Rumah Sakit

Suara ujung heels yang bertabrakan dengan lantai koridor rumah sakit terdengar memecah keheningan tengah malam itu, kendatipun jam besuk telah usai dari beberapa jam lalu, namun gadis itu tak peduli, yang terpenting baginya sekarang adalah Tsania, butiran bening yang semenjak mendengar berita sahabatnya itu kecelakaan, tak juga berhenti mengalir dipipi gadis itu.

" ah elah Na,, berhenti dulu nangisnya,, ntar orang orang pada ngira lo kembarannya mbak kun"

Hening, meski kesal tapi ia enggan untuk membalasnya.

Jangan lupakan Gilang si biang usil untuk Alana yang malam ini entah terkena angin dari mana hingga ia berbaik hati mengantarkan bahkan menemani Alana hingga gadis itu menemukan ruangan sahabatnya, menurut informasi yang mereka dapatkan Tsania telah dipindahkan ke ruang rawat.

" Na

" Na

" Na

" Nana ,, dengerin gue napa!" pinta Gilang sambil menahan pundak Alana hingga gadis itu terpaksa berhenti.

" paan sih lo " Alana kesal karena Gilang terus terusan memanggil namanya, padahal dia sedang sibuk menetralkan nafas dan menyeka liquid bening yang masih setia membanjiri pipinya.

" ah elah galak bener,,

" apaan cepet,, jangan becanda" ucap Alana dengan lirih,, nada suaranya terdengar bergetar menahan isak miliknya dengan susah payah. Namun bukannya menjawab pertanyaan darinya, pria itu malah menghapus lelehan air mata Alana dengan telunjuknya, membuat Alana cukup terkejut dan refleks menjauhkan badannya.

Namun seperti sudah menduga bahwa hal itu akan terjadi bukannya terkejut dengan santai ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana jeans yang ia pakai.

" nama temen lo Tsania kan?? " tanya nya lembut yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Alana, jujur saja ia masih kaget dengan perlakuan Gilang yang tiba tiba padanya, bahkan air matanya ikut terkejut dan perlahan mulai berhenti.

" coba liat diruangan ini, , temen lo bukan? " Gilang menunjuk ruangan disamping Alana dengan isyarat matanya yang langsung dipatuhi oleh gadis itu, dan rasa penasaran dengan perubahan perlakuan Gilang padanya segera teralihkan ketika melihat sahabat kesayangannya berbaring sambil memejamkan mata dengan selang oksigen dihidung dan beberapa luka ditangan dan wajahnya. Gilang menahan gerakan Alana yang hampir saja akan memeluk sahabatnya itu. Alana menyadari kecerobohan yang ia lakukan dan segera menjauhkan badannya dari Tsania. Gilang yang melihat tubuh Alana mulai luruh segera menahannya dan membimbing gadis itu untuk duduk di bangku samping ranjang Tsania, ia juga mengusap pelan bagian belakang kepala Alana, berharap mampu menenangkannya.

 #####

" Loh,, mau kemana lagi, gak sarapan dulu. " mami' Rima heran, melihat putera bungsunya yang baru pulang setengah jam yang lalu kini telah siap dan seperti akan pergi lagi.

" nanti aja ma,, Gilang janji nganterin Nana ke rumah sakit."

" siapa yang sakit sih ?"

" Gilang gak tau mi, tapi kayaknya berharga banget deh buat Nana, dia aja gak berhenti nangis sebelum nemuin kamar rawatnya,, terus maksa buat jagain padahal udah ada sepupunya, sampe tadi pagi sempet gak mau diajak pulang dulu, untungnya orang yang sakitnya itu udah siuman dan bujuk dia buat pulang dulu." Jelas Gilang

" oh yaudah, kalo gitu mami bawain bekal aja ya,, bilangin titipan dari mami,, " pintanya.

" siap boss " enggan berdebat lagipula dipastikan ia yang akan kalah, Gilang memilih menuruti permintaan maminya, tentang siapa yang akan memakan sarapan tersebut biarlah menjadi urusan belakangan karna ia pikir Alana pasti sudah sarapan dirumahnya.

####

" oke udah siap semua,, waktunya berangkat." Seru Alana setelah memasukan bubur manado yang dibuat bundanya, ia tau betul jika Tsania dengan ribuan alasanya akan menolak makanan yang disediakan rumah sakit, Tsania itu bukan orang yang pemilih soal makanan, selama makanan itu tidak beracun, Tsania akan memakannya namun pengecualian untuk masakan yang disediakan oleh rumah sakit, ia akan mengeluarkan semua kemampuan aktingnya agar tak dipaksa memakan makanan itu.

" pahit

" bentuknya gak menarik

" gue takut suster yang masaknya kehabisan garem, jadi dia ganti pake obat soalnya gue gak suka obat,, nanti gue mati gimana,,, Andri jadi duda sebelum nikah sama gue

Dan banyak lagi alasan yang bahkan tidak masuk akal lainnya, mengingat hal itu Alana tersenyum geli.

" oii lu gak kesambet setan rumah sakit kan " tiba tiba saja Gilang datang dan membuat Alana terlonjak kaget, pasalnya sejak tadi ia hanya sendirian didapur, tapi tiba tiba saja lelaki itu mengagetkannya dengan setengah berteriak tepat ditelinganya.

" kuping gue sakit Gilang " ucap Alana menggertakan rahangnya enggan menimbulkan keributan, karena anggota keluarga yang lain tengah memakan sarapan mereka di ruang makan, yang letaknya tepat disebelah dapur, tak lupa sebelah tangannya menjewer telinga Gilang.

" aw aw aw Na lepasin ntar kuping gue copot. " Gilang mengaduh kesakitan sementara itu Alana menariknya semakin kencang lalu melepasnya sekaligus.

" Nana gila,,, RIP kuping gue " Gilang mengelus kupingnya yang sudah memerah dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

" makanya jangan usil jadi orang " ketus Alana ia meniup poninya keatas karna kesal.

" gue tuh khawatir penunggu rumah sakit nempel di elu,, soalnya kan tadi malem lu ganggu mereka sama suara tangisan lo "

" mau lagi ?" Ancam Alana

" nggak, " tolak Gilang cepat sambil menjauh lalu menutup kedua telinganya dengan tangan.

" Nana,,, jangan gitu dong,, kasian Gilangnya. " suara bunda yang tiba tiba menyela, membuat keduanya berbalik menghadap wanita paruh baya tersebut.

" Gilang duluan bunda " bela Alana cepat

" Nana duluan bunda " tak mau kalah Gilang membela dirinya dan berbalik menyalahkan Alana, membuat bundanya menggelengkan kepala lalu tersenyum karena tingkah mereka tidak pernah berubah, ibarat musuh abadi si kucing Tom dan si tikus Jerry, padahal mereka baru bertemu kembali setelah tujuh tahun, Gilang memang memilih melanjutkan SMA dan kuliahnya di luar negeri, hingga ia menyelesaikan kuliahnya beberapa bulan lalu.

" duh,, kalian tuh ya,, udah udah,, nanti bubur manadonya keburu dingin,, kasian Tsania, pasti udah kelaperan. " bundanya mengingatkan

" oh iya lupa,,, " Alana menepuk jidatnya lalu segera bersiap untuk segera kerumah sakit.

" gue ambil tas dulu dikamar,, awas kalo sampe Tsania kelaperan semuanya gara gara lo. " ucap Alana sebelum ia berbalik menuju kamarnya.

" gue ganteng gue sabar " Gilang mengelus dadanya, yang sukses menimbulkan kekehan di mulut bunda Alisya, bundanya Alana.

" bunda jadi keinget kalian waktu masih kecil deh " celetuknya sambil menuangkan air di gelas yang ia bawa, tujuan awal sebenarnya ia ke dapur ialah mengambil air untuk suaminya, karena air di meja makan habis, lalu ia tanpa sengaja menonton perdebatan dua teman kecil itu yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

" udah lama loh,, bunda gak liat Nana kayak tadi, " ujarnya lagi.

" masa sih bunda,, hee emang Raisa sama Nana gak pernah berantem? " Gilang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

" Icha kan sekolah di luar negri juga kayak Gilang,, jadi mereka jarang ketemu,, " jawab bundanya menatap kosong kearah depan, selintas Gilang menangkap raut wajah sedih pada wajah ibu tiga anak tersebut.

" oh gitu ya bun " memilih abai, Gilang menanggapi ucapan bunda Alisya dengan singkat.

" oh iya, hampir lupa ayah pasti lagi nunggu minumnya,, bunda keruang makan lagi ya,, kalo ada apa apa panggil bunda aja." Tak mau berlarut dalam ingatan menyedihkan yang tiba tiba muncul wanita paruh baya itu mengalihkan pembicaraan dan segera kembali ke meja makan untuk kembali bergabung bersama suami dan anak anaknya, diikuti tatapan penasaran Gilang.

" oii Lang " tepukan dibahu dan teriakkan ditelinganya mampu membuat Gilang terkejut dan menatap orang yang menepuknya itu tajam.

" lo balas dendam." Alana terkekeh pelan.

" jangan liatin bunda kayak gitu, punya ayah gue itu. "

" anjir lu,, dikira gue doyan bini orang " sungut Gilang yang disambut kekehan kecil dari Alana, entah mengapa Alana jadi banyak bicara dan bercanda ketika Gilang disekitarnya, padahal biasanya ia hanya seperti itu dengan Tsania saja, entahlah mungkin virus cerewet dan usil Gilang sudah menyebar padanya.

" bunda Nana pa...mit " ucap Nana terpotong ketika melihat sosok yang sangat ingin ia temui tapi tidak untuk saat ini.

" Loh,, kakak ngapain disini ? " itu bukan suara Nana, tapi Gilang. Raka yang tak menyangka akan bertemu sang adik dirumah tunangannya itu malah balik bertanya.

" kamu ngapain disini ?"

" Nana gak bilang Raka mau dianter Gilang?" Tanya ayahnya ikutan heran, Alana meremat ujung kemeja yang ia kenakan, ia juga bingung karna tak menyangka jika Raka akan datang pagi ini, ia menyesali kecerobohannya karena tidak memberitahu Raka tentang hal ini.

" oh iya,, Gilang lupa, tadi Nana titip pesen buat bilang ke kakak,, hehe sorry ya kak. Lagian bukannya kakak ada meeting ya pagi ini." Gilang memecah keadaan yang sempat hening lalu terkekeh pelan disambut anggukan paham dari ayah 3 anak itu.

Alana menghembuskan nafas lega perlahan, ia mengucap syukur dalam hati tanpa sadar dua orang yang duduk bersebrangan mengapit sang kepala keluarga mereka menangkap ekspresi lega darinya, sementara adiknya hanya acuh sambil melanjutkan sarapannya.

" Kalo gitu Raka pamit dulu, semuanya " ucap Raka, mengikuti alur permainan yang diciptakan oleh Gilang

" Nana sama Gilang pergi dulu ya " susul Alana buru buru.

" hati hati ya,, bilang Tsania nanti bunda jenguk siang "

" iya bun " jawab Alana

" jangan ngebut ya Lang " itu pesan ayahnya.

" siap laksanakan. " Gilang memberi hormat layaknya seorang tentara yang disambut kekehan kecil dari pria setengah baya tersebut.

Selepas kepergian mereka bertiga, adik bungsu Alana yang sudah selesai dengan sarapannya berdiri, lalu mencium bunda dan kakaknya sebagai tanda pamit sebelum pergi, namun mengabaikan ayahnya yang menatapnya sendu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bukan rahasia lagi jika hubungan ayah dan anak itu tidak baik baik saja, selain dihadapan orang banyak, tak pernah ada percakapan ataupun interaksi layaknya ayah dan puterinya, hal itu tentu saja menyakiti hati perempuan paling sabar dirumah itu, namun ia hanya mampu menerimanya dan menahan semua rasa sakit itu sendiri.

" Rion berangkat dulu bun, ayo Yah " putera sulung yang selalu menjadi kebanggan ayah dan bundanya itu mencoba mengabaikan hal yang sebenarnya juga membuat ia sakit, namun iapun tak mampu berbuat apa apa meskipun ia ingin, ia selalu tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya kedunia itu terluka setiap saat, tapi lagi lagi ia tak memiliki kuasa itu, ia benar benar lemah dan merasa tidak berguna sama sekali untuk keluarganya sendiri.

 #####

" Na, kita harus ngomong " melihat Tsania tertidur setelah gadis itu meminum obatnya, Gilang menggunakan kesempatan itu untuk mengajak Alana berbicara dengannya. Ia harus tau dengan yang terjadi antara kakak dan teman kecilnya itu.

" apa yang pengen lo tanyain? " setelah berada ditaman rumah sakit Alana bertanya langsung pada Gilang, suasana hatinya semakin kacau setelah bertemu Raka pagi tadi.

" Lo baik baik aja? " Gilang to the point, Alana tersenyum singkat. Lalu mengangguk.

" dont be pretend, your face show otherwise " Alana tersenyum kecut, Gilang mode inggris artinya ia sedang serius dan tak ingin mendengar kebohongan. Hal itu sudah menjadi kebiasaan lelaki dihadapannya sejak kecil.

" what should I say? " tanya Alana balik

" all of you, my brother and your sister. " jawab Gilang cepat.

" Lo tau sesuatu ? " Alana terperanjat mendengar Gilang menyangkutkan pautkan adiknya, karna ia pikir hanya ia yang tau tentang kemungkinan jika tunangannya ada hubungan khusus dengan sang adik. Bahkan ketika bercerita dengan Tsania, ia menyembunyikan perihal fakta bahwa perempuan yang mereka temui, oh ralat yang tanpa sengaja ia dan Tsania pergoki sedang bersama tunangannya itu adalah adiknya.

" gue liat apa yang lo liat di mall kemaren. " ungkap Gilang, ia memang tak mengetahui kepastian hubungan kakaknya dengan adik bungsu Alana, tapi ia yakin dengan melihat interaksi mereka kemarin saat di mall, keduanya terlihat akrab, dan mungkin terlalu akrab untuk ukuran calon ipar, apalagi keduanya terlihat nyaman satu sama lain ditambah kebohongan Raka yang mengatakan bahwa ia baru pulang dari luar kota tepat sebelum pesta ulang tahun neneknya dimulai dan ketika dipestapun ia sering menangkap kakaknya sedang menatap Raisa dengan tatapan memuja, jangan lupakan outfit yang dipakai kakaknya sebelum berganti pakaian tampak serasi dengan dress yang digunakan Raisa dipesta itu, meski sesekali ia melihat kakaknya itu melirik ke arah Alana yang sedang mengobrol dengan Issabel sepupu jauhnya, namun dengan tatapan yang tak mampu ia jelaskan.

" gue gak tau pasti Lang, " lirihnya lalu menarik napas panjang tanda lelah.

" lo udah ngomong sama kak Raka?" Tanya Gilang,

" gue,,, gue,,,

Alana tak melanjutkan ucapanya, butiran bening mengalir dengan deras dari kedua ujung kelopaknya, tak peduli dengan fakta bahwa ia kembali menangis dihadapan orang yang sama dua kali dalam kurun waktu beberapa jam saja. Jujur iapun lelah, tak ingin semuanya semakin rumit, tapi iapun bingung harus mulai menyelesaikan masalahnya darimana.

" its oke Na,, lo bisa cerita sama gue. " Gilang mencoba menenangkan Alana, ia juga mengusap bagian belakang kepala Alana, seperti yang ia lakukan malam tadi.

" Gue,, gue takut, ka,, kalo ternyata,,,, gue orang jahatnya disini ." Alana susah payah mengatakan ketakutan sebenarnya, lalu tangisnya semakin menjadi apalagi setelah Gilang memutuskan untuk memeluknya, pemuda itu tau, yang dibutuhkan oleh Alana saat ini hanyalah orang yang memeluknya, memberikan gadis itu tempat persembunyian sekaligus tempat bersandar. Diam diam ia ikut terluka, ketika bertemu lagi dengan Alana setelah 7 tahun berpisah, Gilang pikir banyak yang berubah dari teman masa kecilnya ini, gadis kecil cengeng yang dulu sering ia jahili, yang paling sering mengadukan kenakalan yang ia lakukan pada maminya kini tumbuh dengan sangat baik, anggun bahkan salah seorang temannya yang satu kampus dengan Alana mengatakan bahwa Alana adalah salah satu gadis idaman pria di kampusnya, karna selain cantik gadis itu juga berprestasi, Ia pikir Alana baik baik saja dengan kehidupannya yang nyaris sempurna, apalagi ia juga telah menjadi tunangan kakak kandungnya sendiri semenjak tiga bulan yang lalu, Namun ternyata ia tak sepenuhnya benar, faktanya banyak yang ia sembunyikan dibalik senyum secerah mentari miliknya itu.

^_^ ^_^ ^_^

Terpopuler

Comments

Desi Oktapriani

Desi Oktapriani

thorrrr

2022-07-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!