleh orang2 yang anti Indonesia. even ciek shin.
Ayok Thor, ku tunggu episode kapan merah putih berkibar di negeri jiran
bikin cik shien termehek mehek
2022-10-23
2
Siti aulia syifa Az_zahra
emang enak itu bakso urat pedas😋😋😋😋😋 kemarin tumis kangkung El aku juga suka😋😋😋😋
2022-08-25
2
Rahmat Anwari
up up thor semangattttttt
2022-08-22
2