Kekasih Bayaran Bagian 5
Oleh Sept
Melihat adiknya tenggelam dan kini pingsan, Arjuna reflek langsung beranjak dan lari meninggalkan kursinya. Diikuti sang sekretaris, Olivia. Semua terlihat panik, tapi Tim khusus langsung melakukan pertolongan pertama.
Hal-hal semacam ini sudah diperhitungkan, jadi bila ada accident atau kendala kecil, makan Tim khusus pun sudah siap.
"Uhuk ... Uhuk!"
Kavi terbatuk saat perut bagian atasnya dipompa. Beruntung Winda tadi bergegas menarik tubuhnya ke permukaan. Karena tadi setelah meraih bola di dasar kolam, tiba-tiba kaki Kavi terasa keram mendadak, alhasil ia tidak bisa balik ke permukaan.
"Apa kau baik-baik saja?" Fenita langsung menyibak semua orang. Ia jongkok di samping Kavi yang masih berbaring. Pria itu kemudian duduk, lalu mengangguk.
"It's okay," kata Kavi agar semua tidak panik. Apalagi saat ditatapnya wajah sang kakak yang terlihat tegang dan khawatir. Kavi hanya mengangguk menatap Arjuna.
"Istirahatlah!"
Tangan Arjuna menepuk pundak Kavi, kemudian meminta Kavi untuk istirahat di kamarnya.
"Tidak ... saya tidak apa-apa, Pak. Saya masih kuat." Kavi menolak disuruh istirahat di dalam kamarnya.
"Ini perintah!" ujar Arjuna tegas. Dan Kavi hanya bisa menunduk pasrah. Mau protes juga percuma. Kakak laki-lakinya itu pria yang tegas, dingin dan sangat pemaksa.
"Ayo! Aku antar ke kamarmu!" Fenita bersiap berdiri, ia siap mengajukan diri.
Di sisi lain, Winda menatap miris.
'Astaga ... kalian memang romatis!' julid Winda dalam hati melihat sikap Fenita yang perhatian pada pria yang baru saja ia tolong. Tapi lupa mengatakan terima kasih. Winda pun berbalik, menjauh dari kerumunan.
Setelah kejadian tidak terduga itu, outbound kembali dilanjutkan. Semua masih seru, tapi tidak seseru sebelumnya. Hingga waktunya istirahat karena mereka juga butuh makan dan membersihkan diri.
***
Kamar Winda
Winda menatap kamarnya masih kosong, seperti bu Fenita masih di kamar Kavi. Wanita muda itu pun mandi dan ganti baju, kemudian kembali berhabung bersama yang lain untuk mengisi perut.
Sore itu Winda dimanjakan dengan banyak makanan manis, ia pun jadi sangsi. Jangan-jangan pulang dari puncak gula sarahya naik. Karena makanan di villa sangat beragam manisnya. Aneka kue yang disediakan sangat mengugah selera, membuat Winda tidak tahan untuk memakannya.
Setelah habis beberapa kue, Winda kemudian menikmati sore dengan meminum teh madunya. Ia duduk bersama rekan yang lain sembari menikmati pemandangan yang asri.
Tiba-tiba ia teringat orang rumah. Winda pun menelpon menanyakan kabar sang ibu.
"Hallo ... bu Susi?" sapa Winda di telpon.
"Iya, Mbak Winda."
"Ibu bagaimana?"
Terdengar bu Susi malah tersenyum. "Ada, sedang main sama cucu Ibu. Kamu jangan khawatir. Ibu Rissa baik-baik saja."
Winda bisa bernapas lega, ia kemudian mengucapkan banyak terima kasih pada bu Susi yang super baik tersebut.
"Makasih banyak, Bu Susi."
"Hemm ... iya. Sama-sama."
Tut Tut Tut
Akhirnya telpon pun diputus. Lega, ibunya baik-baik saja, Winda pun bisa menikmati sore indah dengan sempurna.
Krekk ...
Wanita muda dengan rambut panjang tergerai setengah basah itu menoleh ketika seseorang menarik kursi dan duduk di sebelahnya.
"Anak-anak bilang, kamu tadi yang nolong aku?" tanya sosok tersebut. Pria tampan, tinggi, putih, rahang tegas, mata tajam dan ganteng.
"Oh ... itu. Hemm," jawab Winda sekenanya. Sebab dia sudah negative thinking pada Kavi sejak awal. Jadi Winda kurang suka dengan pria seperti Kavi.
"Thanks!"
"Hemm."
"Kapan-kapan ku traktir," janji Kavi.
"Terima kasih," ucap Winda ramah dan mengambil gelas di meja. Ia kemudian beranjak meninggalkan Kavi. Karena di belakang pria itu, Fenita sudah berjalan mengarah padanya.
Seperti tahu diri, Winda pun meninggalkan Kavi. Winda mengira Kavi dan Fenita menjalin hubungan khusus.
"Kenapa keluar?" tanya Fenita dan langsung duduk di bangku yang semula Winda duduki.
Kavi hanya melempar senyum, kemudian ikut beranjak. Ia permisi karena mau ke kamar kecil. Padahal modus, cuma mau ningalin Fenita. Kavi sangat manis saat merayu Fenita saat mengajukan banyak laporan. Begitu tidak ada hal penting lagi, ia akan menghindar dengan halus. Dasar pria licikk.
"Lah? Mereka malah pergi?" gumam Fenita yang tidak sadar kalau sedang dihindari.
***
Saat akan mencari Winda, Kavi clingak clinguk melihat sekitar. Ia belum selesai bicara keburu Fenita datang.
"Cepet banget ilangnya tuh orang?" gumam Kavi lirih.
Tanpa sengaja ia malah melihat sesuatu yang cukup membuatnya mundur untuk bersembunyi di balik pilar besar di sampingnya.
"Apa yang mereka lakukan?"
"Apa selama ini mereka menjalin hubungan khusus?"
"Mama sama papa bisa heboh!"
Kavi terus saja bicara sendiri, kemudian mengintip kembali.
Dilihatnya Olive memeluk tubuh seorang pria dari belakang, dan pria itu adalah sang kakak, Arjuna Trinadaru Mahindra.
Samar-samar Kavi bisa mendengar suara Olive yang sedikit serak.
"Oke ... aku yang salah. Kesalahan itu ... sepenuhnya aku yang ceroboh."
"Olive! Lepaskan tanganmu," pinta Arjuna, terdengar pelan tapi sangat tegas.
Olive menarik tangannya, ia kemudian terduduk dan mengusap pipinya yang basah.
"Saya akan bekerja professional seperti sebelumnya." Wanita berpakaian rapi dan modis itu kemudian kembali berdiri dan bersikap normal.
Tapi setelah Arjuna pergi dan meninggalkan sekretarisnya itu, Olive kembali mengeluarkan sisi aslinya. Ia menepi di balik tiang yang ada di dekatnya. Terisak seorang diri, meratapi kecerobohan mereka. Dan dia harus menahan semuanya sendiri.
Dari tempatnya bersembunyi, Kavi mengumpat sang kakak. Kenapa membuat wanita baik seperti Olive menangis dalam seperti itu. Jelas lukanya tidak biasa.
Karena kenal baik dengan om Jonathan dan tante Li. Kavi pun mendekati Olive. Tapi, dari arah kanan, ia melihat Winda yang berjalan bersama karyawan lain. Kavi menoleh, menatap Winda dan Olive bergantian.
'Mereka sudah dewasa, pasti bisa mengatasi masalah mereka sendiri,' pikir Kavi kemudian menyusul Winda.
"Win! Winda tunggu!"
Seketika Winda menoleh dan langsung berjalan cepat.
"Astaga ... dia lagi dia lagi!" gerutu Winda kesal.
sedangkan Olive, masih di tempatnya. Setelah puas menangis, ia pun berniat menenangkan diri barang sejenak.
Tanpa memberi tahu siapa-siapa, Olive meninggalkan villa. Ia berjalan meninggalkan Villa dengan jalan kaki, orang yang tidak tahu mengira Olive sedang menikmati pemandangan. Padahal Olive sedang kalut.
Wanita itu terus saja berjalan ke manapun kakinya melangkah. Hingga tanpa sadar, perutnya terasa keram. Ia meringis menahan sakit, dan dia kembali menangis ketika melihat darah keluar dari bawah tubuhnya.
BERSAMBUNG
IG Sept_September2020
Fb Sept September
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Memyr 67
olive keguguran?
2024-10-09
0
komalia komalia
waah hamil olive nya anak arjuna kah
2024-02-02
0
Tri Sulistyowati
hamil
2023-07-10
1