Kata sah menggema di ruang tamu keluarga Rahmat. Rasa haru menyelimuti ruangan itu. Air mata pengantin wanita menetes begitu saja, kali ini bukan karena kesedihan, tetapi air mata kebahagiaan. Akhirnya label halal telah dia dimiliki untuk imamnya kini.
Mulai hari ini surganya ada pada sang suami. Apa pun perintah laki-laki itu akan diturutinya selama masih dalam syariat Islam. Doa kembali dibacakan oleh seorang ustaz agar pernikahan ini sakinah, mawaddah, warahmah. Semua tamu pun mengaminkannya.
Untuk pertama kalinya Zayna mencium punggung tangan laki-laki selain ayahnya. Ayman pun membalas dengan mencium kening istrinya dan membaca doa tepat di ubun-ubun wanita itu. Beberapa orang ikut meneteskan air mata karena merasa terharu dengan apa yang mereka lihat.
Berbeda dengan Savina dan kedua putrinya yang seperti tidak suka melihat acara ini. Dalam hati mereka mencibir dan ingin segera mengakhirinya.
Sementara Fahri sedari tadi terus saja memperhatikan Zayna. Dia mengakui jika mantan kekasihnya itu terlihat sangat cantik bahkan melebihi Zanita. Akan tetapi, pria itu tidak bisa berbuat apa-apa. Zayna sudah menjadi milik orang lain, tidak ada kesempatan untuknya. Apalagi mengingat bagaimana kejamnya dia saat memutuskan pernikahannya dulu.
Penyesalan memang datang terlambat dan Fahri merasakannya hari ini. Padahal pernikahannya sendiri baru berusia lima hari, tetapi dia seolah tidak merasakan nikmatnya pengantin baru. Zanita seolah menjadi pribadi lain setelah menikah. Dulu wanita itu begitu perhatian pada suaminya, tetapi kini tidak ada lagi.
"Mereka sangat cocok, terlihat pria itu sangat mencintai Zayna. Aku yakin mereka akan bahagia," ucap Ma'ruf yang memang disengaja agar didengar putranya.
Sampai saat ini Ma'ruf sangat menyayangkan pilihan Fahri, tetapi dia juga tidak mau memaksakan keinginan anak-anak muda itu. Zayna juga berhak bahagia dengan orang yang mencintainya. Sebenarnya Ma'ruf juga tahu siapa suami Zayna, tetapi bukan haknya untuk ikut campur. Pasti ada alasan dibalik semua ini, mengingat keluarga pengantin pria adalah orang baik.
"Bapak dan ibu sekalian, silakan nikmati hidangan yang sudah tersedia di depan. Maaf jika kurang berkenan, hanya seadanya," ucap Ilham—asisten Ayman—setelah acara selesai.
Semua orang pun berhamburan keluar. Terlihat ada tukang siomay, bakso, batagor, mie ayam dan penjual makanan lainnya berjajar di depan rumah. Keluarga Rahmat terkejut melihatnya. Mereka memang tidak menyiapkan apa pun karena itu juga permintaan Ayman. Zayna sendiri merasa tidak enak pada suaminya, sudah pasti menghabiskan uang banyak dengan memborong semua penjual makanan.
"Kamu mau makan apa? Biar aku ambilkan?" tanya Ayman pada istrinya.
"Tidak usah, aku bisa sendiri."
"Jangan, kamu lihat, kan. Di sana berdesakan, lebih baik aku saja."
"Tu ... ehm, biar aku saja yang ambilkan. Kalian mau apa?" Hampir saja Ilham keceplosan memanggil tuan. Untung saja dia cepat sadar.
"Iya, biar Ilham saja yang ambil. Kamu mau apa?" tanya Ayman lagi.
"Batagor saja."
"Dua batagor, Ham."
"Oke." Ilham segera menuju penjual batagor.
"Tadi itu Ilham, sahabatku," ujar Ayman yang diangguki Zayna.
"Mas, kenapa memanggil banyak penjual? Dua atau tiga, kan, cukup. Ini semua pasti mahal."
"Tidak apa-apa, aku punya tabungan yang memang sudah aku siapkan untuk hari pernikahan kita."
"Tapi tidak perlu seperti ini, Mas. Lebih baik uangnya dikirim buat orangtua kamu. Itu lebih bermanfaat."
'Seandainya kamu tahu jika mertuamu bahkan bisa membeli sepuluh restoran. Mama, kamu harusnya mendengar apa yang menantumu katakan, pasti kamu merasa terharu. Maafkan aku yang belum bisa mengatakan yang sejujurnya, Na. Tunggulah satu bulan lagi,' batin Ayman.
"Silakan dinikmati," ucap Ilham yang baru datang dengan membawa satu piring batagor dan satu gelas minuman.
"Kenapa cuma satu? Aku tadi minta dua!" tanya Ayman.
"Di sana antri jadi, aku cuma dapat satu. Suap-suapan lebih romantis, kan. Nanti kalau sudah tidak antri aku ambilin lagi," jawab Ilham.
Ayman pun melototkan matanya. Dia tahu jika asistennya ini memang sengaja mengambil satu piring. Sejujurnya pria itu juga senang jika bisa makan satu piring, tetapi Zayna pasti merasa tidak nyaman. Ayman sangat tahu pribadi istrinya yang pemalu.
"Itu buat Mas saja, aku juga belum lapar," sela Zayna.
"Tidak, itu buat kamu saja. Tadi memang ambil buat kamu."
"Sudahlah, kalian ini sudah sah. Apa salahnya makan sepiring berdua. Ini juga mengajarkan agar nanti kalian bisa hidup susah berdua." Ilham menatap pasangan pengantin itu bergantian. Kapan lagi dia bisa seenaknya pada atasannya ini.
Ayman dan Zayna pun terpaksa makan dalam satu piring. Meski tengah gugup, tapi keduanya berusaha untuk tetap tenang. Sementara Ilham tersenyum dari kejauhan.
"Senang, ya, bisa ngerjain atasan!" seru Doni dari belakang Ilham.
"Eh, Pak Doni, kapan lagi melihat dia tidak berdaya seperti itu."
"Siap-siap saja besok dapat amukan."
"Tidak akan, Pak. Justru dia akan sangat berterima kasih sudah membuatnya semakin dekat dengan istrinya."
Doni berpikir sejenak kemudian mengangguk.
*****
Sementara di sebuah rumah besar, seorang wanita paruh baya mendapat sebuah video pernikahan putranya. Matanya berkaca-kaca melihat semua prosesi ijab Kabul. Dia tidak menyangka jika anak yang dulu berada dalam gendongannya kini sudah menjadi imam untuk seorang wanita.
"Mama, kenapa?" tanya Hadi.
"Anak kita terlihat sangat tampan, Pa," jawab Aisyah dengan masih menatap video di ponselnya.
"Lalu bagaimana dengan menantu kita?"
"Cantik."
"Hanya itu?"
"Apalagi? Mama, kan, nggak tahu yang lainnya."
"Mama pasti sudah melihat saat dia bicara dengan Ayman agar tidak menghamburkan uang, lebih baik dikirim ke Mama, kan?"
"Bukan ke Mama saja, tapi ke Papa juga."
"Berarti, Mama dengar, kan?"
Aisyah hanya diam, tidak menimpali ucapan suaminya. Sebenarnya dia sedikit tersentuh dengan ucapan Zayna, tetapi egonya lebih tinggi. Wanita itu mencoba menampik kebaikan hati menantunya.
Hadi yang melihat istrinya diam pun tidak lagi bertanya. Dia sendiri sudah mulai luluh setelah melihat jati diri menantunya dari berkas yang dibawakan anak buahnya. Putranya memang tidak salah pilih dan dia sebagai ayah sangat bangga karenanya.
"Ngomong-ngomong, Papa jadi pengen makan bakso lihat penjualnya di situ," ucap Hadi sambil memperhatikan video yang istrinya putar.
"Papa, ada-ada saja. Orang lagi serius malah ngomongin makanan."
"Papa juga lagi serius, Ma."
"Serah, ah."
Hadi tersenyum melihat istrinya cemberut. Sebenarnya dia hanya ingin mengalihkan perhatian istrinya sejenak. Akan tetapi, Aisyah sepertinya masih sangat antusias dengan video pernikahan putranya. Sebagai orang tua, ada keinginan di hatinya untuk hadir menyaksikan pernikahan putranya. Namun, ego kembali yang menguasai diri dan akhirnya hanya bisa melihat dari kejauhan.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
andi hastutty
mamanya mereka sama namanya yah Thor ?
2023-05-08
0
Meta Lia
beruntung lah kamu zayna,,,dapat suami baik,,,tanggung jawab,,ganteng dan kaya pula. ganteng dan kaya itu nilai tambahan,,yg terpenting adalah baik dan tanggung jawab,,,kalau orang nya baik dan tanggung jwb ya insya Allah semua nya akan di beri kelancaran
2023-03-03
0
💞Erra Tarmizi💞
ikutan mewek, terbawa suasana
2023-02-22
0