Alarick berdiri sambil menyandarkan badannya ke dinding toko. Sesungguhnya dia tidak tahan jika harus menunggu tanpa melakukan apa-apa. Tapi mau bagaimana lagi, dia terlanjur berada di dalam toko souvenir bersama dengan pasangan dimabuk asmara ini.
"Yang mana, Sayang? Warna pink atau putih?" tanya Marion memegang sepasang boneka pengantin di tangannya.
"Keduanya sama-sama bagus. Terserah kamu saja, Baby," jawab Almero lembut.
"Kalau begitu aku pilih yang pink. Aku sesuaikan dulu dengan bunga dan kartu ucapannya," kata Marion dengan mata berbinar.
"Iya, kamu atur saja. Aku akan menunggu disini."
Marion berjalan ke bagian bunga dengan diantar langsung oleh si pemilik toko. Sementara Almero menghampiri Alarick yang tampak sangat bosan.
"Rick, maaf, kamu harus menunggu lama. Marion sedang memastikan souvenir mana yang akan kami pilih," kata Almero menepuk bahu adiknya.
"Tidak apa-apa, Kak. Aku bisa memahami bagaimana rumitnya pernikahan. Membayangkannya saja aku tidak sanggup," ucap Alarick menaikkan alisnya.
Almero terkekeh mendengar ucapan Alarick.
"Kamu berkata begitu karena belum menemukan wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta. Jika kamu sudah bertemu dengannya pasti kamu akan berubah pikiran."
Alarick membuka kacamatanya sambil memiringkan kepala.
"Aku tidak akan berubah pikiran. Aku bukannya belum pernah berpacaran dengan wanita. Terakhir kali aku berpacaran dengan Monica, tapi aku bersikap biasa saja. Tidak ada yang terlalu spesial. Aku bahkan menyuruhnya pergi ke salon dan berbelanja sendiri. Aku tidak mengerti mengapa Kakak bisa sesabar ini kepada Marion."
"Itu karena Marion adalah cinta sejatiku. Aku bersedia melakukan hal membosankan demi menyenangkan hatinya. Selain aku, ada contoh lain, yaitu Daddy. Dia sangat memuja Mommy sampai sekarang."
Alarick berdesah panjang.
"Kalau Mommy jangan ditanya lagi. She is the one. Di masa sekarang, aku yakin tidak ada wanita yang cantik dan tangguh seperti Mommy. Yang ada mereka suka merengek dan hanya mengandalkan pria untuk memanjakan mereka."
"Mungkin sekarang kamu tidak mempercayai kata-kataku. Tapi saat kamu mencintai seorang wanita dengan tulus, kamu baru akan memahami aku. Di mata orang lain, mungkin wanita itu biasa saja, tapi di matamu dia paling cantik dan sempurna. Dan yang terpenting kamu ingin segera menikahinya dan memiliki banyak anak yang lucu."
"Aku tidak ingin terikat pernikahan apalagi punya anak. Anak-anak biasanya nakal, berisik, dan membuat kepalaku pusing. Sekarang aku cuma ingin hidup bebas dan meraih semua impianku."
Almero kembali tertawa melihat adiknya yang antipati terhadap pernikahan. Tapi ia yakin sikap Alarick akan berubah drastis saat dipertemukan dengan wanita yang menjadi takdirnya.
"Sayang, aku sudah selesai," kata Marion menghampiri Almero.
"Kapan souvenirnya selesai dibuat?"
"Dua minggu lagi, Sayang. Aku lega karena semua persiapan pernikahan kita sudah selesai."
"Iya, Sayang. Sekarang ayo kita pulang. Rick sudah tidak sabar ingin bertemu Mommy," ucap Almero mengerling ke arah Alarick.
"Betul Kakak Ipar, aku sangat merindukan masakan Mommyku," sahut Alarick nyengir.
"Aku juga sangat menyukai masakan Tante Clea. Aku akan belajar darinya bagaimana membuat masakan kesukaan Almero," puji Marion.
Almero dan Marion keluar lebih dulu dari toko souvenir sambil bergandengan tangan. Sedangkan Alarick sengaja menjaga jarak. Ia menyusul di belakang seperti pengawal pribadi mereka. Namun ketika hendak keluar, Alarick nyaris terbentur pintu kaca akibat ulah seorang wanita yang masuk ke dalam toko.
"Maaf, Tuan," ucap wanita itu menundukkan kepala. Ia nampak sangat terburu-buru sehingga tidak memperhatikan keberadaan Alarick di depan pintu.
"No problem," ucap Alarick mengangkat tangannya. Ia malas mengurusi persoalan remeh seperti ini. Tanpa mempedulikan wanita itu lagi, Alarick berjalan menuju ke mobil.
"Ada apa, Rick?" tanya Almero melihat ekspresi kesal di wajah Alarick.
"Dahiku hampir saja terbentur pintu karena perbuatan ceroboh seorang wanita. Tapi lupakan saja, itu tidak penting," kata Alarick menutup pintu mobil.
Sementara di dalam, wanita itu segera berjalan ke bagian souvenir ulang tahun. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, menelusuri setiap benda yang terpajang rapi di rak. Dia baru berhenti ketika melihat tas kecil berbentuk kepala mickey dan minnie mouse. Yah, ini cocok sekali untuk anak kembarnya.
"Mbak, berapa harga sepasang tas ini?"
"Seratus dua puluh ribu, Bu. Tapi minimal harus cetak dua ratus pieces."
"Harus sebanyak itu, Mbak?" kata wanita itu terkejut.
"Iya, Bu. Kami tidak menerima pesanan dalam jumlah kecil karena produk kami menggunakan bahan berkualitas tinggi. Selain itu kami juga memberikan bonus kartu ucapan yang didesain sesuai permintaan pelanggan."
"Apa ada souvenir lain yang bisa dibeli satuan, kurang lebih tiga puluh pieces?"
"Maaf, tidak bisa Bu, kecuali ada sisa cetak dari kami. Tapi itu sangat jarang terjadi."
Wanita itu mengeluarkan kartu namanya dan menyerahkannya kepada pegawai toko souvenir tersebut.
"Ini nama dan nomer ponsel saya. Kalau ada sisa souvenir ulang tahun, tolong hubungi saya. Saya tidak bisa kesini lagi karena besok saya harus kembali ke Bogor. Bisa kan souvenirnya diantar ke Bogor?"
"Tentu saja bisa, Bu."
Pegawai wanita itu membaca kartu nama yang ada di tangannya sambil mengernyitkan dahi.
"Ravella Griselda, Supervisor Marketing PT. Cemerlang Clean Equipment," gumam pegawai itu.
"Terima kasih, Mbak. Saya tunggu infonya."
Dengan langkah cepat, wanita itu keluar dari toko menuju ke dalam taksi yang sudah menunggunya.
"Pak, tolong antarkan saya ke kantor Adhiyaksa Group. Saya harus menghadiri meeting satu jam lagi."
"Iya, Mbak," jawab driver taksi itu menganggukkan kepala.
...***...
Seorang gadis sedang terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Wajahnya yang cantik nampak pucat dengan bibir yang sedikit membiru. Ia memandangi layar ponselnya, mencoba mencari kabar teman-temannya yang tengah menjalani masa orientasi sebagai mahasiswa baru.
Ketika pintu kamarnya dibuka dari luar, gadis itu langsung menyembunyikan ponselnya di bawah bantal.
"Aura, sudah waktunya kamu makan dan minum obat, Sayang," ucap seorang wanita yang masuk sambil membawa nampan.
Aura mengangguk sambil tersenyum getir.
"Tante Diva, aku tidak tahan lagi minum obat. Lidahku terasa pahit. Aku sampai tidak bisa mengecap rasa makanan yang kumakan."
Wanita itu meletakkan nampan di atas nakas lalu membelai lembut rambut keponakannya. Dia memang menganggap Aura sebagai anaknya sendiri karena sudah mengasuhnya sejak bayi. Ibu kandung Aura telah meninggal dunia akibat penyakit jantung yang dideritanya. Dan kini Aura juga mengalami penyakit yang sama.
"Sabar, Sayang. Papamu masih berusaha mencarikan donor jantung yang tepat."
"Tapi sampai kapan Tante? Aku lelah menunggu. Aku rasa tidak lama lagi aku akan menyusul Mama."
"Jangan berkata begitu, Aura. Tuhan tidak pernah terlambat memberikan pertolongan. Kamu harus percaya itu. Sekarang makan dulu ya."
Aura menerima suapan dari tantenya dengan hati yang pilu. Teman-temannya saat ini berada di kampus, sedangkan dia malah terpuruk sendirian di dalam kamar.
"Apa keinginanku terlalu tinggi? Aku cuma berharap bisa menjadi reporter, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi,"
batin Aura sedih.
Berikut visual Aura
Novel ini akan update setiap hari di bulan Juli.
Stay tune y dears.
Jangan lupa berikan komen, like, dan vote untuk author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
manis2 viduwlnya thour
2024-08-30
0
Nunung Nuraliyah
semangat ya thor
2022-09-07
0
Anambs
lanjut k, masih menunggu up nya
2022-06-28
1