...❗WARNING ❗...
...✓ Cerita ini hanya sebuah karya fiksi yang tidak ada sangkut pautnya pada kehidupan nyata....
...✓ Tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun....
...✓ Boleh baper tapi jangan berlebihan....
...✓ Harap memaklumi jikalau ada typo atau kesalahan dalam penulisan....
...✓ Dilarang keras menjiplak karya ini! Tolong hargai saya sebagai penulis yang sudah susah memikirkan jalan ceritanya!...
...✓ Kalau sudah membaca sampai akhir, dimohon untuk tidak memberikan spoiler di kolom komentar....
...•••...
..."Meskipun hanya singkat, namun semua kenangan yang ada kamu di dalamnya terlampau begitu indah."...
SIANG ini, tepatnya di salah satu universitas terbaik yang ada di Indonesia sedang kedatangan tamu salah seorang mahasiswa S2 kedokteran yang beberapa tahun lalu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Inggris. Tujuannya datang hanya karena ingin membagikan tentang pengalaman yang begitu membanggakan ini sekaligus memenuhi panggilan menjadi narasumber pada sebuah seminar kampus.
Mahasiswa yang sudah menginjak usia dua puluh delapan tahun itu masih terlihat begitu cantik. Parasnya tetap sama seperti gadis muda yang baru menginjak usia dua puluh tahun. Kalau secara fisik memang tak ada yang berubah, namun dari segi dalam diri, ia mengalami begitu banyak perubahan signifikan. Waktu menjadikannya lebih dewasa, pengalaman menjadikannya lebih terampil dan kenangan yang selalu memotivasinya untuk menjadi seperti sekarang ini.
Menurutnya, semua kesuksesan yang di dapatkannya sekarang ini datang berkat bantuan dari seseorang berhati malaikat. Orang itu berhasil membuatnya ingin memperbaiki diri dan menjadi berani untuk menunjukan versi terbaik dari diri sendiri. Banyak hal yang diajarkan oleh seseorang berhati malaikat itu kepadanya, ya meskipun awal pertemuan mereka agak sedikit menyebalkan untuk diingat.
"Naira?" Sebuah panggilan yang sangat jelas terdengar ini berhasil membuat sang pemilik nama berhenti memandangi sebuah foto yang terpampang jelas memenuhi layar ponselnya.
"Iya?" Tanyanya sambil melepaskan salah satu earphone dari telinga. Sebuah lagu yang sempat naik daun di tahun 90-an berhasil menghiasi tampilan dari playlist milik gadis berprestasi itu.
"Apakah kamu sudah selesai bersiap?" Pertanyaan balik berhasil keluar dari mulut seorang mahasiswa bernama Tania yang kebetulan merupakan salah satu bagian dari panitia acara seminar ini.
"Sudah. Apa aku harus ke belakang panggung sekarang?"
"Tentu. Kamu bisa menunggu di backstage sampai MC memanggil."
Dengan penuh semangat, gadis yang masih menyandang status sebagai mahasiswa dari salah satu universitas ternama di Inggris itu pun melangkah keluar dari ruang ganti menuju ke belakang panggung. Naira sama sekali tidak merasa gugup karena memang terlampau sering baginya diundang sebagai narasumber atau tamu untuk sebuah seminar. Naira juga sudah banyak membagikan cerita pengalamannya dan mungkin itu bisa digunakan sebagai bahan motivasi bagi para mahasiswa yang saat ini masih berjuang dalam menggapai impiannya.
"Tanpa berbicara lebih banyak lagi, langsung saja saya panggilkan Naira Kayla Maharani."
Naira mulai menaiki panggung dengan senyuman percaya diri. Sorakan sambutan dari mereka yang hadir terdengar begitu jelas memenuhi telinga, apalagi ditambah dengan iringan tepuk tangan meriah. Ia sangat senang ternyata masih banyak orang yang mau datang dan mendengarkan seminarnya. Tidak mengejutkan lagi kalau melihat seluruh kursi di aula ini sudah terisi penuh dengan manusia.
Kedua mata Naira benar-benar tak bisa teralihkan dari mereka, terlebih kepada sosok wanita berumur yang hampir setiap hari berhasil dirindukan olehnya. Bunda Sarah, terlihat ikut bergabung diantara para mahasiswa itu. Meskipun jarak diantara mereka cukup jauh, Naira tetap bisa melihat dengan jelas senyum bangga yang terpancar dari wajah cantik beliau. Kalau Bunda Sarah bangga, seharusnya orang berhati malaikat juga merasakan hal yang sama.
Tanpa membuang banyak waktu hanya untuk sebuah sambutan, seminar yang menghadirkan Naira sebagai narasumber pun dimulai. Naira hanya akan berbicara dan bercerita ketika si pembawa acara yang bertugas memimpin jalannya seminar ini memberikan izin. Naira akan mengikuti arahan dari pembawa acara itu agar seminar ini bisa berjalan dengan lancar.
"Terima kasih karena kamu sudah mau menjawab cukup banyak dari saya, tapi bisakah kamu juga memberikan jawaban dari pertanyaan yang selama ini selalu berhasil membuat orang penasaran, termasuk saya?" Terdengar sopan, pembawa acara itu meminta izin terlebih dahulu sebelum mengajukan pertanyaan baru yang mungkin terkesan sensitif untuk disinggung kembali.
Sambil tersenyum ramah, Naira dengan mudah mengizinkan pembawa acara itu mempertanyakan hal yang katanya selalu berhasil membuat orang penasaran.
"Dalam setiap seminar, kamu selalu menyebut tentang orang berhati malaikat? Bolehkah kami tahu siapa dia?"
"Namanya Arsen dan dia adalah cinta pertamaku," kata Naira dengan begitu lugas.
Baru sekarang, Naira memiliki kesempatan untuk memberitahu kepada semua orang mengenai nama asli dari orang berhati malaikat yang setiap saat menjadi tokoh utama dalam kisahnya. Dia tak pernah terganti, kemanapun Naira pergi, nama Arsen akan selalu ada. Karena memang semua kenangan dan kisah di dalamnya selalu ada sosok Arsen.
"Apa dia juga ikut datang kemari? Bisakah kamu menunjukan sosoknya kepada kami?"
Permintaan dari pembawa acara itu langsung dituruti oleh Naira, namun sebelum melihatkan sosoknya, Naira akan terlebih dahulu memperkenalkan Bunda Sarah. Wujud seorang ibu yang sudah begitu baik mau melahirkan dan menghadirkan Arsen di dunia ini. Tanpa peran penting dari beliau, mungkin semua yang ada sekarang takkan pernah terjadi.
"Beliau adalah ibunya," ungkap Naira sambil menunjuk ke arah persis dimana Bunda Sarah duduk.
"Bagaimana saya harus memanggil beliau?" Tanya pembawa acara itu.
"Bunda Sarah. Dia sudah seperti ibuku sendiri."
Diperkenalkan seperti ini oleh Naira mampu membuat sosok Bunda Sarah menjadi sorotan. Banyak pasang mata sekaligus kamera yang tertuju kepadanya. Mungkin karena belum terbiasa, Bunda Sarah tampak sedikit kurang nyaman. Senyuman kaku ditunjukan oleh beliau kepada seluruh insan yang hadir pada seminar ini.
"Ibunya saja cantik, pasti putranya yang sering kamu singgung sebagai orang berhati malaikat juga terlihat tampan."
"Tentu saja. Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya."
"Bisakah kita melihat sosok orang berhati malaikat yang sering sekali kamu singgung di setiap seminar?" Tanya MC itu yang terkesan tidak sabar.
Sambil tetap mempertahankan senyumannya, Naira mengeluarkan ponselnya lalu menunjukan foto yang selalu menjadi penghias wallpaper dari layar ponselnya. Rasanya telah sangat lama, Naira tak mengganti gambar wallpaper.
"Dia Arsen," kata Naira menunjuk ke arah sosok dari lelaki yang mampu mengantarnya sampai pada posisi sekarang.
Meski ini adalah pertama kali melihat rupa dari seorang Arsen, pembawa acara yang kebetulan juga berjenis kelamin wanita itu langsung berhasil dibuat jatuh cinta pada ketampanan wajahnya. Arsen memang sangat tampan, apalagi matanya yang kalau tersenyum juga ikut membentuk bulan sabit, membuat sebuah daya tarik tersendiri.
"Jadi, hanya foto yang ditunjukan. Apa Arsen tidak datang kemari?" Rupanya pembawa acara itu sangat ingin melihat sosok Arsen secara langsung.
Semua orang yang ada disini juga ikut mendesak agar Naira menunjukan sosok Arsen secara langsung bukan sekedar dari foto wallpaper. Kalau bisa, Naira juga sangat ingin melakukannya.
"Sayangnya sekarang kami sudah LDR bahkan aku sudah tak bisa lagi menjangkaunya. Dia sudah begitu jauh," kata Naira yang entah bisa dimengerti atau tidak.
Mendengar hal seperti itu keluar dari mulut kecil Naira, seketika semua orang yang hadir memberikan sebuah tepuk tangan begitu meriah. Seakan mereka sedang memberikan semangat kepada Naira agar tak bersedih karena sosok Arsen. Apakah mereka semua sudah mengerti maksudnya?
"Baiklah, karena waktu kita hanya tersisa sedikit lagi dan semua pertanyaan yang ada sudah berhasil dijawab dengan begitu baik, saya akan mengakhiri seminar sampai disini."
"Apakah ada hal terakhir yang ingin kamu katakan kepada semua orang disini?"
"Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki hal yang rusak. Selagi ada kesempatan, lakukan yang terbaik. Semua kerja keras pasti selalu mendapatkan hasil sepadan," tukas Naira mengatakan hal penting yang selalu menjadi sebuah keyakinan bagi dirinya.
Seminar ini telah ditutup oleh si pembawa acara. Naira yang sudah melakukan tugasnya dengan baik pun melangkah turun dari panggung. Kepergian Naira ini tak luput dengan iringan sebuah tepuk tangan yang meriah dari semua orang.
Baru saja sampai di backstage, Naira langsung disambut dengan pelukan hangat dari Bunda Sarah. Naira begitu senang karena setelah sekian lama dirinya bisa merasakan pelukan dari seorang ibu lagi.
"Kamu terlihat begitu keren," puji Bunda Sarah sambil mengusap lembut bagian belakang kepala dari gadis bernama Naira itu.
"Naira kangen banget sama bunda. Maafin karena baru bisa pulang sekarang," ungkap Naira yang berasal dari hati kecilnya.
Bunda Sarah melepaskan pelukannya lalu menatap lekat-lekat wajah cantik milik Naira. Rasanya begitu menyenangkan melihat putri tersayangnya dalam keadaan sehat seperti ini. Jujur, hampir setiap waktu Bunda Sarah selalu mengkhawatirkan kesehatan Naira. Meski diantara keduanya tidak memiliki hubungan darah, Naira sangat menyayangi bunda Sarah seperti ibu kandungnya sendiri begitupula sebaliknya.
"Apa kamu sudah makan sayang?" Tanya Bunda Sarah ingin tahu.
Sambil tersenyum lebar, Naira menggeleng keras. Karena terlalu terburu-buru, Naira sama sekali belum sempat untuk mengisi perutnya. Pagi tadi pun Naira tidak menyentuh sarapannya.
"Bunda masak apa?" Tanya Naira yang yakin kalau Bunda Sarah pasti sudah menyiapkan sesuatu yang spesial untuk dirinya.
"Sayur sup Jawa dengan perkedel dan tempe goreng. Makanan kesukaan kamu," kata Bunda Sarah memberitahu menu sederhana yang sempat untuk dimasaknya sebelum datang kemari.
Naira terlihat begitu bersemangat karena mendengar tentang menu favoritnya. Kalau sudah seperti ini, ia sangat tidak sabar untuk segera pulang dan mencicipi masakan Bunda Sarah. Kalau pulang ke Indonesia, hal wajib untuk dicoba adalah masakan rumahan milik Bunda Sarah.
Karena memang setelah menghadiri seminar ini Naira sudah tak memiliki jadwal kunjungan lainnya. Maka dari itu, dia memiliki banyak waktu untuk dihabiskan berdua bersama Bunda Sarah. Mungkin bisa dibilang sebagai sebuah waktu berharga karena Naira tak dapat sering-sering berada disisi Bunda Sarah.
...•••...
Naira benar-benar tak menyangka karena akhirnya setelah sekian lama bisa kembali menginjakan kaki di rumah yang penuh dengan kenangan ini. Saat masuk ke dalam rumah ini, Naira merasa sangat tidak asing dengan suasananya. Semua masih terlihat sama tanpa ada perubahan sedikitpun. Bunda Sarah memang menjaga rumah ini dengan teramat baik.
Dengan hati-hati, Naira mulai melihat-lihat pigura foto keluarga yang ada di rumah ini. Naira menyentuh wajah seorang lelaki yang menjadi subjek foto pada salah satu bingkai itu. Sebuah senyuman terlihat begitu jelas terbentuk di wajah cantiknya. Apa yang sedang Naira pikirkan sekarang? Kenapa dia bisa tersenyum ketika memandangi lelaki yang ada pada bingkai foto itu?
"Arsen kalau tersenyum makin cakep ya, bunda," ucap Naira memuji ketampanan sosok dari cinta pertamanya.
"Gak salah, waktu masih sekolah banyak yang ngejar-ngejar dia," tambah Naira sambil menerima secangkir teh hangat dari tangan Bunda Sarah.
"Termasuk kamu tidak?" Bunda Sarah selalu saja tahu cara ampuh untuk menggoda putri kesayangannya itu.
"Iya, tapi dia sering nolak," ungkap Naira jujur.
Bunda Sarah tertawa kecil setelah mendengar keluhan yang diberikan oleh Naira.
"Awalnya memang ditolak, tapi kan ujungnya kamu yang menjadi pilihannya," ujar sang ibunda.
Masih sambil memandangi foto tampan Arsen yang ada pada bingkai itu, kerinduan kembali menyapa Naira. Jujur, selain Bunda Sarah, Naira juga sangat merindukan sosok Arsen. Naira begitu ingin bertemu dengan lelaki itu.
"Sekarang kabar Arsen gimana ya, Bunda? Apa dia baik-baik saja? Dia juga kangen sama Naira gak ya?" Runtutan pertanyaan yang dilontarkan oleh Naira ini hanya mendapatkan sebuah senyuman lebar diiringi dengan anggukan kepala singkat dari Bunda Sarah.
"Dia pasti bahagia karena orang yang disayanginya sudah terlihat begitu keren," puji Bunda Sarah lagi dan ini berhasil membuat pipi Naira merona merah.
Mereka berdua sebenarnya masih ingin terus untuk berbincang satu sama lain, tapi tidak di depan ruang tamu seperti ini. Bergegas Bunda Sarah mengajak putri tersayangnya itu untuk menuju ke arah meja makan. Di sana sudah tersedia semua hidangan rumahan yang mungkin tidak akan pernah Naira jumpai selama di Inggris.
Ketika Bunda Sarah membuka tudung saji yang ada di atas meja makan, terlihat raut wajah Naira yang begitu sumringah terpancar jelas. Gadis itu sangat tidak sabar untuk mencicipi masakan homemade langsung dari Bunda Sarah. Yakin seratus persen kalau semua hidangan yang ada di atas meja makan memiliki cita rasa fantastis. Sejak dulu, Bunda Sarah memang sudah jago dalam urusan dapur.
"Bunda tahu kalau makanan favorit mu sangat mirip dengan Arsen," kata Bunda Sarah yang berhasil membuat Naira tersenyum geli.
"Dari awal kita berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat cocok," ucap Naira tanpa ragu.
Rasa tidak sabar ini semakin memuncak. Dengan cepat, Naira pun mengambil tempat duduk di salah satu kursi yang ada pada meja makan itu. Piring sudah di depannya dan ia sangat siap untuk mengambil hidangan yang tersaji itu. Bolehkah Naira mencoba semuanya?
"Kamu mau makan dengan apa, sayang? Biar Bunda yang ambilkan," kata Bunda Sarah sembari mengisi piring kosong Naira dengan nasi putih.
"Mau sayur sup Jawa sama perkedel," pinta Naira yang langsung dituruti oleh Bunda Sarah.
"Makan dengan hati-hati dan jangan lupa untuk berdoa!" Ucap Bunda Sarah yang kemudian juga ikut mengambil tempat duduk persis di kursi depan Naira.
"Bunda minta kecap manis."
Sambil memberikan sebotol kecap manis kepada gadis itu, Bunda Sarah pun tersenyum cukup lebar. Tak disangka, meskipun waktu sudah cukup lama berlalu, cara makan favorit Naira masih tetap sama. Gadis itu selalu suka menambahkan kecap manis pada semua makanan.
"Masih suka kecap manis?"
"Kecap manis rasanya makin enak."
"Apa di Inggris juga ada kecap manis?"
"Ada, tapi harganya bikin kanker."
*Kanker : kantong kering.
"Tetap kamu beli?"
"Mau tidak mau. Bunda tahu sendiri kalau aku begitu menyukai kecap manis."
"Kasihan. Arsen ternyata diduakan oleh kecap manis," canda Bunda Sarah.
Setiap membuka pembicaraan apapun, topik pembahasannya selalu kembali kepada Arsen. Memang disini lelaki itu sangat begitu istimewa sampai bisa membekas di hati.
Akan Naira ceritakan kisah indahnya bersama sosok Arsen — lelaki berhati malaikat, yang masih setia menjadi seorang pemeran utama. Bagi Naira, meskipun banyak sosok lelaki yang mendekat, tapi hatinya akan selalu menjadi milik Arsen.
Memangnya siapa dia? Seistimewa apa dia sampai membuat Naira terlampau gagal move on seperti ini?
Akun media sosial author
Instagram : just.human___
.
.
.
Catatan kecil :
- jangan lupa untuk memberikan like, komentar dan vote. Jadikan cerita ini sebagai favorit supaya tidak ketinggalan akan kelanjutannya.
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments