Matahari berdiri tegak siang itu, sinarnya yang terik membuat kening-kening manusia berkerut saat berjalan langsung di bawah naungannya. Mengatur masakan yang diolah dengan penuh cinta, Ane selalu tersenyum menata hidangan itu di atas meja makan.
Menatap gawainya usai mengirim pesan pada sang suami tercinta, Ane menarik kursi di meja makan dan duduk di sana.
Tidak ada tanda-tanda pesannya akan terbalas, pesan via aplikasi gelembung berwarna hijau itu nampak centang satu.
"Mungkin dia sedang menghadiri rapat", bisik hatinya.
Berbantalkan lengan di atas meja, Ane meletakan kepala di sana sembari menarikan jempol di atas layar gawai. Melihat-lihat Potret dirinya dan Tian yang memenuhi album, membuat garis bibirnya terangkat naik. Sungguh Ane merasa sangat beruntung, meski gila kerja, Bastian selalu menghujani dirinya dengan kasih sayang, perhatian, dan penuh cinta.
Lelah usai memasak hidangan makan siang sang suami, membuat kedua mata Ane mengantuk. Wanita itu lantas tertidur dengan gawai masih menyala di tangannya.
Tidak berapa lama, pelayan membukakan gerbang untuk tuan rumahnya masuk. Cepat-cepat sang tuan rumah memasuki kediaman itu, mendapati sang istri tertidur lelap di meja makan sungguh membuat hatinya tidak nyaman.
"Maaf sayang, ponselku kehabisan daya. Kau pasti menghubungiku berkali-kali", gumam Tian mengambil duduk di samping Ane. Merapikan anakan rambut yang bergerai di wajah cantik Ane.
Menyalipkan untaian rambut halus itu di telingan wanitanya"Cup", sebuah kecupan lembut mendarat di pipi selembut kapas itu.
Membuat sang pemilik terusik dan bangun dari tidurnya"Ah, kau sudah datang. Maaf aku tertidur saat menunggumu."
"Aku yang seharusnya meminta maaf sayang", Tian memperlihatkan ponselnya yang tidak menyala"Benda ini kehabisan daya, apa kau menghubungiku?."
"Iya sayang, ku pikir kau sedang menghadiri rapat."
"Maafkan kelalaian ku sayang",Tian menarik tubuh sang istri kedalam pelukan.
Saat itu, Ane mencium aroma manis dari tubuh sang suami"Apa kau membeli parfum baru? aromanya manis dan nyaman."
Telapak tangan pria itu mendarat di keningnya"Ah, aku melupakannya. Aku membelikanmu parfume, tapi aku meninggalkannya di kantor."
Dua bola mata Ane berbinar bak mutiara, kebaikan apa yang pernah dia lakukan di kehidupan lalu, mendapat suami hampir sempurna seperti Tian.
"Jadi, parfume yang kau pakai adalah miliku?."
"Hehehe, iya sayang", barisan gigi putihnya menambah ketampanan pria itu saat tersenyum malu.
Cubitan kecil mendarat di perut Tian"Kau curang, parfume itu bahkan belum sampai kepadaku, tapi kau sudah memintanya terlebih dahulu."
"Maafkan aku sayang", Tian mencubit pelan hidung mancung Ane.
Melihat sang istri menekuk wajah, Tian memegang kedua pipi Ane dan menarik wajahnya mendekat"Apa kau tahu, wajahmu sangat cantik saat merajuk."
Kedua pipi Ane menjadi merah, Tian memang sangat pandai membuat wajahnya terasa panas dan memerah.
"Kau___."
"Sudah cukup Ane, jika kau semakin marah aku akan semakin gila mencitaimu", Tian mendekati wajah sang istri hingga hidung mereka bersentuhan.
Ucapan itu membuat Ane tertawa, dia hanya berpura-pura merajuk, dan sikap Tian sungguh membuatnya bahagia.
Ane menarik hidangan yang sudah dia masak kehadapan Tian"Aku akan berhenti merajuk jika kau menghabiskan masakan ini."
"Tanpa kau pinta, aku akan selalu menghabiskan masakanmu."
Kembali, semburat kebahagiaan menghiasi wajah Ane.
*
*
*
*
Rio mentap hampa setelah mendapat telepon dari Abian. Ayah dari wanita yang telah lama dicintainya itu memberikan jawaban yang membuat hatinya gamang.
Ketakutan itu tiba-tiba memeluk sang hati begitu erat, masih saja mendapat penolakan dari wanita pujaan, apakah Jena memang bukan jodohnya?.
"Bahkan jika kau bukan jodohku, aku akan memaksa Tuhan menjodohkan kau dan aku."
Sebuah pemikiran yang tidak masuk akal, bagaimana Rio akan memaksa sang maha pencipta menjodohkan dirinya dengan Jena, jika untuk bernapas saja atas kendali Tuhan sang maha pencipta.
Ketika cinta menghampiri insan manusia, alangkah baiknya jika manusia itu mampu mengendalikan perasaan yang di sebut cinta. Sebaliknya, manusia akan mengalami kehancuran saat hidupnya digenggam dan di kendalikan oleh perasaan cinta nan buta.
Terlalu lama menunggu, terlalu lama bersabar, terkadang setan mengambil alih pikiran seorang Rio. Seperti yang dia katakan, tujuan hidupnya adalah Jena, tekadnya semakin membulat saat status wanita itu resmi menjanda. Ide-ide gila, ide-ide tidak masuk akal menari-nari dalam kepala Rio, bahkan pikiran untuk menculik Jena dan menikahinya dengan paksa sempat hinggap dalam pikirannya. Perang batin sering terjadi dalam dirinya, jika sudah seperti itu apa yang akan terjadi pada Rio jika gagal memperistri Jena?.
Di lain tempat, Dewa tengah berbincang dengan Bagas. Tidak ingin membiarkan kesahan itu semakin larut, Bagas memutuskan untuk menggiring Dewa menemukan kebenaran. Dalam keraguan, Dewa berbagi beban hati dengan sang ayah, perihal usia kandungan Tiara, sungguh mengusik pikiran pria itu.
"Bukankah dia mengaku hamil empat minggu saat itu?", Bagas menatap dalam pada putranya, hatinya sangat tidak rela jika sang putra tertipu lebih lama lagi.
"Iya ayah, kedua mata Dewa menjadi saksi, saat alat tes kehamilan itu dia gunakan."
"Lantas, mengapa begitu cepat janinnya berkembang?."
"Hal itulah yang selalu mengusik pikiran Dewa."
"Apa kau yakin anak itu adalah anakmu?", pertanyaan itu membuat Dewa terhenyak. Sangat tidak di sangka ayahnya melontarkan pertanyaan itu padanya.
"Ayah___."
"Lebih baik cepat kau selidiki, nak. Apa tingkah Tiara mencurigakan?."
"Tidak ayah, dia bertingkah sewajarnya saja", ujar Dewa begitu yakin.
Pria tua itu menatap lantai, sorot mata Dewa membuat hatinya terluka. Kepolosan sang putra membuatnya begitu mudah terjebak dalam perangkap Tiara. Juga Jelita, ah, Bagas harus segera membuka mata istrinya. Meski sangat ingin menimang cucu, Bagas yakin Jelita tidak akan sudi menimang cucu dari orang lain.
Selain membahas perihal kehamilan Tiara, Bagas membagi cerita tentang kebenaran novel milik Jena kepada Dewa.
"Apa kau tidak merasa kasihan kepadanya? kau mengkhianatinya dan sahabatnya mencuri karyanya. Sekarang dia jadi bulan-bulanan netizen. Dimaki dan dicaci sebab mencuri karya orang lain, yang sebenarnya itu adalah karyanya sendiri."
"Aku tidak tahu perihal itu, ayah", wajah itu tertunduk lesu, memikirkan Jena membuat hatinya porak poranda. Wanita yang sangat dia cintai masih saja menderita meski sudah berpisah darinya.
"Ku pikir dia akan bahagia setelah berpisah dariku."
"Apa kau menyesal?."
"Sangat menyesal ayah."
"Aku pun begitu. Lantas, apa kau mau menolongnya?."
"Apa yang bisa aku lakukan?, ku pikir tidak ada yang bisa aku lakukan lagi ayah."
"Ada Dewa. Barang milik Jena ada pada Tiara."
To be continued...
Selamat membaca jangan lupa like fav dan komennya.
Salam anak Borneo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Nindira
Kasihan banget sih karya Jena diplagiat
2022-10-18
0
Ria Diana Santi
Semoga kau bisa membantu Jena, Dewa. Tapi, aku rasanya tak rela bila kalian kembali bersama. 😢 Bingung!
2022-08-14
1
Ria Diana Santi
Astaghfirullah 🤣 pemaksaan bet ya'
2022-08-14
1