" Kalian pergilah, Aku tidak ingin kalian melewatkan apapun." Ucap Alia saat Lucy dan Gwen merasa berat meninggalkan Alia sendirian.
Mereka akan melanjutkan kegiatan sekolah. Alia yang masih terluka memutuskan untuk absen.
" Tapi.."
" Sudah, bukankah masih ada beberapa senior yang berjaga di tenda ini. Jadi aku rasa aku akan aman berada di sini, lagi pula siapa yang berani mengganggu ku?"
" Hmm, baiklah. Hati hati ya.." Ucap Gwen, sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Aliya.
" Apa ini?"
" Air suci. Untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."
" Ba.. baiklah."
Alia memandang kepergian dari kedua sahabatnya itu lalu meletakkan botol kaca yang berisi air suci di meja yang berada di sebelah tempat tidurnya.
Alia memutuskan untuk mengisi hari itu dengan mencari apa yang dapat ditemukan tentang Forks.
Wush....
" Hah.., Devian kau mengejutkan ku." Ucap Alia lihat Devian yang sudah ada di hadapannya.
" Hai, boleh aku masuk?"
" Aa, emmm. Bukankah kau sudah ada didalam?" Ucap Alia.
" Hah maaf." Ucap Devian senyum sambil berjalan menuju Alia.
Pyaar...
Saat Devian akan duduk di atas meja tempat dimana Alia menyimpan air suci, Air suci itu tidak sengaja tersenggol oleh Devian yang pecah sehingga airnya mengenai kaki Devian.
" Argh..." Devian merintih kesakitan.
" Kau tidak apa apa?"
" Ya, apa isi dari botol itu?, apakah berharga karena aku tidak sengaja menjatuhkan nya." Ucap Devian.
" Oh itu adalah Air suci pemberian dari Gwen. Apa kau terluka?"
" Ya, sepertinya kakiku sedikit terkena dari pecahan botol itu." Ucap Devian berbohong, karena sesungguhnya sampai saat ini dia merasakan sakit yang luar biasa karena terkena air suci.
" Maaf, aku tidak bisa membantumu untuk membersihkan pecahan kaca ini karena aku fobia terhadap pecahan kaca." Ucap Devian lagi
" Tidak apa, biarkan saja aku akan meniru orang lain untuk membersihkan nanti." Ucap Alia sambil tersenyum, senyum yang menghangatkan hati Devian.
" Emm, aku belum mengetahui namamu, siapa namamu?" Tanya Devian.
" Panggil aku Alia."
" Alia.." Ucap Devian sambil tersenyum.
" Devian, Apa yang kau lakukan di tengah hutan begini apa rumahmu berada di sekitar sini?"
" Ya, kenapa?"
" Apa kau bersekolah di sekitar sini juga?"
" Ya, kenapa?"
" Apa kau yang menolongku mengobati lukaku dan mengembalikan ku kesini?"
" Ya, kenapa?"
" Kenapa tidak kau sendiri yang mengatakan kepada mereka Kenapa kau meninggalkanku berbeda tak begitu saja?"
" Karena Aku tidak ingin terlihat oleh manusia."
" Ha?"
" Mak.. maksud ku Aku tidak ingin terlihat oleh yang lain karena mungkin mereka menganggapku berbeda." Ucap Devian.
" Berbeda apa?, aku tidak melihat ada perbedaan di antara kita." Ucap Alia.
" Kita berbeda Alia, kau mungkin tidak akan bisa menerima dengan akal sehat siapa diriku sebenarnya."
" Memangnya kau siapa?, hantu?, vampir atau manusia serigala. haha ayolah kau tidak akan percaya kan jika mereka masih hidup di dunia modern seperti ini." Ucap Alia.
" Alia, aku seperti memimpikanmu selama berabad-abad ini."
" Tunggu, kamu mengatakan apa memimpikanku selama berabad-abad?, memangnya sekarang berapa usia mu, sehingga kau mengatakan seakan-akan kau telah hidup di masa yang lalu."
" Aa, maksudku aku telah memimpikanmu selama beberapa hari terakhir."
" Ah, seperti itu."
" Maukan kau menjadi temanku."
Alia tersenyum dan menjulurkan tangannya.
" Tentu.."
Dengan ragu ragu, Devian juga menjulurkan tangannya dan mereka saling berjabat tangan.
Alia terkejut merasakan sensasi dingin di tangan Devian, namun bagi Devian tangan Alia justru seperti sesuatu yang menghangatkan dirinya.
Devian lalu dapat mendengar pikiran dari orang-orang yang mulai mendekat yang berjalan menuju tempat kemah.
" Mereka sudah kembali.."
" Siapa?" Tanya Alia.
" Teman temanmu, Alia aku harus pergi mereka tidak boleh melihatku."
" Tapi Aku baru saja ingin mengenalkanmu kepada mereka."
" Mungkin lain kali." Ucap Devian yang bersiap untuk keluar dari tenda tempat Alia beristirahat.
" Devian, bagaimana jika aku ingin bertemu denganmu. Apa kau punya ponsel atau semacamnya agar aku bisa menghubungi mu?"
" Panggil saja aku maka aku akan datang kepadamu."
Wuushh...
Secepat kilat Devian pergi dari pandangan Alia.
" Siapa kamu sebenarnya Devian?" Lirih Alia sambil melihat botol yang berisi air suci itu pecah.
Tap
Tap
Tap
" Alia..." Sapa kedua teman Alia.
" Hai, kalian sudah kembali Kenapa begitu cepat?"
" Kami sangat mengkhawatirkanmu terutama saat kami melihat Edmund terus saja berjalan bolak-balik di sekitar tenda tempatmu beristirahat." Ucap Lucy
"Benarkah?"
" Ya, apa dia mengganggu mu?" Tanya Gwen.
" Tidak, jangankan untuk menganggu. Dia masuk ke dalam sini saja tidak. Karena sedari tadi Devian yang menemani ku."
" Devian?" Ucap Lucy dan Gwen saling berpandangan.
" Ya Devian. Orang sudah menyelamatkanku dan juga mengobati luka di kaki."
" Tapi, Kenapa dia tidak menelantarkanmu kepada kami Kenapa justru meninggalkanmu begitu saja?" Ucap Gwen.
" Hah, itulah yang aku tidak mengerti kenapa dia meninggalkanku begitu saja."
" Kau tidak bertanya kenapa?" Ucap Lucy.
" Sudah, tapi dia hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin terlihat oleh orang yang ada di sini."
" Kenapa?" Ucap Lucy dan Gwen secara bersamaan.
" Aku juga tidak tahu, karena belum sempat aku mengobrol dengannya dia sudah pergi."
" Hmm, sungguh membuat penasaran. Eh, pecahan apa ini?" Ucap Gwen.
" Maaf Gwen, disaat Devian mendekat ke arahku, dia tidak sengaja menyenggol botol air suci milikmu."
" Hmm, sepertinya lain kali aku harus memasukkan air suci kedalam botol plastik saja." Ucap Gwen sambil membersihkan pecahan kaca.
" Bagaimana lukamu, Apa kau masih merasakan sakit?" Tanya Lucy.
" Sedikit, aku hanya masih tidak bisa menggerakkan kakiku."
" Pelan pelan saja."
Alia hanya tersenyum, dia begitu beruntung memiliki kedua sahabat yang begitu perhatian kepadanya melebihi perhatian seorang saudara.
Malam harinya, Alia tidak dapat tidur. Dia masih memikirkan tentang Devian.
" Alia.."
Alia terjaga karena dia mendingan seseorang memanggil namanya. Namun Alia memutuskan untuk kembali tidur karena mungkin dia salah dengar.
" Alia..."
" Hah..."
Alia langsung terbangun dan terkejut karena tepat di samping luar tendanya berdiri sosok bayangan seseorang.
" Siapa?"
" Sttt, jangan berisik ini aku Devian."
" Devian?"
Alia tersenyum dan berusaha bangkit, dengan tertatih-tatih akhirnya Alia dapat berdiri dan berjalan keluar menemui Devian.
" Hai.." Sapa Alia.
" Bagaimana lukamu,?"
" Yaa seperti yang kau lihat."
" Devian, Kenapa tadi kau tiba-tiba pergi padahal aku berencana mengenalkanmu kepada kedua sahabatku."
" Itu, karena aku ada urusan mendadak. Aku lupa jika Aku punya sesuatu yang harus dikerjakan."
" Begitu.."
" Alia, apa kau ingin jalan jalan?" Tanya Devian.
" Apa?, sekarang? malam ini?"
" Ya. Karena aku hanya dapat keluar malam hari, aaa maksudku aku hanya free saat malam hari karena saat siang hari aku aku harus melakukan berbagai kegiatan ya kau tahu lah sekolah zaman sekarang tidak ada guru yang membiarkan muridnya dapat menikmati hari siang dengan santai."
" Ya kau benar."
" Jadi, Apa kau mau jalan-jalan denganku?"
Alia melihat kearah kakinya yang terluka, Devian yang mengerti langsung membopong tubuh Alia. Alia tersenyum.
Malam itu, mereka menghabiskan waktu untuk mengenal satu sama.
" Siapa gadis itu?" Tanya Charlie.
" Apa gadis itu yang membuat Devian menjadi tidak betah di rumah?" Imbuh Cristin.
" Aaa... yap."
" Ya.."
" Betul."
" Yup." Ucap Alice, Elena, Harry dan Stefano secara bersamaan.
" Tapi, apa Devian yang sadar jika gadis itu adalah seorang manusia? Bagaimana jika wanita itu membongkar keberadaan kita?" Ucap Cristin.
" Kita akan membicarakan itu dengan Devian nanti. Sekarang lebih baik kita pulang sebelum ada yang menyadari jika kita berada di sini." Ucap Charlie.
Wush...Wush...
Alice sekali lagi melihat kearah Devian dan Alia. Lalu Alice mendapatkan gambaran masa depan yang akan terjadi diantara mereka.
" Cinta dan pengorbanan."
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...Jangan lupa...
...like...
...komen...
...vote...
...hadiah...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments