Kekasih Bayaran Bagian 2
Oleh Sept
"Hanya sebentar, Bu. Dan masalah tadi ... maaf, saya akan mengunci mulut saya rapat-rapat."
Fenita langsung murka, ia merasa Winda sedang mengancam dirinya secara halus.
"Kau mengancamku, Winda?" tanya Fenita dengan bola mata yang menatapnya tajam.
"Tidak ... tidak mungkin. Mana berani saya mengancam Ibu Feny. Sekali lagi, saya mohon ijin. Ini sangat serius. Ibu saya masuk rumah sakit," ucap Winda bohong.
Fenita menghela napas kesal, kemudian mengibas sebelah tangannya.
"Pergilah! Sebelum jam 3 kau harus kembali!"
"Baik ... baik, Bu. Terima kasih."
Winda sedikit menundukkan wajah, kemudian bergegas keluar dan mencari lift. Saat dia sudah di dalam lift, seseorang ikut masuk ke dalam bersamanya.
Winda yang sedang buru-buru, hampir tidak memperhatikan pria yang masuk bersamanya. Ia hanya melangkah mundur, memberikan ruang kosong untuk penumpang lift yang baru masuk. Ini adalah jam makan siang, maka dari itu beberapa karyawan ada yang memilih makan di luar.
Sesaat kemudian, lift pun berhenti di lantai dasar. Begitu benda itu terbuka, Winda bergegas keluar. Tidak menyadari siapa orang yang sejak tadi bersamanya. Mungkin terlalu buru-buru, sampai Winda tidak menyadari ID card miliknya jatuh.
Pria yang bersamanya, mengulurkan tangan dan memungut benda tersebut.
"Winda?" senyum tipis mengembang di wajahnya yang tampan.
"Namamu Winda rupanya? Terima kasih untuk hari ini!" gumam Kavi kemudian mengengam ID card milik Winda lalu memasukkan benda tipis itu ke dalam saku bajunya.
***
Di luar perusahaan, Winda bergegas naik taksi dan menuju rumahnya. Bukan rumah pribadinya, hanya rumah kontrakan yang cukup layak untuk ia tinggali bersama ibunya. Sepanjang jalan, ia terus saja memijit pelipisnya. Terlihat sekali kalau gadis itu banyak pikiran.
Rumah kontrakan
Tap tap tap
Winda dengan sepatu hak yang tinggi berjalan sambil setengah berlari masuk ke dalam rumah. Ia pindai seluruh ruang di rumahnya. Semua terlihat kacau, banyak benda-benda berserakan tidak pada tempatnya.
"Syukurlah Mbak Winda sudah datang, ibu Mbak Winda sudah tenang di dalam kamar. Tadi sudah diberikan obat penenang."
"Terima kasih, Mbak Maria. Maaf merepotkan terus."
"Tidak apa-apa, kalau begitu saya permisi."
Winda mengangguk, dan selepas tetangganya pergi. Winda mulai merapikan ruang tamunya yang semrawut tersebut. Ia menghela napas berat, kemudian mengambil keranjang sampah. Untuk membuang benda-benda yang sudah ibunya rusak.
Bahkan poto dirinya dan sang ibu pun pecah di atas lantai. Winda memungut potret bahagia dirinya di masa lalu, beberapa tahun silam, ketika ibunya masih sangat normal. Ketika sang ayah tidak pergi meninggalkan mereka hanya karena gila wanita. Tiba-tiba ada sesuatu yang sesak menyeruak dan membuat matanya perih.
Winda kemudian menatap jam di dinding, dia tidak bisa lama-lama. Ia pun memeriksa ibunya yang masih tidak sadarkan diri karena obat. Melihat rumahnya yang kacau, ibunya yang sakit, membuat Winda merasa beban di pundaknya terasa amat sangat berat.
Tidak mungkin hanya diam dan meratap, Winda kembali merapikan rumahnya. Dan sesaat kemudian, bu RT datang bersama anak laki-lakinya yang seusia dengan Winda.
"Bagus kamu ada di rumah!" ujar bu Risty yang merupakan korban ibunya Winda tadi pagi.
Wanita itu kemudian memperlihatkan tangannya yang dicakar oleh Rissa, ibunya Winda.
"Ini baru luka fisik! Belum lagi kerugian material yang saya alami," cetus Risty yang sepertinya minta ganti rugi.
"Maaf, Bu. Sepertinya harus ada yang dibicarakan dulu. Seperti biasanya, ibu saya tidak akan melakukan sesuatu yang extrem kalau tidak ada yang memicunya."
Winda mencoba membela ibunya. Karena setahu Winda, ibunya tidak akan menyerang brutal kalau tidak dipicu apapun.
"Lah? Jadi kamu menyalahkan saya? Ibu kamu yang gila, harusnya dirawat di rumah sakit jiwa! Kenapa malah menyalahkan orang yang jelas-jelas jadi korban? Saya tidak terima! Lihat kerusakan di dalam rumah saya! Ibumu sudah melempar batu ke mobil baru saya. Tidak hanya itu, dia bahkan merangsek masuk dan memukul perabot lain," ucap Risty mengebu-ngebu, menyalahkan ibu dari Winda.
Mendengar semua ocehan dan makian itu, Winda hanya mengepalkan tangan. Apalagi wanita yang datang marah-marah itu hampir tidak ada bedanya dengan sang ibu, sama-sama tidak bisa kontrol emosi.
"Baik ... baik! Saya akan ganti semua kerugian Ibu."
"Nah begitu, dong! Dan tolong lain kali harus ada yang mengawasi ibumu itu. Dari luar memang terlihat normal. Tapi itu dulu, sekarang ibumu sudah tidak waras," ujar Risty tanpa perasaan.
"Cukup, Ma," sela putranya yang tidak enak karena melihat wajah tidak nyaman Winda ketika ibunya terus saja bicara.
"Biarkan Mama bicara jujur dan terus terang. Karena ibu Rissa sudah meresahkan. Ini sudah tidak bisa dibiarkan."
Winda semakin tertunduk lesu, memang benar apa kata wanita di depannya. Tapi tidak mungkin baginya mengantar ibunya sendiri ke rumah sakit jiwa. Itu saran yang sangat kejam yang pernah ia dengar.
"Jika tidak ada yang ingin disampaikan, silahkan ibu meninggalkan rumah ini. Dan ini nomor ponsel saya. Silahkan kirim berapa jumlah kerugian Ibu."
Winda yang tidak mau mendengar makian atau tangapan miring tentang ibunya lagi, yang membuat hatinya sakit, memilih mengusir tamunya dengan halus. Sembari memberikan kartu nama miliknya.
"Saya tunggu itikad baiknya!" Rusty menyambar kartu nama yang diberikan Winda. Kemudian pergi bersama putranya.
Setelah semua pergi, Winda menghela napas dalam-dalam. Ia kemudian bersandar di sofa. Memejamkan mata menahan beban yang semakin lama semakin berat.
Sesaat kemudian, Winda menghubungi bu Susi. Orang yang selalu ia mintai tolong untuk menjaga ibunya jika ibunya sedang kambuh. Beruntung baginya, sesaat kemudian Susi yang baik hati itu datang bersama sang cucu.
"Ibu masih tidur. Nanti tolong obatnya seperti biasa ya, Bu. Saya harus kembali ke kantor."
Bu Susi hanya mengangguk, kemudian menurunkan cucunya dari gendongan. Anak itu sepertinya sudah biasa di sana. Karena sama sekali tidak rewel.
"Ada banyak snack untuk cucu Bu Susi. Maaf ya, Bu. Selalu merepotkan," ucap Winda yang merasa tidak enak.
"Gak usah khawatir, sudah ... kamu kembali bekerja. Ibumu biasanya kalau habis bangun tidur melihat cucu saya biasanya langsung senang. Kamu tidak usah khawatir, ibumu orang baik."
Mata Winda terasa perih. Rasanya hanya ibu Susi yang mengingat kebaikan ibunya. Sepertinya hanya wanita itu yang tidak menganggap ibunya memiliki gangguan mental akibat depresi paska perceraian.
"Makasih, Bu. Saya permisi."
Bu Susi mengangguk dan Winda pun bergegas menghampiri taksi yang sudah ia pesan online sebelumnya.
Di dalam taski. Begitu Winda menutup pintu, ia meminta pak sopir untuk melaju dengan cepat.
"Pak, saya sedang buru-buru. Biar nggak macet, Kita lewat jalan tikus, ya?"
"Baik, Mbak."
Kendaraan itu akhirnya masuk jalan besar dan setelah memiliki cela, berbelok ke jalan alternative yang akan menghemat waktu. Dan sepanjang jalan, Winda menatap jam di pergelangan tangannya yang kurus. Masih ada waktu sebelum jam tiga. Setidaknya ia tidak akan menerima kemarahan bu Fenita jika telat.
***
Global Tourshine Groups
"Terima kasih," Winda memberikan uang sesuai argo yang tertera. Ia kemudian bergegas.
Tidak hati-hati sampai heel sepatu miliknya patah.
"Ish!"
Winda mendesis kesal. Kemudian mengetok sepatunya agar heelnya kembali bersatu. Ia tersenyum lebar di balik masker, kemudian merasa bangga atas apa yang ia lakukan saat itu. Tanpa ia sadari, seorang pria menatapnya dengan senyum tipis.
"Tuan muda, Kita sudah ditunggu," ucap Olive sambil menenteng tas hitam mahal.
"Hemm!" Pria itu mengangguk pelan kemudian berjalan mendahului Olivia, sang sekretaris.
Sedangkan Olivia, putri dari pasangan sekretaris Jo dan madam Li itu menoleh sekilas. Dilihatnya Winda yang sudah melepas masker. Cantik, ada tatapan sendu saat Olive memperhatikan Winda. Kemudian Olive menatap punggung pria di depannya.
"Apa kau menyukai gadis itu, Tuan?" gumam Olive tidak bersemangat.
Karena mereka sudah ditunggu, Olive pun menggeleng keras. Dia di sana untuk bekerja, bukan untuk jatuh cinta pada tuan muda, Arjuna Trinadaru Mahindra. Sang Presdir di Global Tourshine Groups.
'Jangan mimpi Olive!' batinya menepis rasa kagum pada sosok sempurna di depannya.
Bersambung
Jangan lupa tekan like dan Komen ya. Ikuti juga GA dalam cerita ini, yang pasti ratusan ribu untuk mereka yang beruntung. Info pasti aku up di IG. Jadi cus ya ke IG Sept.
IG Sept_September2020
Fb Sept September
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
komalia komalia
waah kaya nya ada persaingan cinta segi tiga apa empat nih
2024-02-02
0
Fitray Uni
menyimak
2024-01-15
0
dementor
👍👍👍👍👍
2023-05-26
0