"Dhek, ini uang hasil aku kerja hari ini," ucap Ayman sambil menyerahkan uang seratus ribu.
Zayna pun menerimanya, dia menatap uang itu dengan saksama. Ayman yang melihat istrinya menatap pemberiannya jadi, merasa bersalah. Pria itu berpikir jika uang yang dia beri sangat sedikit. Pasti akan kurang jika dibuat belanja.
Berbeda dengan sang suami, Zayna menatap uang pemberian Ayman sambil berpikir. Suaminya itu seorang tukang ojek, tapi bagaimana bisa pria itu memberi selembar uang seratus ribu yang masih baru. Bukankah tukang ojek biasanya uangnya puluhan ribu dan juga sudah lecek, tapi Ayman memberinya uang yang masih baru.
Zayna pun berpikir positif mungkin penumpang terakhirnya tadi yang memberi uang baru dan uang lainnya dibuat kembalian. Wanita itu tidak ingin berburuk sangka.
"Iya, Mas, terima kasih," ucap Zayna dengan tersenyum. Ayman pun ikut tersenyum sambil menggaruk kepalanya. Seharusnya tadi dia memberikan uang dua ratus ribu saja.
"Ayo, tidur! Kamu pasti capek," ajak Ayman.
"Iya, Mas." Zayna pun mengikuti sang suami merebahkan tubuhnya di atas ranjang setelah menyimpan uang tadi di dalam tas.
Seperti malam sebelumnya, mereka berbincang mengenai kegiatan hari ini. Zayna berbicara banyak hal mengenai dirinya dan pekerjaannya. Berbeda dengan Ayman yang hanya berkata sekadarnya, itu pun jika sang istri bertanya. Wanita itu sudah memancing agar sang suami mau bercerita, tetapi tetap saja pria itu bicara seadanya.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu," ucap Ayman sambil membuka galeri di ponselnya.
"Siapa mereka, Mas?" tanya Zayna saat melihat Sebuah foto keluarga, sepasang suami istri, seorang gadis dan ada Ayman di sana.
"Mereka keluargaku, orangtua dan adikku," jawab Ayman lalu menunjuk gambar satu persatu. "Ini papaku, namanya Hadi. Yang ini mama, Aisyah namanya. Kalau ini adikku, Kinan."
"Aisyah? Nama mama kamu Aisyah?"
"Iya, kenapa?"
"Namanya sama seperti almarhum mama."
"Almarhum mama? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti?" tanya Ayman sambil menyernyitkan keningnya.
"Mama Aisyah meninggal saat melahirkanku. Satu tahun kemudian papa menikah dengan Mama Savina."
Ayman menganggukkan kepalanya. Dia mengerti sekarang kenapa Savina tidak menyukai Zayna. Awalnya dia pikir mertuanya seperti itu karena sang istri adalah anak pertama, tetapi semua terjawab sekarang.
Zayna pun menceritakan semua tentang dirinya pada sang suami. Ayman mendengarkan cerita istrinya tanpa menyela. Dia membiarkan wanita itu bercerita. Padahal sebelumnya pria itu berniat menceritakan tentang keluarganya, tetapi kini malah Zayna yang bercerita.
Pagi-pagi sekali Zanita dan Fahri sudah bersiap untuk meninggalkan rumah, sudah satu minggu mereka tinggal di sana. Hari ini sudah waktunya untuk wanita itu mengikuti sang suami tinggal bersama dengan mertuanya. Dia merasa senang karena akan tinggal di rumah yang besar. Di sana banyak pembantu yang bisa disuruh-suruh.
Zanita juga bisa makan enak nanti, membayangkannya saja sudah membuat wanita itu merasa senang. Fahri sempat kesal karena barang istrinya sangat banyak. Pria itu sempat meminta Zanita membawa seperlunya saja, yang lain bisa diambil lain kali. Namun, wanita itu menolak dan tetap kekeh ingin membawa semuanya.
Fahri akhirnya membawa semua koper dengan sangat terpaksa. Dia memasukkannya ke dalam mobil dengan bantuan Ayman.
"Kamu jangan lupain Mama. Sering-sering main ke sini," ucap Savina pada putrinya.
"Iya, Ma. Tentu saja, aku nggak akan pernah lupain Mama. Aku akan sering-sering ke sini. Jangan khawatir," sahut Zanita dengan tersenyum.
"Fahri, tolong jaga anak Mama. Jangan biarkan dia bersedih. Dia sudah terbiasa hidup dimanja jadi, kamu harus banyak bersabar menghadapinya," ujar Savina pada sang menantu.
"Mama jangan khawatir, aku akan berusaha membahagiakan Zanita. Mama hanya perlu mendoakan kami agar kami bisa menghadapi semua masalah bersama-sama," sahut Fahri.
"Tentu, Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."
"Terima kasih, Ma." Zanita memeluk mamanya. Wanita itu juga merasa sedih karena harus berpisah dengan orang yang selama ini sudah sangat menyayanginya. Akan tetapi, sekarang dia seorang istri, harus ikut ke mana pun sang suami pergi.
"Sudah, jangan menangis lagi, kalian masih bisa datang ke sini, kan, jangan berlebihan!" seru Rahmat membuat Savina mendengus kesal.
"Kami pamit dulu, Pa," ucap Fahri yang kemudian berlalu dari rumah yang sudah ditinggalinnya selama satu minggu ini.
Zanita pun mengikuti sang suami. Sebelum menaiki mobil, Fahri sempat melihat ke belakang kemudian menatap Zayna. Entah kenapa ingin sekali wanita itu yang dia bawa pergi dari rumah ini bukan istrinya. Namun, pria itu sadar jika yang diharapkan sudah menjadi milik orang lain.
"Ayo, Mas!" seru Zanita yang mengetahui jika sang suami melihat ke arah kakaknya. Fahri mengangguk kemudian memasuki mobil dan meninggalkan rumah mertuanya.
"Pasti bahagia sekali Zanita sekarang. Dia akan tinggal di rumah besar dan menjadi nyonya. Tidak perlu mengerjakan ini itu. Beda sama ...." Savina tidak melanjutkan kata katanya, hanya melirik sinis ke arah putri tirinya.
Zayna yang mengetahui jika mamanya menyindir pun tidak ambil pusing. Baginya kebahagiaan bukan hanya terletak pada kekayaan. Dia sudah terbiasa hidup dengan bekerja keras dari kecil jadi tidak sulit baginya membiasakan diri.
"Safina jaga mulutmu!" tegur Rahmat.
"Kenapa? Aku mengatakan yang sejujurnya," sahut Savina yang kemudian berlalu.
Rahmat mengembuskan napas pelan. Dia tidak tahu harus berkata apa mengenai istrinya. Apa pun yang dikatakannya, seolah tidak berpengaruh untuk wanita itu.
"Aku pergi dulu, ya, Dhek!" pamit Ayman pada sang istri.
"Iya, Mas. Hati-hati." Zayna mencium punggung tangan sang suami yang dibalas dengan kecupan di keningnya.
Ayman juga berpamitan dengan mertuanya. Pria itu meninggalkan halaman rumah dengan memakai motornya. Zayna melihat kepergian sang suami hingga tidak terlihat. Rahmat juga pergi bekerja. Di rumah hanya tinggal gadis itu dan Savina.
Zayna masuk ke dalam rumah, tampak Savina sedang melipat kedua tangannya di depan dada. Wanita itu menatap sinis pada anak tirinya itu. Setiap apa pun yang dilakukan Zayna selalu salah di matanya.
"Senang, ya, kamu sudah ada yang bela, tapi jangan harap kalau aku akan berbuat baik sama kamu. Selamanya tidak akan pernah. Kamu itu cuma pembawa sial bagi keluarga ini jadi, jangan berharap sesuatu yang tidak mungkin," ucap Savina dengan sinis.
Zayna hanya diam tidak menanggapi. Baginya percuma meladeni mama tirinya. Lebih baik diam, nanti kalau capek juga berhenti sendiri, pikirnya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Livyana 171
Ya semoga anak tersayangmu itu bahgaia dgn barang rebutanya😏
2023-05-23
0
andi hastutty
hem Hem kita liat ajha yg mana jadi ratu di istana yah mama tiri hahahha
2023-05-08
0
Venti Hemayanti
trs lanjut bikin penasaran cerita selanjutnya
2023-04-10
0