Kekasih Bayaran Bagian 3
Oleh Sept
Tap tap tap, derap langkahnya terdengar sangat cepat. Winda seperti sedang diburu waktu, meskipun ada masalah dengan sepatunya. Ia seolah tidak peduli, ia harus bergegas karena pasti bosnya akan marah jika dia tidak on time. Dan setelah tiba di depan ruangan bu Fenita, ia menarik napas dalam-dalam. Mengatur napas sebentar agar normal sebelum menyentuh knop pintu lalu membukanya secara perlahan.
"Kau terlambat tiga menit!" celetuk Fenita dengan muka dingin ketika Winda muncul dari balik pintu warna coklat tersebut. Seketika Winda merasa tidak enak.
"Maaf, Bu. Ini karena ... emmm." Winda memejamkan mata, mengerutkan dahi. Pasti ia akan kena amuk bosnya lagi.
"Kamu memang pintar lari dari tanggung jawab!" cetus Fenita kasar. Ia sedang menyindir Winda, sekretarisnya yang suka sekali membuat tensinya naik turun.
Tidak mau dituduh yang bukan-bukan, ingin membela diri juga, Winda kemudian melepaskan alas kakinya. Ia menjinjing heel sepatunya yang kembali copot. Sedangkan Fenita, ia pun menelan ludah. Mukanya masam tapi juga menatap miris.
"Gajimu banyak! Bahkan aku selalu memberikan bonus! Kau harus bisa menghargai dirimu sendiri!" ujar Fenita yang kesal dengan kemiskinan yang ditunjukkan oleh anak buahnya itu. Wanita tersebut kemudian mengeluarkan dompet.
Bukkk ...
Ia meletakkan uang di atas meja. "Beli sepatu merek bagus! Jangan membuat bosmu malu!"
Winda langsung sumringah. Kerja pada Fenita memang harus siap makan hati setiap saat, tapi wanita itu selalu loyal. Tidak hitung-hitungan dalam memberikan bonus.
"Makasih, Bu." Winda mengucapkan terima kasih sembari membungkuk sedikit.
"Sudah-sudah! Dan ... Minggu depan ada acara kantor. Saya mau kamu siapkan semuanya. Dan kali ini harus ikut. Saya tidak mau harus mengurus keperluan saya sendiri. Saya sudah bayar mahal."
Winda yang tadi merasa lega, kembali tegang dan gelisah. Pasalnya ia tidak bisa meninggalkan ibunya sendirian di rumah lama-lama. Makanya ia selalu menghindar dari acara-acara perusahaan yang biasanya harus menginap tersebut.
"Tapi, Bu ..."
Baru juga mau membantah, sorot mata tajam itu langsung mengarah padanya. Membuat Winda harus pasrah.
"Tahun lalu kamu sudah absen di acara tahunan seperti ini. Kalau kamu absen lagi, saya pastikan bonus kamu dipotong." Fenita malah mengancam dengan keras.
Waduh! Winda butuh uang banyak, kalau bonusnya dipotong, lalu dia sendiri yang akan kerepotan. Akhirnya ia pun mengangguk setuju.
"Baik, Bu."
***
Malam harinya.
Rumah kontrakan Winda. Wanita muda itu sedang menyiapkan makan malam yang tadi ia beli saat perjalanan pulang. Sebenarnya ibunya sudah masak, hanya saja Winda ingin makan makanan yang lain. Ia juga ingin memanjakan ibunya dengan makanan enak.
"Makan yang banyak, Bu." Winda memberikan potongan ayam bakar ke atas piring ibunya.
Ibu Rissa makan seperti biasanya, dan sepertinya ia lupa kejadian tadi pagi. Rissa terlihat normal dan sesekali tersenyum menatap Winda.
Winda pun membalas dengan senyum, sambil berbicara pada hati kecilnya.
'Ibuku tidak gila ...'
Bibir Winda tersenyum tapi sepertinya hati wanita itu menjerit. Takdir apa ini, mengapa ibunya yang terlihat baik-baik saja sebenarnya tidak demikian. Ibunya bisa meledak kapan saja, bisa menghancurkan apa saya yang ada di depannya.
'Mana mungkin aku memasukkan ibuku sendiri ke rumah sakit? Kalian tidak tahu ... hanya dia satu-satunya yang aku punya.'
Winda terus saja melamun, hinga matanya terasa perih.
"Win! Kamu kenapa?"
"Nggak, Bu. Ayo makan. Ibu mau nambah?" tanya Winda lembut pada ibunya.
"Sudah kenyang."
Winda pun mengangguk, tidak memaksa. Sebab ibunya ini tidak bisa dipaksa. Harus hati-hati sekali berkomunikasi dengan ibunya yang sekarang ini.
"Oh ya, Win ... masa tadi ibu lihat ayahmu."
Winda langsung menelan ludah, hampir saja ia tersedak.
"Di mana? Wong ayah lagi di Medan, kok!' jawab Winda agar ibunya tidak tanya-tanya pria itu lagi. Kadang ibunya Winda lupa, kalau keduanya sudah bercerai. Seperti malam ini.
"Oh ya. Ibu lupa. Ayahmu kan ada proyek di sana. Doain ya, Win. Kata ayahmu, Kita akan pindah ke rumah yang besar ... ada tamannya ... ada mobilnya juga."
Winda seketika memalingkan muka, ia merasa sesak mendadak. Hingga sampai akhirnya bulir bening itu tumpah juga.
"Iya. Winda pasti doain, Bu." Suaranya serak, menahan tangis.
Sedangkan ibu Rissa, wajahnya sumringah. Kemudian bangkit dan membereskan meja makan.
"Biar Winda aja, Bu. Ibu istirahat atau nonton TV."
"Nggak, ibu capek istirahat terus."
Akhirnya Winda mengalah, ia pun membantu ibunya membereskan makan malam mereka berdua.
***
Satu minggu kemudian
Winda sudah berkemas, dengan sebuah tas besar. Ia kemudian membuka laci. Memeriksa buku tabungan. Minggu kemarin harus keluar uang ektra untuk ganti rugi kerusakan rumah bu RT. Ternyata mahal juga, ia pun menghela napas panjang. Lalu memasukkan buku tabungan itu ke dalam laci lagi.
"Ibu ... Winda ke luar kota ya ... untuk kerja. Ibu baik-baik di rumah sama bu Susi."
Winda merasa berat meninggalkan ibunya, tapi ia juga tidak bisa lagi absen. Karena selalu tidak pernah turut serta dalam acara kantor.
Kali ini Winda meminta bu Susi tidur di rumahnya. Ia memohon sekali, untung bu Susi ini benar-benar baik. Dan ibu juga nyaman dengan wanita yang punya cucu balita tersebut. Meskipun sudah punya cucu, bu Susi masih terlihat kuat dan vit. Mungkin karena orangnya ramah, murah senyum, jadi awet muda.
"Bu Susi ... nitip ibu ya."
"Tenang saja, Mbak. Tuh kelihatan seneng main sama cucuku. Gak usah khawatir."
Winda mengangguk.
"Oh ya, usahkan ibu jangan keluar rumah jauh-jauh ya, Bu Susi."
"Baik."
"Terima kasih."
Bu Susi mengangguk kemudian menutup pintu saat Winda meninggalkan rumahnya. Winda menoleh sebentar, rasanya tidak tega meninggalkan ibunya untuk menginap.
Drett ... drett ...
Winda langsung membuka ponselnya.
"Iya, Bu. Saya sedang di jalan."
Wanita itu buru-buru menghentikan taksi. Apes bagi Winda, ia malah kejebak macet.
"Pak! Bisa tidak cari jalan tikus?"
"Maaf, Non. Ini Kita di tengah-tengah. Itu truck, di sebelah mobil tangki. Mana bisa?"
Winda pun hanya bisa pasrah. Apalagi bu Fenita kembali menelpon.
"Kamu di mana? Rombongan bus mau berangkat."
"Saya masih di jalan, Bu. Kejebak macet."
"Haduh! Kan sudah saya bilang, berangkat pagi. Sudah tahu Jakarta macet!" ketus Fenita.
"Maaf, Bu."
"Saya tunggu 15 menit! Kalau kamu belum tiba ... saya gak mau tahu. Pokoknya kamu harus susul ke tempat acara."
Tut Tut Tut
Ponsel terputus.
***
30 menit kemudian.
Winda baru turun dari taksi dan berlari menuju halaman perusahaan. Ia ngos-ngosan, percuma ia lari-lari. Bis rombongan sudah pergi beberapa menit yang lalu. Ia mendesis, kemudian duduk dengan pasrah.
Sesaat kemudian, sebuah mobil berhenti di samping Winda.
"Apa kamu karyawan yang ketinggalan rombongan?" tanya Kavi sambil membuka kaca mobil tengah. Ia duduk di tengah bersama karyawan yang lain.
Sedangkan Winda, ditanya bukannya menjawab. Wajahnya sinis saat melihat siapa yang muncul dari dalam mobil.
'Pegawai mesummm!' batin Winda yang ingat saat Kavi berduaan dengan Fenita tempo hari.
"Hei!! Mau naik tidak? Kami juga menuju ke sana," seru Gilang yang duduk di balik kemudi.
KLEK
Kavi langsung membuka pintu dan turun. Ia kemudian mengambil tas Winda lalu memasukkan ke dalam bagasi mobil besar yang mereka tumpangi.
"Eh!" Winda mau protes. Masalahnya di dalam mobil itu isinya ternyata karyawan pria semua. Total ada 5 orang.
"Udah. Nanti keburu macet dan hujan!" cetus Kavi sambil memaksa Winda masuk.
Sebenarnya ini kesempatan bagus, akhirnya Winda pun duduk dengan tenang di sisi Kavi. Sepanjang jalan pria-pria itu malah menyanyi tidak jelas. Karena lelah, Winda malah tertidur.
'Astaga ... baru satu jam kenapa dia bisa tidur?' batin Kavi menatap Winda yang menutupi wajahnya dengan topi.
Harusnya perjalan cuma 2 sampai 3 jam, tapi karena weekend, perjalanan molor menjadi 4 jam.
***
Puncak
Rombongan bus sampai lebih dulu, kemudian disusul oleh rombongan Kavi yang terbatas itu.
"Terima kasih!" Winda mengucapkan terima kasih pada Gilang karena sudah mau memberikan tumpangan.
Ia kemudian mengambil tasnya dan langsung pergi menemui rombongannya sendiri.
"Dia tidak berterima kasih padaku?" gumam Kavi yang merasa Winda menjaga jarak sekali padanya.
Ia pun mendesis kesal, "Apa gara-gara gue karyawan biasa? Dasar matre!"
Kavi mengumpat sendiri, marah-marah tidak jelas. Padahal Winda menghindar dari pria tersebut karena tidak mau terlibat, Kavi kan ada scandal dengan Fenita, bos Winda.
"Nah ... kamu akhirnya ikut juga!" celetuk Fenita, ia kemudian memberikan tasnya untuk dibawa Winda.
Mereka semua kemudian menerima pembagian kamar dari kepala Tim. Kebetulan Fenita minta satu kamar dengan Winda sekretarisnya.
Sambil menuju kamar di salah satu villa terbaik di kawasan puncak, Fenita memainkan ponselnya. Membiarkan Winda membawa dua tas dengan susah payah.
KLEK
Akhirnya mereka tiba di kamar, cukup luas dan bersih.
"Taruh situ ya, saya mau keluar dulu."
"Baik, Bu."
Winda akhirnya hanya di kamar seorang diri. Sampai akhirnya beberapa karyawan menghampiri dirinya untuk bergabung.
****
Beberapa waktu kemudian
Semuanya masih istirahat sebentar, sebelum acara outbound dimulai. Winda terlihat berdiri sendirian. Padahal teman-temannya sedang mengerombol. Wanita muda itu malah fokus menatap panorama alam yang memanjakan mata.
"Lihat apa, Bro?" tanya Gilang penasaran dengan tatapan Kavi.
Kavi langsung berbalik, kemudian menggandeng temannya pergi.
"Bukan apa-apa!"
Di lantai lima, dari atas balkon. sepasang mata juga tertuju pada sosok gadis yang sedang menikmati indahnya alam puncak yang segar dan hijau tersebut.
"Tuan, acaranya akan segera dimulai."
Arjuna menoleh, ia mengangguk pada Olive. Kemudian memakai jaket yang sudah di siapkan oleh sekretarisnya itu. Udara di sana sangat dingin, menjelang siang, kabut mulai turun.
Saat Arjuna beranjak, Olive malah melihat ke bawah. Dia penasaran, apa yang membuat bosnya tertegun cukup lama.
"Dia lagi?" gumam Olive sendu.
BERSAMBUNG
IG Sept_September2020
FB Sept September
Terima kasih bestie.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Andriyati
is sok arogan padahal yg bayar gaji nya kan kantor, bukan kamu,, sok berkuasa sekali anda bu
2025-01-15
0
Fitray Uni
suka
2024-01-15
0
Caramel Latte
Tapi kan ben ibuke mari Win,
2023-09-26
0