" Jadi benar, selama ini Papa sakit?"
"Itu semua sudah tidak penting lagi, Wahyu. Sekarang dengarkan Papa, ada yang ingin Papa bicarakan denganmu"
"Apa itu, Pa...?
" Wahyu, Papa rasa umur Papa sudah tidak lama lagi...
"Pa, tolong jangan berbicara seperti itu Pa. Papa pasti sembuh" ucap Wahyu memotong ucapan Papa nya.
"Tidak, Wahyu. Papa sudah cukup lama bertahan, inilah salah satu alasan Papa menjodohkan kamu dengan Naura, Papa ingin melihatmu menikah sebelum Papa pergi"
"Pa, jangan berbicara seperti itu Pa. Aku yakin Papa pasti sembuh, Papa tunggu sebentar, aku akan pergi panggil dokter dulu"
Baru Wahyu akan pergi, tapi Pak Setya menahan putranya lagi.
"Tidak ada gunanya lagi memanggil dokter, Nak. Sekarang kamu genggam tangan Papa" Wahyu pun menggenggam tangan Papa nya yang terasa dingin.
"Berjanjilah pada Papa, kamu akan menggantikan Papa menjaga Mama dan adikmu. Dan untuk Naura, berjanjilah kamu tidak akan pernah menyakiti istrimu, cintai dia seperti kamu mencintai Mama dan adikmu. Jangan pernah menyakiti seorang wanita, Wahyu. Karena kamu juga memiliki adik perempuan, kamu pasti tidak mau kan adikmu perempuan mu disakiti oleh orang lain, berjanjilah Wah-yu...
Dan, perlahan mata Pak Setya mulai terpejam, genggaman tangannya mulai terlepas dari tangan Wahyu. Serta, grafik yang tidak beraturan dengan kotak-kotak kecil sebagai latarnya pada layar pemantau Elektrokardiogram seketika bergaris lurus yang menandakan detak jantung pasien sudah tidak berdetak lagi.
Pak Setya pun telah tiada. Dia pergi dengan meninggalkan satu amanah pada putranya.
"Pa, Papa! Bangun Pa, Papa...
Wahyu histeris, teriakannya menggenggam didalam ruangan meminta Papa nya untuk bangun, namun itu semau hanya sia-sia, Papa nya telah tiada.
Dan Bu Winda, dia tak kalah histeris dengan putranya, tubuhnya lemas serasa tak bertulang. Suaminya telah tiada, laki-laki yang dengan setia mendampinginya selama bertahun-tahun telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
...............
Sanak saudara semua berkumpul di rumah duka. 1 jam yang lalu, jenazah Pak Setya telah selesai dimakamkan. Disana juga tampak beberapa keluarga Naura yang datang, dan ada juga Noval yang hadir turut berdukacita atas meninggalnya ayah mertua dari adik sepupunya itu.
Didalam kamar, Wahyu berbaring di atas ranjang dengan paha istrinya yang menjadi bantal. Walau matanya terpejam, tapi air matanya tiada hentinya mengalir, tak terasa Naura pun ikut menitihkan air mata melihat keadaan suaminya sekarang.
Naura mengusap puncak kepala Wahyu dengan lembut. Biasanya, suaminya ini selalu banyak bicara, dan kini bibir manis yang suka menggodanya itu terkatup rapat.
Perlahan, Naura mengangkat sebelah tangannya mengusap air matanya suaminya yang terus mengalir. Sungguh, dia juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh suaminya sekarang.
"Mas, Papa tidak akan suka melihat Mas seperti ini. Kita do'akan yang terbaik untuk Papa disana"
Sementara Wahyu, dia tidak merespon ucapan istrinya. Ucapan Papa nya sebelum menghembuskan nafas terakhir, terus terngiang-ngiang di telinga Wahyu.
'Aku harus bagaimana Diandra. Disaat aku berusaha memperthankan hubungan kita, di sisi lain aku malah mendapat amanah. Dimana, amanah itu adalah untuk mencintai istriku.
"Mas, Mas makan dulu ya, dari pagi Mas belum sarapan"
"Mas tidak lapar, Naura. Kamu saja yang makan"
"Aku mohon makanlah sedikit saja, Mas. Sejak pagi perut Mas belum terisi apapun, nanti Mas sakit. Siapa yang akan menguatkan Mama dan Tasya kalau Mas sakit"
"Baiklah, Mas akan makan, tapi didalam kamar saja" pintu Wahyu, rasanya dia begitu enggan keluar dari kamar, karena di luar pasti masih banyak orang-orang yang datang mengucapkan berbelasungkawa.
Naura pun menarik bantal untuk menggantikan pahanya sebagai bantal suaminya. Kemudian, Naura keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil makanan untuk Wahyu.
Di dapur, ternyata disana ada Noval dan Tasya. Tasya tampak sedang membuat secangkir teh dengan ekpresi kesal. Sementara Noval berdiri dibelakang Tasya tersenyum senyum.
"Kak Noval, Tasya... " sontak keduanya menoleh ke asal suara.
"Kak Naura, orang ini siapa sih? rese banget!" Tasya mengadu pada Naura. "Masa aku dipaksa suruh buatin dia teh.
" Lagian, anak kecil ini dari tadi nangiss terus, kan lebih baik aku suruh buat teh kan, lebih bermanfaat " ucap Noval membela diri.
"Dasar orang aneh, sudah tau dirumah ini sedang berduka, gak mungkin kan aku jingkrak jingkrak. Ini teh nya sudah jadi!" ketus Tasya, dia pun pergi dari sana.
Setelah Tasya pergi, Noval maju selangkah mencicip teh buatan Tasya. Sementara Naura, dia menyiapkan makanan untuk dia bawa ke kamar.
"Em, rasanya lumayan." Ujar Noval, meminum teh buatan Tasya. "Oh ya Naura, kakak sekalian mau pamit ya, sebentar lagi kakak ada kelas mengajar" sambung Noval.
"Iya Kak, terima kasih karena Kak Noval menyempatkan untuk hadir disini" ucap Naura, tersenyum.
........... ...
"Tumben, datangnya siangan" sindir Diandra, saat Noval baru masuk ke ruangan dosen. "Biasanya paling teladan datang lebih awal.
" Aku tadi habis dari tempat adik sepupuku, ayah mertuanya meninggal " ujar Noval.
Diandra tampak menganggukkan kepalanya, Diandra belum mengetahui kalau adik sepupunya Noval adalah Naura.
"Oh ya Di, kemarin kok kamu gak masuk ngajar?' tanya Noval, sembari menyiapkan bahan untuk pelajaran.
" Gak apa-apa, kemaren lagi gak enak badan aja. " jawab Diandra terpaksa berbohong, karena tidak mungkin dia mengatakan pada Noval, dia tidak masuk mengajar karena kepikiran dengan kekasihnya yang sedang pergi berlibur bersama istrinya. Yang ada, Noval akan jungkir balik menertawai nya.
"Oh, gitu"
Diandra dan Noval pun pergi ke kelas masing-masing untuk mengajar. Dan Diandra, tidak lagi bertanya kenapa Naura tidak masuk, karena dia sendiri sudah tau kalau mahasiswinya itu sedang pergi berlibur bersama suaminya, dan suami dari mahasiswinya itu adalah Wahyu kekasihnya.
"Bu Diandra tumben gak nyariin Naura, biasanya selalu nyariin." batin Lusi.
Setelah memberi materi pelajaran pada para mahasiswanya, Diandra tampak diam ditempatnya sembari memperhatikan para mahasiswa mengerjakan tugasnya, sesekali Diandra melirik ke arah ponselnya yang berada di atas meja, berharap kalau Wahyu akan menghubunginya. Tapi nyatanya sejak kemarin Wahyu terakhir menelponnya tapi tidak dia angkat, dan sampai sekarang kekasihnya itu tak memberi kabar, atau mengirim pesan seperti yang Wahyu lakukan setiap hari.
Diandra menatap nanar ponselnya, dia menyesal karena kemarin mengabaikan telepon dari Wahyu. Mungkin saja kekasihnya itu sedang kesal sekarang, makanya tidak menelponnya atau mengirim pesan lagi.
Merasa gelisah memikirkan itu semua, Diandra berpamitan pada para mahasiswanya keluar dari kelas dengan beralasan ingin ke toilet
Sesampainya di toilet, Diandra segera menghubungi nomer Wahyu. Diandra tercekat karena yang mengangkat teleponnya bukanlah Wahyu, melainkan seorang wanita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
circle
dah dapet amanat tuh, harus menepati loh, dosa kalau gak di tepati 🙄
2022-06-19
1