Hari ini Gita begitu bahagia setelah bertemu dengan Indra, meski perlakuan Indra padanya tetap sama seperti dulu saat Hafidz masih di sini, tapi buat Gita itu sudah cukup. Tak apa Indra tidak memiliki perasaan yang sama padanya, yang penting pemuda itu masih ada di dekatnya hingga saat ini. Soal urusan cinta, biarlah waktu yang menjawabnya, jika Indra berjodoh dengannya pasti mereka akan bersama, tapi jika tidak dia akan menerima dengan lapang dada, mungkin.
Saat ini Gita ingin menikmati perasaannya pada pemuda itu, belum ingin berpaling dengan siapapun, apalagi Riky yang menurutnya masih bocah dan cintanya hanya sebatas cinta monyet belaka, jika menemukan yang lebih sudah pasti akan berpaling.
"Gue pindah kerja di Bandung sekarang, kantor cabang di sini lagi butuh banyak karyawan," terang Indra tadi saat Gita bertanya kenapa pemuda itu ada di Bandung, tentu saja pernyataan tersebut membuat Gita makin optimis bisa meraih hati Indra.
"Sayang, Mama masuk ya," ucapan sang Mama menyadarkan Gita dari haluan tingkat tinggi bersama pujaan hatinya.
"Iya Ma, masuk aja,"
Mama ikut naik ke atas ranjang, melihat Gita yang sedang mengotak-atik keyboard laptop miliknya, padahal tadi gadis itu sedang berkhayal, tapi saat mendengar suara Mama dia pura-pura sedang mengerjakan sesuatu.
"Udah diterima pengajuan kemarin?" tanya Mama.
"Alhamdulillah udah Ma, cuma di revisi sedikit. Yang ngajuin skripsi baru beberapa orang, jadi judul yang aku buat masih masuk, belum ada yang membuat ide sama," jawab Gita.
"Mama mau ngomong sebentar, boleh?" tanya Mama, memastikan Gita tak terganggu dengan pembicaraan ini nantinya.
"Ih Mama! Boleh banget dong, biasanya aja ngomong enggak pakai ijin. Kalo pake ijin gini udah pasti ada hal yang sangat penting nih. Ada apa sih Ma?" jawab Gita, gadis itu pun menutup laptopnya yang sudah dia matikan sebelumnya.
Mama tersenyum melihat reaksi Gita, biasanya dirinya itu memang tak pernah ijin saat akan berbicara, tapi kali ini rasanya berbeda. Meminta ijin hanya sebagai alasan, sebab pembicaraan yang akan dibicarakan nanti sangatlah sensitif menurutnya, dia bahkan merasa takut untuk berbicara. Sudah sejak beberapa hari yang lalu akan membicarakan hal ini pada putrinya itu, tapi dia belum memiliki keberanian.
"Mama mau tanya, misalnya nih ya, cuma misalnya aja. Misalnya ada orang yang suka sama Mama, terus dia mau melamar Mama, kira-kira menurut kamu gimana?" tanya Mama mengawali pembicaraan mereka.
Gita tersenyum, dia sudah bisa menebak, pasti saat ini ada seseorang yang telah melamar Mama secara pribadi, tapi Mama belum bisa memberikan keputusan.
"Mama berhak bahagia. Aku akan ikut bahagia kalau Mama juga bahagia, apalagi selama ini Mama sudah menderita. Kini saatnya Mama bahagia. Mama boleh nikah lagi, asalkan dengan orang yang benar-benar baik, yang bisa membuat Mama bahagia." Jawab Gita, gadis itu pun langsung memeluk sang Mama.
"Emang siapa sih om-om yang melamar Mama? Aku jadi kepo nih, kenalin sama aku dong Ma," Gita tersenyum menatap sang Mama yang juga tersenyum padanya.
"Emang ada yang melamar Mama? Mama kan cuma bicara misalnya aja, eh kamunya udah mikir kejauhan gitu," timpal Mama.
"Kirain beneran ada yang mau ngelamar Mama, Kalapun iya, aku setuju-setuju aja, asalkan dia baik dan bisa buat Mama bahagia,"
Mama belum memudarkan senyuman di bibirnya, ternyata apa yang dia pikirkan tidak terjadi, putrinya itu justru sangat antusias saat mengetahui kalau ada orang yang akan melamarnya. Dia kira, Gita akan menolak mentah-mentah keputusannya.
"Memang ada seseorang yang sudah melamar Mama, tapi Mama bilang sama orang itu, kalau Mama belum bisa menjawabnya, harus minta ijin sama kamu dan abangmu dulu. Karena kebahagiaan kalian juga kebahagiaan Mama, jika kalian tak mengijinkan Mama menikah lagi, Mama tidak masalah asalkan kalian bahagia,"
"Tadi sore, Mama sudah menelpon Abang mu, dia juga sudah setuju bahkan om itu juga sudah bicara sama abang mu, sudah minta ijin secara langsung," jelas Mama.
"Kok sama aku enggak sih Ma? Curang ih, aku kan juga pengen kenalan sama dia, siapa sih Ma?" Gita amat sangat penasaran dengan seseorang yang sudah melamar sang Mama, seperti apa orang itu? Apakah sudah punya anak, atau bujangan yang usianya di bawah Mama. Oh tidak! Jika yang melamar Mama seorang bujangan, berarti dia akan memiliki Papa berondong.
Gita menggelengkan kepala, tak bisa membayangkan jika Papanya masih muda, takutnya nanti malah hanya menginginkan harta Mama, ah tidak boleh terjadi. Mamanya kan masih terlihat cantik meskipun usianya sudah menginjak kepala empat, tapi jika yang mau menikahi Mama seorang yang masih muda, Gita tidak mau, titik!
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Mama saat melihat Gita menggelengkan kepala berulangkali.
"Ma! Mama boleh nikah, tapi ada syaratnya," ucap Gita mencoba memberi pilihan pada sang Mama.
"Lho, kok jadi gitu? Tadi bukannya udah setuju, kenapa sekarang harus pake syarat? Kalau kamu enggak setuju, Mama lebih baik menolak saja," Mama sedikit terkejut dengan ucapan Gita yang meminta syarat.
"Bukannya enggak setuju Ma, boleh nikah asalkan sesuai sama syarat yang aku berikan. Syaratnya mudah kok, Mama boleh nikah asalkan sama om-om yang sudah tua, kalo yang masih muda, NO! BIG NO! Pokoknya." Gita menggelengkan kepala kuat-kuat, tak mau membayangkan memiliki Papa muda.
Mama justru tertawa melihat ekspresi Gita, gadis itu terlalu berlebihan menurutnya. Mana ada sih anak muda yang mau menikah sama dirinya yang sudah keriput ini? Kalaupun ada, mungkin dia memiliki maksud dan tujuan tertentu dengan menikahinya.
"Kok Mama malah ketawa sih? Aku serius Ma," rengek Gita, tak terima dirinya ditertawakan.
"Kamu tenang aja sayang, mana ada sih anak muda yang mau sama Mama yang sudah tua ini. Adanya kakek-kakek yang banyak menyukai janda seperti Mama ini, lagian Mama juga mikir sepuluh kali untuk menerima lamaran orang yang usianya jauh lebih muda dari Mama," ucap Mama yang sesekali masih tertawa menertawakan ucapan Gita.
"Ish, Mama jangan salah. Kakek jaman sekarang malah ogah sama janda kaya Mama, mereka carinya yang usianya masih belasan tahun, terus ngasih mahar yang luar biasa, biar lamarannya keterima. Kalau aku jadi ceweknya sih ogah, mau mahar triliunan rupiah pun, yang muda masih banyak, kenapa malah mau sama yang udah tua." Kini Gita bergidik ngeri membayangkan kakek-kakek nikah dengan gadis usia belasan tahun.
"Saat, kamu itu ngomongnya ngaco! Udah ah, Mama mau ke kamar. Nanti kita atur pertemuan sama Om itu, kalau dia sudah enggak sibuk. Saat ini dia lagi sibuk, kamu yang sabar aja dulu, dijamin calon Mama bukan seperti yang kamu bayangkan." Mama beranjak dari duduknya, lalu meninggalkan kamar Gita.
Gita membayangkan seperti apa calon suami Mama, apakah sudah punya anak? Jika iya, berarti dirinya akan memiliki banyak saudara nantinya, ah jadi seneng, enggak bakalan kesepian lagi. Apalagi nanti kalau saudaranya laki-laki yang lebih tua darinya, dia akan memiliki Abang lagi dong, dan pastinya akan terbebas dari Riky yang selalu mengikutinya kemanapun. Ah, senengnya.
🥀🥀🥀🥀
Siapa kira-kira calon suami Mama? Adakah yang bisa menebak?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Miss Typo
kok jadi deg²an semoga aja gak sesuai pikiran ku
2024-07-20
0
tralala 😽😽😽😽
lanjut tor
2022-09-20
0
Erly Mimi Bisma
jangan2 bpk nya indra
2022-09-13
0