Ana mimisan!!

"Permisi pak, bu," ucap Dokter Tristan membuat Dimas dan Marsha segera berjalan kearah Dokter.

"Gimana kondisi nya Dok?" tanya Marsha.

"Cuman kecapean saja bu, tidak ada yang serius," ucap Dokter Tristan.

Setelah kepergian sang Dokter, Dimas dan Marsha pun masuk.

"Kamu itu cuman bisa nyusahin kami aja ya Ana," kesal Dimas.

"Maaf pa," hanya kata itu yang bisa dilontarkan Ana.

"Ketika nanti kamu sudah sukses, kamu harus membayar semua biaya yang saya keluarkan untuk kamu," ucap Marsha dingin. Ingin sekali Ana menangis saat itu juga, mungkin dia bisa tahan jika Dimas yang berlaku kasar padanya, tapi tidak dengan Marsha, dia terluka ketika Marsha berbicara seperti itu.

"Kita pulang aja, kamu pulang sendiri," ucap Dimas sambil menarik tangan Marsha.

"Hiks...Hiks," isakan tangisan Ana begitu pilu terdengar, sungguh dia lelah, tapi dia tersenyum ketika mengingat bahwa hidupnya tidak akan lama lagi, dia akan betemu Tuhan yang pasti sangat menyayanginya.

Tunggu aku Tuhan, batin Ana.

Setelah merasa cukup membaik, Ana pun berjalan keluar rumah sakit dan bertemu dengan Tristan.

"Ana, kamu sudah ingin pulang?"

"Iya Dok, saya sudah lebih membaik,"

"Orang tua kamu mana?" tanya Tristan yang sudah merasa bahwa keluarga Ana tidak harmonis.

"Mereka ada pekerjaan mendadak Dok, jadi saya dipesankan taxi online didepan," ucap Ana, memang sudah ada taxi online yang menunggunya, tapi bukan karena dipesan oleh Marsha ataupun Dimas melainkan Ana sendiri yang memesannya.

"Owh gitu, hampir aja saya kira keluarga kamu tidak harmonis. Maaf ya," ucap Dokter Tristan.

Harmonis, kata itu mungkin akan ada jika saya tidak ada di dunia ini lagi Dok, batin Ana.

"Saya duluan Dok,"

"Hati-hati dijalan," ucap Tristan membuat Ana mengangguk, lalu melangkah pergi, tapi baru satu langkah dia pun berbalik kembali kearah Tristan.

"Dokter nggak bilang apa-apa kan sama orang tua saya?" tanya Ana, dia sebenarnya sudah bisa menebak kalau Tristan pasti tidak bicara apapun cuman dia ingin memastikannya langsung.

"Saya bilang kamu cuman kecapean aja," ucap Dokter Tristan membuat Ana bernafas lega. "Tapi Ana, kamu harus bicara yang sejujurnya sama keluarga kamu, ini penyakit serius," lanjut Dokter Tristan.

"Pasti Dok, saya akan bilang, tapi ketika waktunya sudah tepat," ucap Ana lalu melangkah pergi.

Hari-hari berlalu, Ana dan Satria tidak dekat lagi, dinatar mereka seperti ada jarak yang susah untuk ditembus, bahkan Siska dan Beno merasakannya. Sebenarnya Satria tidak sanggup diam dan cuek ketika bertemu Ana, tapi dia hanya ingin Ana kembali seperti dulu dan Ana bilang dia dan Satria tidak perlu dekat dulu.

"Kekantin yuk An," ajak Sika karena beberapa hari ini, Ana tidak pernah kekantin bersamanya, pasti ada saja alasan Ana untuk tidak pergi bersama Siska.

"Hmm gue..."

"Jangan bilang kalau lo juga menghindar dari gue," ucap Siska memotong ucapan Ana.

"Aku nggak menghindar dari siapapun Sis, cuman akhir-akhir ini aku malas kekantin, maunya keperpus aja," ucap Ana.

"Satria kurang apa sih Ana?, jangan sampai nanti lo menyesal telah menyia-nyiakan dia," ucap Sika sambil menatap lekat mata Ana karena Siska hanya akan mendapat kebenaran lewat mata.

"Nggak ada yang kurang dari Satria, cuman rasa bosan ini tiba-tiba datang aja, bayangin gue sama dia udah pacaran hampir lima tahun lo," ucap Ana sambil memasang wajah senetral mungkin.

"Rasa bosan itu dilawan Ana, bukan menghindar,"

"Lo nggak ngerti Sis tentang hubungan, lo kan nggak pernah pacaran," ucap Ana lalu melangkah pergi, dia malas berdebat dengan Siska karena ini pertama kalinya mereka seperti ini.

Lo akan jadi pengganti gue Sis buat Satria, gue tau lo cinta sama dia, batin Ana.

Sesampainya Ana diperpus, dia lagi-lagi duduk ditempat yang beberapa hari ini dia tempati, didekat jendela tepat matahari.

Dear Diary.

Kamu tau aku nggak pernah pergi kemo selama ini, pasti Dokter Tristan mencariku. Kamu tau diary, aku tidak punya uang untuk kemo, tapi semakin hari tubuh ini terasa semakin lemas, aku harus bagaimana?.

Apa aku harus membiarkan tubuh ku begini saja sampai ajal menjemput.

Tiba-tiba Ana berhenti menulis saat melihat darah menetes kebuku diarynya, dia pun memegang hidungnya yang ternyata mimisan, dengan cepat Ana segera berlari menuju kamar mandi dan membersihkan darahnya.

Ana mimisan, batin seseorang yang terkejut karena melihat darah keluar dari hidung Ana, dia memang sengaja memata-matai Ana diperpus dan terkejut saat darah jatuh dari hidung Ana.

Terpopuler

Comments

Iin Meiandani

Iin Meiandani

up thorr

2021-01-10

0

Iin Meiandani

Iin Meiandani

lanjut thor

2021-01-10

0

Dek Nur Ima Ima

Dek Nur Ima Ima

lagi dong thor....sedih bnget n penasaran

2021-01-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!