Cristin mulai dongkol, dia berusaha menggeser duduknya agar berjauhan dari Orland tapi pria itu semakin sengaja mendekatinya. Semakin dia bergeser, Orland juga bergeser dan akhirnya dia terpojok sendiri di ujung sofa. Matanya sudah melotot, ekspresinya bahkan sudah terlihat galak.
Orland cuek saja, senyum menghiasi wajah. Dia memang sengaja melakukan hal itu agar konsentrasi Cristin pecah. Proposal itu tidak boleh selesai dengan cepat karena dia ingin terus bertemu dengan Cristin.
Cristin semangkin dongkol karena Orland kembali menggeser bokongnya padahal dia sudah terpojok dan tidak bisa bergeser ke mana pun lagi.
Mata Cristin kembali melotot, sedangkan Orland tersenyum lebar. Tubuh Cristin bahkan sudah mundur ke belakang, entah apa yang diinginkan oleh pria itu, yang jelas dia benar-benar sengaja ingin membuatnya kesal.
Sambil menahan kedongkolan di hati, Cristin hendak beranjak. Dia benar-benar tidak tahan, sungguh.
"Mau ke mana?" tanya Orland.
"Duduk di sayap pesawat!" jawab Cristin kesal.
Orland terkekeh, tangan Cristin diraih agar wanita itu tidak berpindah tempat duduk. Cristin kembali menatapnya dengan tatapan galak, jangan katakan pria itu mau ikut dia pindah tempat duduk.
"Mau apa? Lepaskan! Jangan katakan kau ingin pindah bersama denganku!" ucap Cristin sinis.
"Wah, apa ini undangan?"
"Ya, apa perlu aku gendong sekalian?" Cristin semakin kesal.
"Dengan senang hati," jawab Orland dengan seringai lebar.
"What the hell!" Cristin kehabisan kata-kata. Kenapa ada pria seperti ini? Kenapa dia bisa menghabiskan malam dengan pria menyebalkan seperti ini? Malam itu pasti dia sudah rabun karena air mata sehingga dia membayar pria itu.
"Ayolah, jangan marah. Kau sangat menggemaskan, sebab itu aku ingin menggodamu," ucap Orland.
"What?" Cristin benar-benar kehabisan kata-kata.
"Aku hanya menggodamu saja, maafkan aku."
"Hng!" Cristin membuang wajahnya, kesal.
Orland semakin ingin menggodanya, apalagi Cristin kembali duduk dan masih membuang wajahnya ke samping.
"Jangan mempermainkan aku, aku tidak suka!" ucap Cristin sinis.
"Baiklah, aku tidak mempermainkan dirimu, aku hanya ingin dekat dan mengenalmu lebih jauh saja."
"Sebaiknya jangan lakukan, aku tidak suka!"
"Jadi apa yang kau sukai?" tanya Orland.
"Aku lebih suka tidak melihat wajahmu!"
Orland kembali terkekeh, tangan Cristin di genggam, hal itu membuat Cristin heran sehingga membuat mata Cristin tidak berpaling dari wajah tampan Orland.
"Ma-Mau apa?" tanyanya gugup.
"Aku hanya ingin menyentuh tanganmu agar aku bisa mengingat bagaimana malam itu aku menyentuhnya," Orland mengusap punggung tangannya dan memberikan ciuman lembut di punggung tangannya.
Tubuh Cristin membeku, apa maksud perkataan Orland? Jangan katakan dia ingin mengulangi malam panas yang telah mereka lewati pada malam itu karena dia tidak akan pernah mau. Cukup malam itu saja, dia tidak akan mengijinkan siapa pun lagi menyentuh tubuhnya.
"Lepaskan tanganku!" Cristin menarik tangannya dengan cepat.
"Jangan membicarakan hal yang tidak penting, aku berada di sini untuk memperbaiki proposal itu!" ucapnya.
"Kau benar, tapi sudah saatnya jam makan siang. Bagaimana jika kita pergi makan siang berdua?" ajak Orland.
"Tidak perlu, aku bisa pergi makan sendiri!" tolak Cristin.
"Ayolah, aku tidak suka penolakan," Orland beranjak dan meraih tangan Cristin.
"Hei, lepaskan!" protes Cristin tapi Orland sudah menarik tangannya.
Cristin tidak berdaya, dia hanya bisa mengikuti langkah Orland dari belakang. Orland sangat senang, dia bahkan memperlambat langkahnya agar bisa berjalan bersama Cristin.
"Lepaskan tanganku, Orland!" pinta Cristin dengan pelan saat mereka melangkah melewati para karyawan Orland dan tentunya mereka jadi pusat perhatian.
"Tidak!" Orland menolak bahkan memasukkan tangan Cristin ke dalam saku jasnya sambil dia genggam dengan erat.
Cristin menggerutu, apa maksud Orland melakukan hal seperti itu? Dia benar-benar sangat ingin menarik tangannya tapi sayangnya Orland tidak mau melepaskan tangannya bahkan di mobil pun tidak dia lepaskan. Crisitin hanya cemberut, dia sudah tidak mau menarik tangannya lagi karena sia-sia.
"Kau ingin makan apa?" tanya Orland saat mereka sedang di perjalanan.
"Jantungmu!" jawab Cristin seraya membuang wajah.
"Yang lain?"
"Hatimu!"
"Kau ingin hatiku? Akan aku berikan padamu, lagi pula tidak ada penunggunya," goda Orland.
"Tidak perlu menggoda, aku tidak suka!"
"Jadi apa yang kau sukai?"
Cristin memutar bola mata, entah kenapa dia merasa apa pun yang mereka bicarakan pasti akan kembali lagi seperti pembicaraan awal.
"Aku lelah berbicara denganmu!" ucap Cristin.
Orland hanya tersenyum, Cristin tidak mau menatapnya. Dia bahkan membiarkan tangannya masih di genggam oleh Orland. Itulah kenapa dia tidak mau bertemu dengan pria itu, dia tahu pria itu berbahaya baginya. Jangan sampai dia terbuai dan tergoda. Demi apa pun, pria itu tidak boleh menebus pertahanan yang dia buat.
Mobil sudah berhenti, mereka sudah tiba di sebuah restoran yang berada di pinggir pantai. Cristin melihat restoran itu sejenak, setidaknya itu bukan restoran di mana dia pernah menghabiskan waktu dengan Johan karena dia tidak suka dengan suasana laut.
Dia terlihat enggan tapi lagi-lagi Orland menarik tangannya. Orland sangat heran, kenapa Cristin tidak bergeming sama sekali?
"Kenapa? Apa kau tidak suka tempat seperti ini?"
"A-Aku tidak begitu suka laut," jawab Cristin.
"Tidak perlu khawatir, tidak seburuk yang kau kira. Kau harus mengganti suasana, bukan?"
Cristin diam saja tapi kemudian dia tersenyum. Benar yang Orland katakan, dia memang harus mengganti suasana. Dulu dia selalu menghabiskan waktu dengan Johan di restoran-restoran mewah tapi sekarang, dia memang harus mengganti suasana yang baru.
"Bagaimana? Jika kau tidak mau tidak apa-apa, kita pindah sesuai dengan tempat yang kau inginkan," ucap Orland.
"Tidak, tidak apa-apa," Cristin turun dari mobil, dia memang tidak pernah mendatangi restoran pinggir laut jadi tidak ada salahnya mencoba.
Mereka masuk ke dalam restoran, supaya Cristin nyaman, sebuah ruangan exclusive pun dipesan agar tidak ada yang mengganggu mereka. Cristin bahkan sudah berdiri di balkon yang menghadap ke arah laut. Matanya melihat hamparan laut yang luas, pikirannya melayang entah ke mana.
Sepertinya dia tidak bisa tinggal di New York terlalu lama. Apa dia harus kembali ke Italia? Tidak, dia seperti melarikan diri. Setelah pekerjaan itu selesai, setelah berpisah dengan Johan, dia ingin membantu ayahnya mengelola hotel.
Orland mendekatinya dan berdiri di sisinya, Cristin melihatnya sejenak dan setelah itu dia kembali menatap laut.
"Apa yang kau lamunkan?" tanya Orland, dia berharap Cristin mengungkit sedikit hubungannya dengan suaminya karena dia ingin tahu tapi sayangnya Cristin melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.
'Hei, kau belum menjawab," Orland mengikutinya dari belakang.
"Aku sedang memikirkan dirimu!" jawab Cristin asal.
"Wah, ini seperti angin segar untukku!" ucap Orland.
"Ya, memang segar dan aku rasa akan lebih segar jika kau berenang di laut dengan para hiu!"
Orland tersenyum, dia mulai terbiasa dengan ucapan pedas Cristin. Dia juga mulai terbiasa dengan tatapan galak Cristin karena lagi-lagi Cristin menatapnya seperti itu. Sepertinya dia lupa dengan nasehat ibunya, semakin dia benci, semakin mereka dekat.
Mereka memesan makanan, mata Orland tidak lepas darinya. Cristin mulai terbiasa dengan tatapan mata pria itu, Orland juga sudah terbiasa dengan tatapan galak dan wajah jutek yang Cristin perlihatkan. Mereka tidak banyak bicara saat makan, Cristin selalu menghindar saat Orland bertanya tentang hubungannya dengan Johan tapi walau begitu, Orland tidak akan menyerah karena dia ingin tahu apakah Cristin dan suaminya masih menjalin hubungan atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Sri Ka
lanjutttt
2022-12-12
0
Triana Mustafa
calon pebinor... wkwkwkwk 😊
2022-11-12
1
Santi Sukmawati
auto ngakak Cristin
2022-10-21
1