Bab 6

Sepanjang perjalan mereka kembali ke kos. Lizi mencoba menjaga jarak, karena terlanjur malu dengan Farez. Bagaimana tidak? Dia sendiri tak yakin, perkataannya mana yang sudah lelaki itu dengar. Bahkan, ia sendiri telah lupa, apa saja yang sudah dia katakan tadi.

Galak, sadis, jengkelin, tua, bangkotan .... Sialan, tadi ngomong apa aja sih? Belum ada sejam udah lupa aja.

Lizi membenamkan kepalanya dalam-dalam. Katanya, kepala kalau di taruh di bawah, otak bakal encer, semua yang dia lupakan bakalan teringat lagi.

Belum encer-encer juga sih? Apa gue kurang nunduk ya? Apa harus kayang dulu?

Ah bang-ke!

Lizi terlalu fokus mengencerkan isi otaknya, sampai tidak menyadari kalau motor mereka sudah berada di halaman Indekos.

“Betah banget, doyan ya deket-deket begini?”

Perkataan Farez terdengar sumbang di telinga Lizi, sampai-sampai membuatnya menyadari jika mereka telah sampai di kos. Lizi pun langsung turun dan mengucapkan terima kasih dengan canggung tanpa berani menatap mata Farez.

Farez yang masih duduk di atas motor, hanya melipat tangannya sambil memperhatikan wajah Lizi yang sedikit takut.

“Ka-kalau gitu, saya langsung ke kamar, Pak. Selamat malam!” Lizi berbalik dan bersiap untuk pergi. Namun saat beberapa langkah, kakinya terhenti oleh perkataan Farez.

“Tua, bangkotan, jelek, punya burung kecil, dan ... gak bisa berdiri.” Farez turun dari motor, lalu berjalan mendekati Lizi yang diam mematung setelah mendengar perkataan Farez.

Mampus, dia dengar semuanya. Minta maap aja deh, bisa runyam dunia persilatan kalau dia ngusir tengah malem.

Tepat saat Lizi menoleh, Farez telah berada di belakangnya. Membuatnya kaget dan mundur dua langkah ke belakang.

“A-anu, Pak,” Lizi tak kuasa memandang mata Farez. Takut jika lelaki itu akan menelannya bulat-bulat. Namun, belum sempat Lizi meneruskan ucapannya, Farez lebih dulu menggodanya.

“Kecil? Gak bisa berdiri?” Farez membungkuk sedikit, berusaha menatap Lizi. Namun gadis itu tertunduk dalam-dalam, sambil terus mengumpat mulut cablaknya dalam hati.

“Mau aku kenalin sama si Juno? Biar kamu bisa liat, dia termasuk kecil atau perkasa?”

Mendengar kata Juno, sontak membuat Lizi penasaran sampai-sampai mendongakkan kepalanya. Kira-kira, siapa Juno ini? Padahal baru saja mereka sedang membahas senjata yang dibilang laras pendek.

“Ju-Juno siapa, Pak?” tanya Lizi memasang wajah polos, yang langsung membuat Farez tidak bisa menahan tawanya.

“Tentu aja Belut Super yang kamu bilang pendek!” Farez menunjuk ke bawah dengan sorot mata fokus memperhatikan Lizi.

Lizi tentu saja menjadi reflek karena rasa penasarannya yang tinggi, dan mengikuti jari telunjuk Farez.

Sontak Lizi langsung menjerit dan kabur begitu saja saat memahami arah yang di tunjuk Farez. Merasa mata dan pikirannya sudah ternodai.

‘Rasa kepo dan penasaran, suatu saat akan membunuhmu’

Slogan itu ternyata benar-benar terjadi pada Lizi. Imbas dari rasa keponya yang terlalu tinggi terhadap si Juno, yang rupanya adalah Belut Super milik Farez, benar-benar sudah membuat gadis itu terngiang-ngiang sepanjang malam.

Saat mata gadis itu tertutup, bayangan bagian diantara dua paha Farez tiba-tiba muncul, hingga membuat ia membuka mata kembali.

Gila, gara-gara Juno si Belut Super, gue jadi susah tidur. Mana terngiang-ngiang lagi, bagian diantara dua paha yang menonjol itu!

Aghh!!

Lizi menarik selimutnya lagi, menutupi semua tubuhnya dan berusaha menutup mata. Akan tetapi, mata itu terus terjaga sampai jam 3 pagi.

...||...

...TBC...

Jangan lupa diLike!!!

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***