Main Petak Umpet Yuk!

Tap... Tap... Tap...

"Hosh... hosh... Haduh capek! Ling ling! kamu dimana? Udah yuk main petak umpetnya! Aku capek!" Ucap seorang anak laki-laki bernama Dimas.

"Dimas. Ayo masuk, ini udah mau Maghrib. Bukan waktunya main. Dimas. Ngomong-ngomong dari tadi kamu main sama siapa di luar?" Tanya Ibu Dimas.

"Sama temen aku. Namanya Ling Ling. Dia tinggal di rumah yang ada di belakang rumah nenek." Ucap Dimas dengan polosnya.

"Hah...?!"

Kisah mistis yang dialami oleh Dimas pun dimulai.

.

.

.

Hari libur sekolah tiba. Dimas dan keluarga pun memutuskan menghabiskan waktu liburan ke rumah neneknya.

Rumah nenek Dimas berada di pedesaan yang sangat jauh. Jika dengan mobil, waktu perjalanan bisa memakan waktu sekitar dua jam.

Setelah menempuh waktu dua jam lebih perjalanan, Dimas akhirnya sampai di rumah neneknya.

Nenek Dimas, langsung memeluk cucunya yang baru berumur lima tahun itu dengan sangat erat melepas kerinduan karena tidak bertemu dengan cucu kesayangannya itu untuk waktu yang lama.

Nenek Dimas, kemudian langsung mengajak Dimas dan orang tuanya untuk segera masuk dan beristirahat, sambil berbincang-bincang hangat.

Rumah Nenek Dimas yang berada di pedesaan masih sangat asri, sehingga jarak rumah dari rumah disana, dipisahkan oleh kebun masing-masing penduduk desa disitu.

Walaupun jauh dari keramaian, Dimas tetap bahagia, karena ia baru pertamakali merasakan suasana pedesaan yang begitu tenang.

Saat sedang asik menghirup udara segar, perhatian Dimas teralihkan oleh seorang anak perempuan yang berdiri di depan kebun yang berada di seberang rumah neneknya.

Anak perempuan itu memakai pakaian tradisional Tionghoa dengan rambut yang diikat dua menyerupai sebuah bola.

Anak perempuan Tionghoa itu hanya menatap Dimas dengan pandangan kosong. Karena masih belum terlalu mengerti, Dimas malah menyapa anak perempuan Tionghoa itu sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.

Melihat hal itu, anak perempuan Tionghoa itu tersenyum dan membalas lambaian tangan Dimas.

Melihat Dimas yang bermain sendiri di teras, Ibu Dimas pun kemudian mengajak Dimas ke dalam untuk makan siang.

"Dimas. Ayo masuk. Nenek sama mamah, udah masakin makanan kesukaan kamu. Kamu sama papah mandi dulu ya sebelum makan." Ucap Ubu Dimas.

"Eh. Mamah! Oke mamah. Tapi bentar ya mah. Aku mau dadah ke temen aku dulu." Ucap Dimas dengan polos.

"Temen? Kamu udah kenalan sama temen-temen baru kamu yang ada di deket rumah nenek?" Tanya Ibu Dimas penasaran.

"Iya! Eh... Loh... Kok dia udah gak ada?" Tanya Dimas yang kecewa karena tidak sempat mengenalkan teman barunya itu ke mamahnya.

"Kenapa Dimas?" Tanya Ibu Dimas.

"Aku mau ngenalin temen aku yang ada di sana ke mamah. Kok dianya udah gak ada ya? Apa dia pulang?" Tanya Dimas sambil menunjuk ke arah kebun, tempat dimana anak perempuan Tionghoa itu muncul.

Melihat Dimas yang menunjuk ke arah kebun itu, membuat Ibu Dimas sangat terkejut. Ibu Dimas kemudian langsung mengajak Dimas untuk masuk ke dalam.

"Dimas... Kamu bisa ngenalin temen kamu ke mamah besok pagi aja ya. Sekarang kita masuk dulu. Ok." Ucap Ibu Dimas dengan tenang agar tidak membuat Dimas takut.

Dimas pun menuruti apa kata ibunya. Ia lalu masuk ke dalam rumah neneknya dan makan siang.

Untuk mengalihkan perhatian Dimas agar tidak keluar, Ibu Dimas pun mengeluarkan mainan Dimas yang sengaja dibawa untuk Dimas bermain di rumah neneknya.

Setelah melihat Dimas asyik bermain dengan mobil-mobilannya di kamar, Ibu Dimas pun kemudian keluar kamar untuk membantu nenek menyiapkan makan malam, sedangkan ayah, pergi ke kebun di belakang rumah nenek untuk memetik sayuran sebagai pelengkap untuk makan malam nanti.

Tidak terasa, Dimas sudah bermain mobil-mobilan sampai sore. Ia pun merasa sangat bosan dan mengantuk.

Saat hendak tidur siang, Dimas mendengar suara langkah kaki mendekat ke arah jendela kamar. Dimas mengira itu adalah suara langkah kaki ayahnya yang berada di luar.

Dimas pun memeriksa ke arah jendela. Ternyata yang mendekat ke arah jendela adalah anak perempuan Tionghoa itu.

Anak perempuan Tionghoa itupun mengetuk jendela kamar Dimas, memberi isyarat mengajak Dimas bermain di luar.

Ayah, Ibu, dan Nenek Dimas tidak mengetahui jika Dimas berjalan keluar rumah. Ibu dan Nenek masih asyik memasak untuk makan malam dan ayah masih memetik sayuran, sehingga mereka bertiga tidak sadar Dimas berjalan keluar rumah.

Saat sudah di depan teras, anak perempuan itu menggenggam tangan Dimas dan hendak mengajak Dimas bermain di kebun di seberang rumah neneknya.

"Eh. Eh. Tunggu dulu sebentar. Kata mamah, aku gak boleh main jauh-jauh mainnya di sekitar sini aja ya. Soalnya takut mamah aku nyariin." Ucap Dimas.

Mendengar hal itu, anak perempuan Tionghoa itu hanya diam tidak memberi jawaban apa-apa.

Sebelum bermain, Dimas memperkenalkan dirinya

kepada teman barunya itu.

"Eh iya! Kita kan belum kenalan. Nama aku Dimas. Nama kamu siapa? Oh iya! Rumah kamu di mana?" Tanya Dimas.

"Nama aku Ling Ling. Rumah aku ada di belakang rumah nenek kamu." Ucap Ling Ling singkat.

Setelah saling memperkenalkan diri, Ling Ling menggandeng kembali tangan Dimas sembari menunjuk ke arah kebun, tempat dimana ia muncul.

"Eh. Ling Ling. Kan aku udah bilang mainnya di sini aja. Nanti mamah aku nyariin!" Ucap Dimas berusaha memberi tahu Ling Ling.

Ling Ling tetap bersikeras mengajak Dimas ke kebun. Karena tidak berhasil membujuk Dimas, Ling Ling pun menangis.

Melihat Ling Ling menangis, Dimas pun panik dan berusaha mencari cara untuk menenangkan Ling Ling.

"Eh. Eh. Ling Ling jangan nangis dong. Yaudah gini aja. Kita main petak umpet aja yuk! Aku aja yang jadi. Nanti aku yang cari kamu. Ok." Ucap Dimas memberi saran.

Dimas pun menutup matanya dengan kedua tangannya sambil menghitung satu sampai sepuluh. Ling Ling pun berlari ke arah kebun itu dan langsung menghilang dalam sekejap.

"1... 2... 3... 4... 5... 6... 7... 8... 9... 10...!" Siap atau enggak aku dateng Ling Ling!

*Tap... Tap... Tap...

Dimas pun mencari Ling Ling di sekitar rumah neneknya, karena mengira Ling Ling mengumpat di sekitar rumah neneknya.

Setelah beberapa jam mencari, matahari pun mulai terbenam.

"Hosh... hosh... Haduh capek! Ling ling! kamu dimana? Udah yuk main petak umpetnya! Aku capek!" Ucap Dimas.

"Dimas. Ayo masuk, ini udah mau Maghrib. Bukan waktunya main. Dimas. Ngomong-ngomong dari tadi kamu main sama siapa di luar?" Tanya Ibu Dimas yang melihat Dimas sedari tadi berbicara sendiri di teras.

"Sama temen aku. Namanya Ling Ling. Dia tinggal di rumah yang ada di belakang rumah nenek." Ucap Dimas dengan polosnya.

"Hah...?!" Ucap Ibu Dimas terkejut.

Ibu Dimas kemudian langsung menyuruh Dimas masuk. Dimas pun diajak untuk shalat dan mengaji bersama ayah, ibu, dan nenek untuk mengalihkan ingatannya tentang Ling Ling.

Rupanya sore tadi, nenek bercerita pada Ayah dan Ibu Dimas tentang teman neneknya saat kecil.

Teman nenek adalah seorang anak perempuan Tionghoa yang sudah meninggal di usia 5 tahun saat bermain di kebun yang berada di seberang rumah nenek.

Sebelum di pasang papan pembatas dan peringatan jurang di kebun itu, nenek dan teman-temannya, termasuk Ling Ling bermain di sekitar kebun itu.

Mereka bermain petak umpet, sayangnya saat sedang mengumpat, Ling Ling mencari tempat yang terlalu jauh dari teman-temannya dan tanpa sadar berlari ke arah jurang dan akhirnya terperosok masuk ke dalam jurang.

Nenek dan teman-temannya pada saat itu sangat panik. Mereka mencari Ling Ling dibantu dengan warga di sekitar situ.

Melihat ada jurang, warga pun menyimpulkan jika Ling Ling sudah meninggal karena terjatuh ke dalam. jurang yang sangat dalam dan tidak pernah terjangkau oleh manusia.

Walaupun sudah dilakukan pencarian, mayat Ling Ling masih belum ditemukan sampai saat itu. Itulah kenapa nenek bilang arwah Ling Ling masih tetap belum tenang.

Nenek bilang Ling Ling sering mengajak anak-anak di desa itu untuk bermain petak umpet di kebun itu, sembari mencari tubuhnya yang belum kunjung ditemukan.

Oleh sebab itu, agar arwah Ling Ling tidak berkeliaran berjalan di sekitar jendela kamar anak-anak, warga di desa sering melakukan pemgajian.

Setiap sehabis Maghrib di desa itu, warga sering mengadakan pengajian untuk mendoakan arwah Ling Ling agar tenang dan tidak menggangu anak-anak di desa itu lagi.

*TAMAT.........

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!