"Mas, mau mandi? Biar aku siapkan airnya," ucap Zayna saat mereka memasuki kamar.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Ayman segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun, dia berhenti dan berbalik. "Dhek, handuknya mana?"
"Oh, I–iya." Zayna segera mengambil handuk yang berada di lemari dan menyerahkan ke suaminya.
'Haduh, dipanggil dhek saja sudah gemeteran. Bagaimana dengan panggilan lainnya,' batin Zayna sambil menatap pintu kamar mandi yang tertutup.
Acara telah selesai, semua tamu juga sudah pamit. Hanya tinggal bersih-bersih saja. Ayman sudah membayar orang untuk membersihkan rumah. Dia tidak ingin sang istri disalahkan keluarganya karena sampah yang dibuat oleh para tamu.
Sambil menunggu sang suami selesai mandi, Zayna keluar dari kamar dan membuatkan teh untuknya. Saat di dapur, tiba-tiba Fahri datang dan berdiri di samping wanita itu hingga membuatnya terkejut. Sejak pria itu menikah dengan adiknya, Zayna memang selalu menghindari Fahri. Dia tidak ingin ada masalah, apalagi yang berhubungan dengan adik dan mamanya.
Sebisa mungkin wanita itu menghindari pembicaraan apa pun dengan Fahri. Bukan karena rasa cintanya yang belum usai, tetapi lebih untuk menghindari fitnah dan amukan keluarganya. Zayna sangat tahu apa yang terjadi jika mereka terlihat berdua. Pasti ujungnya hanya fitnah yang dia dapat.
"Kamu lagi buat apa, Na?" tanya Fahri. Namun Zayna hanya diam tidak menjawab dengan tangan yang sibuk membuat teh.
"Na, aku bertanya, kenapa diam saja?" tanya pria itu lagi dengan meraih lengan Zayna. Namun, segera ditepis wanita itu.
"Maaf, aku pikir kamu tidak bicara denganku. Statusku di rumah ini adalah anak tertua, sebaiknya panggil aku kakak. Aku sedang membuat teh untuk suamiku, permisi." Zayna pergi dengan membawa teh buatannya ke kamar.
Fahri merasa terluka dengan jawaban yang diberikan wanita itu. Dulu wanita itu memanggilnya dengan sebutan mas, sekarang berubah menjadi kamu. Akan tetapi, dirinya kini memang bukan siapa-siapa. Melihat Zayna yang membuatkan teh untuk suaminya, membuat pria itu memikirkan nasibnya yang tidak pernah dilayani seperti itu.
Zayna memasuki kamarnya, terlihat Ayman baru saja selesai mandi dan hanya menggunakan handuk di bagian bawah tubuhnya saja. Sang istri segera membalikkan tubuh. Baru kali ini wanita itu melihat seorang pria tidak memakai baju. Meski mereka sudah sah, tetap saja dia merasa malu.
Ayman yang mengerti pun segera mencari bajunya yang masih ada di dalam koper. Dia memakai celana dan kaos santainya dengan capat agar sang istri tidak membelakanginya terlalu lama. Pria itu merutuki dirinya yang lupa membawa handuk.
"Aku sudah memakai baju," ucap Ayman yang berusaha terlihat biasa saja.
Sama halnya dengan Zayna, ini juga pertama kalinya pria itu berada dalam satu ruangan bersama dengan seorang wanita. Rasanya agak aneh, tetapi mereka harus mulai terbiasa karena setelah ini keduanya akan selalu berada dalam satu ruangan berdua.
"Ini tehnya, Mas," ucap Zayna sambil meletakkan secangkir teh di atas meja di samping ranjang. Dia segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sementara Ayman menikmati teh buatan istrinya. Pria itu senang mendapat pelayanan seperti ini. Meski sebelumnya dia juga sering dilayani saat di rumah, tetapi ini rasanya berbeda jika orang yang kita cintai yang melakukannya. Ayman menyiapkan peralatan shalat untuk dirinya dan juga sang istri. Ini pertama kalinya dia akan menjadi imam. Ada perasaan yang tidak bisa diungkapkan.
"Ada apa, Mas?" tanya Zayna saat melihat sang suami terlihat celingukan.
"Aku lagi nyari mukena kamu, kita shalat berjamaah, ya!"
"Oh, iya, itu ada di samping meja rias. Biar aku yang ambil sendiri. Kamu sebaiknya ambil air wudhu dulu."
"Iya," jawab Ayman. "Kamu sudah wudhu?"
"Sudah, Mas."
Ayman pun kembali ke kamar mandi dan mengambil air wudhu. Setelah itu dia keluar dan menjalankan shalat berjamaah bersama sang istri. Sama halnya dengan sang suami, Zayna juga merasa bahagia bisa shalat berjamaah. Biasanya wanita itu selalu melakukan kewajibannya sendiri di dalam kamar. Terkadang juga berdua bersama dengan papanya, itu pun sangat jarang terjadi. Mulai hari ini jika suaminya ada di rumah, dia akan berusaha untuk melakukan ibadah bersama.
Sementara di dapur, Fahri hanya diam dengan pandangan kosong. Hingga kedatangan istrinya pun tidak pria itu sadari. Zanita menatap sang suami dengan penuh pertanyaan. Dia curiga jika sang suami memikirkan pernikahan kakaknya tadi. Wanita itu mengakui Zayna tadi terlihat sangat cantik.
"Kamu kenapa, Mas, berdiri di dapur?" tanya Zanita.
"Tidak apa-apa tadi yang cuma mau kopi, tapi tidak ada siapa pun yang bisa aku minta di sini," ucap Fahri yang memang disengaja agar sang istri mau membuatkan untuknya, tetapi sayang, sepertinya wanita itu tidak peka.
"Sebentar, aku panggilin Kak Zayna biar buatin kopi buat kamu."
"Jangan, tidak usah. Tidak enak mengganggu pengantin baru. Aku minum air putih saja." Fahri berjalan menuju lemari pendingin dan meminum air dari botol.
Zanita hanya memandangi sang suami dengan aneh. Dia merasa Fahri seperti menyembunyikan sesuatu, tetapi wanita itu tidak tahu apa. Mungkinkah ini mengenai pembicaraan dengan mertuanya tadi?
"Oh, ya, Mas. Tadi Mama Lusi dan Papa Ma'ruf ngomongin apa? Sepertinya serius sekali saat aku lihat dari jauh."
"Tidak apa-apa, hanya mengenai pekerjaan saja," jawab Fahri berbohong.
Sebenarnya mereka tadi membicarakan mengenai pesta pernikahan Zayna yang terlihat begitu mewah. Meski bukan catering dari restoran ternama, tetapi melihat para pedagang yang dihadirkan pun juga mampu menguras dompet. Lusi penasaran, bagaimana bisa Rahmat membuat pesta sebesar itu? Padahal saat hari pernikahan dengan Zanita, pria paruh baya itu hanya sedikit mengeluarkan uang. Semuanya ditanggung oleh putranya.
Fahri berusaha menjelaskan jika mertuanya tidak mengeluarkan sedikit uang pun. Semuanya ditanggung oleh suami Zayna. Namun, tentu saja Lusi tidak percaya. Dia sudah mendengar apa pekerjaan dari calon pengantin pria itu.
"Kamu tidak perlu menutup-nutupi kejelekan mertua kamu" ucap Lusi.
"Tapi Papa Rahmat memang tidak mengeluarkan uang sepeser pun, Ma. Semua pesta ini ditanggung oleh suami Zayna. Memangnya kenapa, sih, kalau Zayna mengadakan pesta yang besar? Dia juga berhak melakukannya, toh ini semua bukan uang siapa pun. Calon suami Zayna yang melakukannya."
"Anak kecil juga nggak akan percaya. Mana mungkin suami nya yang seorang tukang ojek mampu mengadakan pesta sebesar ini!"
"Mama tidak usah menjelekkan orang lain. Siapa tahu dia juga punya tabungan, bahkan mungkin uangnya lebih banyak daripada kita. Sudah, tidak usah dibahas lagi," pungkas Ma'ruf. Dia tidak ingin ada anak buah Ayman yang mendengar percakapan mereka, bisa tamat riwayatnya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Idahas
mungkin Ayman bosnyavpak ma'ruf
2023-12-23
0
Zhilla Senja
lebih bijak pak makruf dalam hal mendidik anak.. tapi sayang memang di dunia ini tidak ada yang sama bahkan alis pun di buat berbeda
2023-06-28
1
andi hastutty
dari awal cuman pak ma'ruf yg punya otak yah hahahha
2023-05-08
0