Saat ini Amara agak khawatir dengan kondisi psikis Diana. Dia takut anak tirinya itu mengalami trauma, yang pastinya bisa menghambat rencana pernikahan Diana dengan Tuan Jhoni.
"Iya, Ma ... sebentar," sahut Diana dari dalam, dan Amara dapat mendengar suaranya yang parau.
Beberapa saat kemudian barulah Diana membukakan pintu, mata gadis ini tampak sembab akibat habis menangis sejadi-jadinya.
Amara memapah Diana ke tempat tidur, lalu mengambilkan pakaian untuk Diana. Bagaimanapun Amara tidak ingin terjadi hal buruk pada alat cetak uangnya itu.
"Ini kamu pakai dulu." Amara memberikan pakaian di tangannya.
Setelah Diana berpakaian, Amara merangkul anak tirinya itu duduk di tempat tidur.
"Kamu jangan takut lagi ya, ada mama yang akan jagain kamu dari Aiden. Dia tidak akan berani macam-macam lagi sama kamu," bujuk Amara sembari mengusap punggung Diana.
Diana mengangguk lemah, lalu menyahut dengan suara lirih, "Iya, Ma ... terimakasih tadi Mama sudah menyelamatkan Diana."
Amara memperlihatkan senyum lembut. "Mama tidak pernah menganggap kamu sebagai anak tiri. Kasih sayang mama sama kamu dengan Aiden itu sama, mama tidak pernah membeda-bedakan kalian. Kalau Aiden salah, mama pasti akan memarahinya."
Batin Amara bersorak Riang saat melihat Diana mengangguk percaya, tidak sulit bersandiwara untuk mengelabuhi anak tirinya tersebut.
"Ya sudah, sekarang kamu istirahat saja di sini. Mama mau pergi belanja buat kebutuhan kita, kebetulan obat-obatan buat nenek juga sudah habis, kan?"
Dia menoleh, dia menatap Amara dengan perasaan khawatir. "Tapi Dian takut ditinggal, Ma ... bagaimana kalau Aiden mau melecehkan Dian lagi."
Amara menggelengkan kepala. "Dia tidak akan berani melanggar perintah mama, lagi pula sekarang Aiden sudah pergi. Sekarang kamu tulis resep obat yang biasa kamu beli buat nenek ya, biar nanti sekalian mama beli."
Akhirnya Diana merasa lebih tenang, ia pun menulis resep obat yang diminta Amara.
Diana beranjak ke kamar neneknya setelah Amara pergi. Diana mendapati neneknya itu sedang menangis.
"Nenek kenapa?" tanya Diana khawatir.
"Apa kamu baik-baik, Sayang?"
Sungguh, nenek Dewi sangat ingin untuk sekedar mengusap wajah cucunya, tapi itu pun tidak bisa.
Selain kelopak mata dan mulut, tidak ada bagian tubuh lain yang bisa wanita tua ini gerakkan, semuanya lumpuh total.
Nenek Dewi hanya bisa menangis, itulah hal terbaik yang bisa ia lakukan saat mendengar Diana merintih meminta tolong tadi.
Dia menyesal, kenapa Tuhan belum juga mencabut nyawanya. Di sini keberadaannya hanya menjadi beban bagi Diana.
"Iya, Nek. Dian baik-baik aja, Dian nggak kenapa-kenapa," lirih Diana, dia menggengam erat serta menciumi tangan neneknya.
"Sayang, kamu pergi saja dari sini. Selamatkan diri kamu dari para iblis itu, nenek tidak apa-apa kamu tinggalkan. Nenek sudah tua, dan sebentar lagi pasti akan mati."
Diana menggelengkan kepala, mana mungkin dia akan setega itu. Nenek Dewi adalah keluarga satu-satunya yang ia miliki.
"Diana, dengarkan nenek. Tinggalkan neraka ini, Sayang. Masa depan kamu kamu masih panjang, jangan pedulikan nenek."
"Dian nggak mau, Nek ... Dian sayang Nenek."
Nenek Dewi terus menangis. "Nenek sudah tidak tahan lagi melihat kamu terus-terus dimanfaatkan sama Amara. Nenek akan bunuh diri saja jika kamu tidak mau pergi."
Diana menghela napas berat. "Baiklah, Dian akan pergi, tapi Nenek harus mau ikut sama Dian. Kita pergi sama-sama."
Bersambung.
Terimakasih, ikuti terus kelanjutannya ya.
Kiss ana Hug
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Zuraida Zuraida
kabu saja sama nenekmu diana
2023-08-12
0
Putri Nunggal
dasar siluman rubah,
2022-10-21
0
jhon teyeng
tiap bab mengharukan
2022-07-29
0