CEO Magang Dan Mama Perawan
"Perut Mbak sakit?" tanya Ravella cemas. Sejak tadi ia melihat Raisa memegangi perutnya yang sudah membesar. Ravella khawatir jika kakak perempuannya itu akan melahirkan di saat dia sedang berada di kampus.
"Belum, Vel. Menurut HPL, aku baru melahirkan tanggal dua puluh. Itu masih satu minggu dari sekarang. Bayiku sedang sangat aktif, menendang ke kiri dan ke kanan. Makanya aku mengelusnya supaya lebih tenang," jelas Raisa sambil tersenyum. Dia bersyukur karena memiliki adik yang siaga dan selalu siap mendukungnya. Paling tidak keberadaan Ravella bisa mengobati kepedihannya yang harus menjalani kehamilan tanpa kehadiran ayah dari bayinya.
Tidak, ia tidak akan mengingat lagi wajah pria tidak bertanggung jawab yang sudah tega meninggalkannya. Raisa menyesal karena pernah mempercayai pria itu bahkan bersedia menyerahkan mahkotanya yang paling berharga. Sungguh Raisa sangat menyesali kebodohannya. Kenapa waktu itu dia sampai termakan oleh bujuk rayu Steven yang berjanji akan segera melamarnya. Andai waktu bisa diputar ulang, dia pasti akan menjauhi pria brengsek seperti Steven Wijaya.
"Oh, iya, aku lupa. Pikiranku kacau karena ada dua tes hari ini," ucap Ravella menepuk dahinya sendiri.
Raisa membelai sayang surai rambut adik semata wayangnya itu.
"Jangan cemaskan aku. Semoga tesmu berjalan lancar dan dapat nilai A."
Ravella mengangguk sambil memeluk kakaknya. Pasca kedua orang tua mereka meninggal, Ravella hanya memiliki Raisa, begitu pula sebaliknya. Karena itu mereka berdua saling menjaga dan menyayangi.
Sebelum berangkat ke kampus, Ravella melambaikan tangannya sekali lagi. Kemudian ia memakai helm dan naik ke atas motornya. Selama berkendara di jalan, Ravella tak henti memikirkan Raisa. Betapa malangnya nasib kakaknya itu karena harus hamil di luar nikah. Saat keponakannya lahir, mungkin mereka juga akan dianggap sebagai anak haram oleh masyarakat. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur. Ravella tidak mau menyalahkan Raisa, karena itu hanya akan memperparah luka yang telah menganga di hati kakaknya. Ravella pun bersumpah jika ada orang yang berani menghina kakak dan keponakannya, dialah yang akan berdiri di garis terdepan untuk membela mereka.
Setibanya di kampus, Ravella langsung berjalan ke ruang kelas. Ia berusaha berkonsentrasi penuh pada tes yang dikerjakannya hari ini. Apalagi kedua tes tersebut melibatkan perhitungan matematika yang rumit.
Tiga jam telah berlalu. Ravella meregangkan kedua tangannya ke atas untuk menghalau rasa pegal. Meskipun begitu, ia merasa puas karena berhasil menyelesaikan semua soal dengan baik.
"Vel, yuk makan di kantin," ajak Alana, sahabat Ravella di kampus.
"Ayo, tapi aku nggak bisa lama-lama ya. Aku harus kembali ke rumah."
"Memangnya Mbak Raisa udah mau melahirkan?"
"Belum sih, tapi harus berjaga-jaga. Di rumah, dia hanya berdua dengan Bi Karsih."
"Aku salut banget sama kamu, Vel. Nanti kalau kamu jadi ibu, suamimu pasti sayang banget deh."
"Itu masih lama, Na. Pacar aja aku belum punya," sanggah Ravella.
Alana tertawa terbahak.
"Makanya pikirkan dirimu sendiri juga. Tuh, disana ada Axel, Gibran, Johan, Satya. Tinggal dipilih-dipilih! Beli satu dapat dua!" seru Alana berlagak seperti penjual baju di pinggir jalan.
"Hush, nanti mereka dengar."
"Dengar juga nggak apa-apa. Justru mereka dengan senang hati akan mendaftar jadi cowokmu."
"Buat apa punya cowok kalau bisanya cuma bikin sakit hati. Janji mereka palsu. Cintanya sangat dangkal, cuma sebatas ketertarikan fisik," sanggah Ravella. Pengalaman pahit yang dialami Raisa telah membuat Ravella tidak percaya lagi kepada kaum adam.
"Wah, kamu sepertinya benci sama cowok. Jangan-jangan kamu malah naksir aku karena aku ini tulus, perhatian dan selalu menepati janji," seloroh Alana.
"Ih, amit-amit. Aku masih perempuan normal."
Sambil bercanda, Ravella dan Alana terus berjalan menuju ke kantin. Namun langkah mereka terhenti ketika Ravella mendengar suara ponselnya berdering.
"Halo, Mbak Raisa," sapa Ravella.
"Non Vella, ini saya Bi Karsih. Tolong cepat pulang, Non Raisa pendarahan." Suara Bi Karsih terdengar panik.
Mendengar kabar buruk itu, paras cantik Ravella langsung berubah pucat.
"Hah, kenapa bisa pendarahan?"
"Tadi Non Raisa terpeleset di kamar mandi."
"Okey, aku segera pulang ke rumah sekarang, Bi. Tolong jaga Mbak Raisa," ucap Ravella panik.
Melihat kekhawatiran di mata Ravella, Alana turut prihatin.
"Jangan cemas, Vel. Mbak Raisa dan bayinya pasti baik-baik saja."
"Makasih, Na. Aku pergi dulu ya."
"Hati-hati, Vel. Nanti kabari aku di rumah sakit mana Mbak Raisa melahirkan."
Setelah berpamitan kepada Alana, Ravella bergegas menuju ke area parkir. Tak ada hal lain yang dipikirkannya selain keselamatan Raisa dan calon keponakannya.
...****************...
Di dalam taksi, Raisa terbaring lemah di pangkuan Ravella. Sesekali terdengar desisan kecil di bibirnya akibat menahan rasa sakit yang semakin menjadi.
"Aku nggak kuat, Vel," rintih Raisa. Bulir-bulir keringat membasahi keningnya.
"Jangan bicara begitu, Mbak. Ingatlah anakmu yang ada di dalam kandungan," ucap Ravella seraya mengusap cairan merah pekat di kedua kaki Raisa dengan tissue. Sebenarnya Ravella sangat ingin menangis, tapi dia berusaha menahan diri di depan kakaknya.
"Vel, maukah kamu berjanji satu hal kepadaku?" tanya Raisa memegang tangan Ravella.
"Sebaiknya Mbak jangan terlalu banyak bicara dulu. Hematlah tenaga untuk melahirkan nanti."
"Tapi aku harus mengatakan ini. Dari hasil USG, aku mengandung bayi kembar. Aku tidak tega kalau mereka jadi anak yatim piatu."
"Apa maksud, Mbak?" tanya Ravella membelalakkan mata.
"Tolong jaga kedua bayiku jika aku tiada. Jadilah ibu untuk mereka," ucap Raisa dengan mata berkaca-kaca.
"Mbak ini bicara apa? Mbak pasti akan melahirkan dengan selamat dan bisa membesarkan mereka."
Raisa menggelengkan kepalanya dengan lemah.
"Kumohon berjanjilah, Vel. Sayangi kedua bayiku seperti anakmu sendiri. Mereka sudah ditolak oleh ayahnya. Jangan sampai mereka kehilangan sosok ibu juga."
Perkataan Raisa yang terdengar seperti pesan terakhir membuat air mata Ravella berlinang. Sungguh dia tidak mau kehilangan Raisa.
"Iya, aku berjanji, Mbak. Aku akan menyayangi mereka sepenuh hati, tapi Mbak harus bertahan. Bagaimanapun anak-anak lebih baik dibesarkan oleh ibu kandungnya. Sekarang Mbak tenang ya."
Ravella membelai rambut Raisa sembari menceritakan lelucon untuk menghibur kakaknya. Ia berusaha terlihat tegar walaupun hatinya serasa ditusuk sembilu.
Ketika sampai di rumah sakit, Raisa segera ditangani oleh dokter dan perawat. Karena air ketubannya sudah pecah ditambah pendarahan yang tidak kunjung berhenti, dokter segera melakukan tindakan operasi.
Sambil menunggu di depan pintu ruang operasi, Ravella terus memanjatkan doa. Penantian seperti ini membuatnya sangat gelisah. Dia hanya berharap agar firasat buruknya tidak akan menjadi kenyataan.
"Vel," panggil Alana berlari kecil. Ia memeluk Ravella yang terlihat pucat dan sedih.
"Makasih, Na, kamu sudah datang untuk menguatkan aku."
"Iya. Percayalah Mbak Raisa akan melahirkan dengan selamat."
Entah berapa lama Ravella menunggu dalam harap-harap cemas, hingga akhirnya lampu ruang operasi padam. Ravella pun segera berlari untuk menyongsong sang dokter.
"Dok, bagaimana keadaan kakak saya dan anak kembarnya?" tanya Ravella mencari tahu. Dokter itu menatap Ravella dengan wajah datar.
"Bayi kembarnya sehat. Tapi, maaf, kami tidak bisa menyelamatkan ibunya. Nyonya Raisa kehilangan banyak darah dan kondisinya sangat lemah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi dia tidak mampu bertahan."
Seketika lutut Ravella terasa goyah. Dia hampir roboh ke bawah bila Alana tidak menopang tubuhnya. Tangis Ravella pun pecah saat ia melihat tubuh Raisa yang tertutup kain putih dibawa keluar oleh perawat.
"Mbak, jangan tinggalkan aku sendiri. Bangun, Mbak, aku membutuhkanmu," isak Ravella pilu. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Raisa yang terasa kaku dan dingin. Pemandangan menyayat hati ini membuat Alana ikut menangis.
"Tabahkan hatimu, Vel. Mbak Raisa sudah pergi," bujuk Alana.
"Aku nggak mau kehilangan kakakku, Na. Sekarang aku benar-benar sebatang kara di dunia ini."
Alana mengusap punggung Ravella yang gemetaran.
"Siapa bilang kamu sendiri? Sekarang kamu punya sepasang keponakan kembar. Lihatlah mereka di ruang bayi, aku dan Bi Karsih akan mengurus jenazah Mbak Raisa."
Seperti orang linglung, Ravella berlari ke ruang perawatan bayi. Ia menempelkan tangan dan wajahnya di kaca untuk melihat yang mana keponakannya. Dan tampaklah sepasang bayi kembar yang sangat mungil, laki-laki dan perempuan. Kedua bayi itu sedang menggeliat pelan dengan mata terpejam. Di depan box mereka tertulis nama "Bayi Ny. Raisa", yang artinya itulah keponakannya.
Dengan berurai air mata, Ravella menatap sayang kedua bayi kembar itu. Dia berjanji akan menjalankan amanat terakhir dari kakaknya untuk menjadi ibu pengganti bagi mereka.
Mulai sekarang aku akan menjadi Mama kalian. Aku akan selalu merawat, menyayangi, dan menjaga kalian dengan seluruh hidupku,
gumam Ravella mengucapkan sumpahnya.
Bersambung
Hi, all my lovely readers, senang bisa bertemu kalian lagi. Yuk dukung novel CEO Magang dan Mama Perawan dengan meninggalkan jejak like, komen, dan votenya.
Berikut bonus visual Ravella dan Alarick.
Ravella :
Alarick :
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
manis nya Ravella thour, aku suka cerita mu.
2024-08-30
0
eiyta💞
hi thor..ku lihat iklannya di fb lalu ku mampir disini thor..hadir support thor👍
2023-02-20
0
Ruk Mini
aduhhhh. thorr..visual mu bikin salfokkk aq suka aa bgt
2022-12-22
1