Dhiarra kembali ke rumah besar Shin setelah makan malam di rumah Yuaneta. Teman karibnya itu mengajak memasak bersama untuk makan malam, sembari menunggu sang suami, Denis, kembali dari tempat kerjanya. Suami Yuaneta bekerja di sebuah perusahaan elektronik tidak jauh dari rumah mereka tinggal.
"Cik Dhiarra...Anda ditunggu tuan Shin di ruang makan. Sila cik Dhiarra ke sana!" Pak cik yang pagi tadi sudah menghampiri Dhiarra telah berdiri di belakang.
"Iya, pak cik... Saya segera ke sana." Dhiarra mengangguk tersenyum pada pelayan melayu setengah baya itu.
Dhiarra menunda memutar anak kunci di lubang pintu, ditariknya lagi dan digenggam erat pada telapak tangan. Berputar dan melangkah mengikuti pak cik yang telah berjalan di depan menuruni teras berundak. Kamar Dhiarra lebih tinggi dari lantai teras.
Dari teras memasuki ruang makan, terasa terang benderang karena lampu kristal yang indah tergantung di tengah ruangan. Dhiarra menuju kursi kosong dan kebetulan adalh kursi yang ditempatinya kemarin, saat awal datang.
Dhiarra menyebar pandangan. Shin telah duduk di seberangnya, posisi tetap seperti kemarin. Fara, adik perempuan Shin di sebelahnya. Lalu Sahila, Nimra dan Rafiq, dengan posisi sama dengan kemarin. Dengan pandangan yang lebih masam dan sinis dari sebelumnya.
Ada yang baru didapati Dhiarra. Seorang wanita lima puluh tahunan dengan lelaki muda, mungkin seusia Dhiarra. Mereka duduk di seberang samping, di depan Fara dan Sahila. Mungkin itu perempuan yang dikatakan Shin adalah mantan istri Hazrul, Zubaidah. Sedang lelaki muda itu adalah anak bungsu Hazrul yang bernama Hisyam.
Dhiarra mencoba melempar senyum pada Zubaidah. Namun perempuan setengah abad itu membalas dengan acuh dan sinis, seperti anak-anak perempuannya. Begitu juga Hisyam, lelaki bungsunya Hazrul pun terlalu acuh pada senyum Dhiarra. Sepertinya mereka berdua telah tahu siapa gadis yang baru datang, dan duduk di depan tuan Shin.
"Assalamualaikum.. Selamat malam.. Eh, hai encik Shin, pak cik kata, anda menungguku?" Dhiarra nampak ragu dengan sapaannya pada semua penghuni meja, khususnya kepada Shin.
Pria tampan di depan Dhiarra, Shin Adnan, menatap tajam pada gadis yang datang terlambat dengan baju kurung melayu yang nampak anggun menggantung di tubuhnya. Gadis itu seperti sudah lama tinggal di negara ini. Baju kurung di badannya pun cukup modis dan cocok dipakai Dhiarra.
"Kau sudah makan malam, Dhiarra?" Shin menatap lurus gadis Indonesia itu.
"Sudah encik Shin, di rumah kawan saya." Dhiarra berkata apa adanya.
"Kawan..? Kau ada kawan ?" Pertanyaan lirih ini dari Fara. Nampak heran dengan Dhiarra yang sudah punya teman, bahkan sudah keluar jalan-jalan.
"Iya,Fara. Kawan yang ku sapa saat habis terbang dalam pesawat." Dhiarra tak menipu. Sehabis turun dari pesawat, Dhiarra memang segera menghubungi dan meminta alamat detail Yuaneta.
"Apa kawanmu itu juga sama benalunya sepertimu?" Kali ini pertanyaan datang dari Siti Zubaidah, bekas istri ayah tiri Dhiarra, Hazrul.
"Apa maksudmu, puan?" Dhiarra memandang lurus Siti Zubaidah dengan mimik beraninya.
"Bukankah kau bebas menumpang di rumah ini? Free pula kau jalan-jalan kat luar saat malam kan?" Siti Zubaidah memajukan bibir bawah mencemooh Dhiarra.
"Saya tidak jalan-jalan puan, tapi saya hanya bertemu lalu berkunjung ke rumahnya, dan harap anda paham bedanya." Dhiarra menyanggah ucapan perempuan baya itu dengan tenang.
"Tak payah banyak berkilah, kau. Apa pun, kau hanyalah benalu!" Siti Zubaidah bukannya mencerna ucapan Dhiarra padanya, justru perempuan itu terlihat sangat tidak terima dan emosi.
Dhiarra tidak lagi bersuara, jika sudah begitu, tidak ada guna lagi meneruskan perbincangan.
"Encik Shin, apa ada yang akan anda sampaikan padaku? Saya merasa sangat lelah." Dhiarra ingin segera pergi ke kamar jika Shin tidak jadi berbicara.
"Sudah ku bilang, ini hari pertamamu. Seharusnya hari ini kau hanya cukup istirahat dan tidak perlu ke manapun." Shin memandang Dhiarra dengan tatap mata menyelidik.
"Betul yang anda kata, encik Shin. Tapi saya sangat penasaran dengan segala isi di negara anda ini. Apakah saya bersalah?" Dhiarra mengambil sebiji apel hijau, hanya dipegang tanpa dimakan di mulut.
"Esok, kau ikutlah orangku ke kedutaan. Bawalah segala dokumen aslimu. Uruslah ICmu bersama orangku." Shin mengabaikan pertanyaan Dhiarra. Namun justru memberi suatu kabar gembira yang sedang Dhiarra tunggu.
"Benarkah? Wah cepat sekali..Terimakasih, encikku..!" Dhiarra sungguh senang mendengar kabar itu. Sesaat merasa bahwa Shin adalah omnya yang baik, dan sedang mengabulkan hal bagus yang telah dijanjikan.
"Hai, perempuan! Jangan kegatalan, jaga sikapmu!" Kali ini Nimralah yang menegur Dhiarra. Wanita bersuami itu nampak tak suka saat Dhiarra meluahkan rasa gembiranya pada Shin.
"Aku memang belum mandi seharian ini, jadi rasanya sangat gatal. Aku izin pergi dulu, ya kak, ingin mandi!" Dhiarra bergegas berdiri dan memandang lekat pada Nimra sambil tersenyum amat manis. Nimra hanya melengos membuang pandangan Dhiarra dengan sebal.
"Encik Shin, terimakasih pada bantuan anda padaku.Saya sedang kegatalan, jadi saya permisi akan ke kamar saya saja." Dhiarra kembali tersenyum. Senyuman indah mempesona yang tecetak di wajah lelahnya yang cantik.
"Selamat malaaam...Selamat beristirahat semuanya..." Dhiarra melempar senyum pada tiap-tiap orang yang berada di meja makan. Tanpa peduli pada balasan dari mereka, Dhiarra berlalu dengan gemulai.
Shin juga memandang tubuh berbaju kurung yang perlahan menghilang dari ruang makan. Pria itu kemudian berdiri dan ikut melenggang pergi meninggalkan ruang makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
M akhwan Firjatullah
oh Diara aku juga sering kegatalan kalo lagi ganti sprei kasur para jagoan...
2022-11-03
1
UTIEE
SEMANGAT
GANBATTE
FIGHTING
2022-10-23
1
Fairuz khaerunnisa
ku suka sifat dan sikap Dhiarra... tangguh
2022-06-22
2