"Mas, Mas Angga tunggu!"
Aku berteriak mencoba menghentikan Mas Angga.
"Apa yang kamu lakukan hah?! Sudah malam teriak teriak seperti orang gila!"
Ibu mertua keluar dari dalam kamar sambil menarik lenganku.
"Kamu tidak tahu malu ya?! Kamu kira ini hutan? Apa kata tetangga nanti?!"
Fani adik Mas Angga turun dari lantai dua. "Ada apa ini ribut ribut Bu?"
"Ini nih kakak ipar kamu yang jelek, teriak teriak sama Mas mu". Jawab ibu mertua.
"Lagi kesurupan kali bu. Hahahaha" Sambung Fani asal.
"Kalau kesurupan lihat lihat tempat dong. Pergi ke kuburan sana! Jangan dirumahku!"
"Mana ada kesurupan lihat lihat tempat. Hahaha. Ibu ini ada ada aja!" Sambung Fani.
"Oh ya, Mba Na-Nah, jangan lupa ya baju seragamku disetrika, besok pagi mau aku pakai ke sekolah. Setrika yang rapi, jangan sampai ada yang kusut!"
Ucap Fani dengan suara lembut yang dibuat buat.
"Duhh, kamu itu memang cocok jadi babu saja! Percuma punya kulit putih, tapi wajah kusam, dan tubuh kayak karung beras.. belum lagi bau badan kamu. Ihhh, amit amit. Malu maluin aja kamu jadi isterinya Angga."
Ucap ibu mertua dengan judes dan senyum cemooh tanpa memperdulikan perasaanku.
"Hahaha. Ibu ini bisa aja." Timpal Fani.
"Kalau aku jadi mas Angga, sudah aku tinggalin isteri kayak gini Bu. Hihihi.." Ucap Fani semakin menambah cuka di luka ku.
"Hehh... Dengar ya, kalau suami kamu keluar rumah itu di doakan, bukan diteriaki kayak maling saja si Angga! Aku tak rela anakku diteriaki seperti maling!" Kata ibu mertua dengan sewot.
Mereka kemudian saling merangkul dan balik kanan siap siap kembali ke kamar masing masing.
"Untung saja masakannya enak enak, ditambah lagi bisa diharapkan untuk mengurus rumah dan mengurus nenekmu yang gila itu."
"Hush Bu, gitu gitu Nenek Mina nenek aku juga kan, dan nenek adalah wanita yang melahirkan Ayah, suami Ibu!" Jawab Fani.
"Tapi benar kata mama, jelek jelek gitu Mbak Bau Nanah itu masih ada gunanya di rumah ini. Kita juga tidak perlu repot repot bayar pembantu dan pengasuh buat nenek kan!?"
"Ssst... Pelankan suara kamu, nanti si bau Nanah besar kepala, terus dia pikir sangat dibutuhkan di rumah ini." Ucap ibu mertua.
'Ya Tuhan, apa salahku pada mereka? Tega sekali mereka padaku!' Aku masih bisa mendengar perkataan mereka dengan jelas dari tempatku berdiri.
Aku hanya menangis sambil menunduk mendengar semua hinaan mereka. Aku memang sudah biasa dihina dan direndahkan oleh ibu dan anak ini, tapi tetap saja hatiku sakit ketika mereka melakukannya. Belum lagi tamparan dari Mas Angga yang masih terasa sakit menembus jantungku.
Selama menikah dengan mas Angga dan tinggal di rumah ini aku tidak pernah merugikan hidup mereka. Setiap hari aku melayani mereka seperti babu di rumah ini. Hinaan dan cercaan selalu aku terima dari ibu mertua dan adik iparku. Tidak peduli apapun yang aku lakukan di rumah ini, aku selalu saja salah di mata mereka.
Padahal saat aku masih bekerja dulu, aku sering memberikan uang jajan kepada Fani dan sedikit tambahan uang belanja untuk ibu mertua.
Dulunya rumah ini memang punya pembantu yang mengurus rumah, memasak, sekaligus merawat nenek Mina. Tapi setelah aku berhenti bekerja, mereka memecat pembantu dan menyuruhku menggantikan semua pekerjaan di rumah ini.
Aku bangun jam 4 subuh. Saat semua orang masih di alam mimpi, aku sudah bangun membersihkan rumah yang besar ini sendirian dan menyiapkan sarapan sebelum jam setengah 7 pagi.
Setelah Mas Angga berangkat ke kantor, Ayah mertua ke kampus karena beliau adalah dosen di Universitas ternama di kotaku, Fani ke sekolah, ibu mertua juga keluar entah pergi kemana sekedar berkumpul bersama teman-teman sosialita nya atau teman teman arisannya, atau pergi ke rumah saudaranya, atau sekedar jalan jalan karena tidak betah tinggal di rumah seharian.
Ibu mertua akan pulang saat jam makan siang atau sebelum Fani pulang sekolah jam setengah tiga.
Setelah mereka semua keluar rumah, pekerjaanku tidak serta merta berakhir. Aku yang tentunya seorang ibu harus mengurus anakku dan juga mengurus nenek Mina yang sudah mulai pikun. Menyuapi nenek Mina makan, memandikan serta membersihkan kotorannya kulakukan setiap hari tanpa mengeluh dan merasa jijik.
Setelah itu akan memasak untuk makan siang dan makan malam. Aku akan beristirahat sebentar untuk makan dan setelah itu lanjut mencuci dan menyetrika baju seisi rumah. Sambil terus mengurus Ziva dan nenek Mina. Setelah Mas Angga pulang kerja, aku akan melayani segala keperluannya.
Apa salahku pada mereka!? Aku hanya berusaha menjadi isteri dan menantu yang baik di rumah ini. Kenapa aku selalu dihina dan direndahkan oleh Ibu dan Fani?
Salahku karena tidak merawat diriku dengan baik. Setiap selesai bekerja, nafsu makanku menjadi sangat besar, mungkin karena aku selalu makan terlambat dan membuatku kelaparan sampai kadang menghabiskan 2 piring nasi. Pikirku aku juga harus makan yang banyak supaya kuat melakukan semua pekerjaan di rumah ini.
Selama ini kupikir mas Angga tidak pernah keberatan dengan bobot tubuhku. Yang terpenting aku melayani semua kebutuhan yang dia perlukan dengan baik. Sebelum pergi ke kantor aku pastikan suamiku sarapan dan menyiapkan pakaian kantor yang sudah disetrika dengan rapi. Sepulang kerja aku juga memastikan makanan tersedia diatas meja dan menyiapkan baju ganti serta memastikan rumah dan kamar yang bersih dan rapi agar nyaman untuk Mas Angga beristirahat.
Mas Angga tidak pernah mengeluhkan apapun soal tubuhku. Tapi Dia juga tidak pernah memujiku untuk semua hal yang aku lakukan untuknya.
Aku segera tersadar dari lamunanku karena mendengar suara tangisan dari anakku. Aku bergegas kembali ke kamar yang ada di lantai dua. Ternyata Ziva terbangun dari tidur karena ngompol di celana. Aku segera mengganti celananya dan menidurkan Dia kembali.
Ziva anakku yang cantik. Saat ini dia berusia dua setengah tahun. Sejak umur satu tahun setengah Ziva sudah tidak lagi memakai popok. Dia sedang aktif aktifnya bermain dan mencari tahu tentang hal-hal yang ada disekitarnya.
Kulitnya yang putih seperti aku, tapi hidungnya yang mancung dan seluruh wajahnya mirip Mas Angga, membuat Ziva terlihat sangat cantik.
Rambutnya sangat tebal, membuat Ziva terlihat seperti boneka Jepang. Kalau keluar rumah atau jalan jalan ke mall, orang orang yang melihatnya pasti akan mengelus pipi dan memuji akan kecantikan anakku ini.
Untung saja Ziva anak yang manis dan tidak rewel. Dia seakan sangat mengerti keadaan ibunya. Jika aku bekerja di luar kamar, Ziva akan bermain di sekitarku. Cukup menaruh boneka dan mainan anak anak lainnya Dia akan bermain dengan tenang. Hanya sesekali Dia akan bertingkah itupun kalau Dia sudah bosan atau mengantuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
linamaulina18
CK bs nya nyuruh2 punya tgn n kaki sndr apa gunanya
2023-04-09
0
Alea Wahyudi
mending pergi....jangan siksa dirimu berdekatan dg orang yg toxic
2023-02-13
0
Sulati Cus
miris ternyata pengorbanan mu cuma dianggap angin lalu
2022-12-14
0