Berlomba dengan sang waktu, Arkan sang pekerja keras tak akan menyerah begitu saja pada sang waktu. Bersama Tian, suami tante Ane, siang itu mereka memenangkan tender proyek pembangunan perumahan KPR di kawasan jalan menuju pantai. Bukan tanpa alasan Arkan bekerja begitu keras, proyek itu akan menjadi alasannya untuk selalu singgah di rumah pantai, kediaman kedua adik tersayangnya.
Sebuah perayaan kecil mereka gelar di sebuah resort ujung pulau, sedikit melewati kediaman kedua adiknya, Arkan malam itu telah sampai di sana. Menikmati angin laut sembari menyantap hidangan laut, para karyawan terlihat sangat senang. Di sudut resort Tian nampak sibuk dengan gawainya, Arkan yakin pria lembut itu pasti sedang menghubungi istri tercintanya, Ane.
Samar-samar terdengar perbincangan Tian dan Ane via telepon, selalu mengatakan rindu dan cinta....Arkan tidak yakin dirinya dapat selalu mengatakan cinta dan rindu itu kepada pasangannya kelak. Bukankah Tian dan Ane baru saja berpisah beberapa jam yang lalu, sangat menggelikan bagi Arkan jika cinta dan rindu itu sudah bertalu di dalam dada.
"Om Tian, seberapa besar cinta Om Tian terhadap tante Ane??" langkah kaki membawa Arkan ke hadapan Tian, usai pria itu mengakhiri panggilan.
"Sangat besar."
Sudut bibir Arkan membentuk senyuman"Apa besarnya cinta itu dapat diukur?."
Tian menunjuk laut yang membentang di hadapan mereka"Laut yang luas itu masih memiliki tepian, tapi cintaku pada istriku bahkan tidak memiliki tepian."
"Waw!!! pantas saja kalian dinobatkan sebagai pasangan paling romantis dalam keluarga kita."
Tawa seorang Tian pun terurai"Bagaimana dengan cintamu? apa kau sudah menemukan sang pemilik hati?."
Juga tergelak tawa, Arkan tak kuasa memberikan Jawaban atas pertanyaan Tian.
"Hei, apa yang membuat kau tertawa?."
"Sampai detik ini aku belum yakin dengan adanya cinta, Om."
"Lihatlah aku dan Ane, kami adalah bukti nyata dari cinta itu sendiri."
Arkan menggeleng"Maaf Om, cukup kalian saja yang membuktikan bahwa cinta itu nyata. Arkan hanya akan duduk di kursi penonton saja."
"Ayolah Arkan, jangan sia-siakan wajah rupawan yang kau miliki."
Arkan kembali terkekeh"Untuk sekarang biarkan saja wajah rupawan ini menjadi pajangan. Lagipula Arkan belum siap jika harus diusik sebuah rasa yang di sebut cinta itu."
"Usiamu sudah matang untuk memeliki seorang pendamping, bukan?."
"Jodoh akan datang dengan sendirinya, tidak perlu di cari, Om."
Kini giliran Tian yang menggelengkan kepala, dunia ini penuh dengan wanita cantik, tapi pria di hadapannya ini tidak berniat sedikitpun untuk menjalin hubungan asmara. Padahal dengan wajah di atas rata-rata seperti Arkan, juga dengan karir yang bagus, bukan hal sulit untuk menaklukkan hati seorang wanita.
*
*
*
*
"Duhai Allah, Jika dia jodohku maka dekatkanlah kami, namun jika dia bukan untukku maka bantu aku membuang rasa ini dari dalam dadaku. "
Kedua tangan menadah pada sang maha pencipta, Zafirah sang gadis anggun anak pak kiyai, kembali mendapat penolakan dari pria idamannya. Berharap dapat memperbaiki hubungan yang terasa dingin, Zafirah mengundang Agam untuk bertandang ke pondok pesantren. Sekedar makan bersama, Zafirah ingin melewati hari ulang tahunnya bersama Agam.
"Maaf Zafirah, bunda dan ayah sedang tidak ada di rumah. Jika hanya aku saja yang datang, terasa sangat tidak pantas."
"Masih ada Abi bang, bukan hanya kita berdua."
"Maaf dek, aku masih harus kembali ke konter. Angga memintaku menjaga konter sementara dia ada urusan lain."
Dek ?? kenapa panggilan itu terasa sulit Zafirah terima.
"Apa bang Agam tahu hari ini hari apa?."
"Hari ahad, benarkan?."
Terdengar helaan napas di ujung telepon"Iya benar ini memang hari ahad, juga hari ulang tahunku, bang."
"Aduh, maaf Zafirah aku melupakannya, apa kau menginginkan sesuatu? aku akan membelikannya untukmu dan segera mengirimnya kesana?."
"Tidak perlu, bang" menelan senyum pahit Zafirah kembali berucap" Cukup berikan doa terbaik untukku saja."
"Semoga kau selalu dalam lindungan Allah, kau gadis yang baik dan aku berharap Allah kirimkan jodoh terbaik untukmu."
Keheningan memeluk Zafirah di seberang telepon.
"Zafirah...kau tidak meng'aminkan doa yang kupanjatkan untukmu?."
"Amiin ya Allah, terimakasih doanya, bang Agam."
Lama gadis itu menatap langit-langit kamar, terasa kosong dan nampa. Harusnya perasaan itu dia kubur dalam-dalam, harga diri sebagai wanita hampir dia korbankan. Ternyata selama ini Zafirah salah menerka, dirinya tidak lebih dari seorang adik di mata Agam.
"Jika rindu ini memang tak bertuan, bisakah kau redam saja geloranya di dalam dada?? dosa ini semakin merebak, aku yang hina akan semakin sulit menggapai ridhomu, ya Allah."
*
*
*
*
Performa Tiara menurun drastis, impiannya terancam hancur jika kebenaran terungkap. Naskahnya tak kunjung usai, pembaca di laman platform menulis mulai menagih bab baru dari novel terbarunya.
Juga suatu hal yang tidak disangka-sangka, Jena menghubungi dan ingin bertemu dengannya. Sudah lama wajah putih pucat itu tidak dia jumpai, sejak resmi merebut suami sahabatnya, Tiara mendapati perubahan pada diri Jena. Jena yang biasanya berpakaian anggun, rapi dan terlihat segar berubah bagai bunga nan layu. Meski layu kenapa bunga itu masih saja mewangi?? Jena tetap terlihat cantik bahkan tanpa riasan sekalipun. Bagaimana hatinya tidak resah, sang mantan sahabat selalu terlihat sempurna di matanya.
Awalnya Tiara menolak untuk bertemu namun Jena sangat gigih membujuknya untuk bertemu. Lelah tidak bisa menghindari Jena, akhirnya Tiara bersedia menemuinya.
Hari yang dinantikan pun tiba. Di sebuah restoran yang dipilih Tiara, dua wanita itu bertemu.
"Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi."
Jena menyunggingkan senyuman"Bagaimana kabarmu?" pandangannya menjelajahi tubuh Tiara, perutnya masih nampak rata. Ah, Jena hampir lupa usia kandungannya masih sangat muda.
"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?."
"Lihatlah, aku juga baik-baik saja" ujar Jena menunjukan diri pada Tiara.
Jena mengenakan kulot panjang berbahan linen, dengan kemeja hitam sebagai atasannya. Lengannya sedikit di gulung, memperlihatkan lengan kecilnya. Jena nampak lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu. Jemarinya nampak kosong, hanya menyisakan bekas cincin yang pernah melingkar di jari manis.
Rambutnya diikat ekor kuda, anakan rambut yang sedikit bergerai di bagian wajah membuat penampilan wanita itu tetap terlihat cantik. Tiara tidak yakin dirinya juga akan terlihat cantik jika berpakaian seperti itu. Dan kemana hells yang dahulu selalu menunjang penampilan Jena?? wanita itu tidak mengenakannya kali ini.
"Sudah cukup berbasa-basinya. Cepat katakan apa tujuanmu mengajakku bertemu?" bertemu dengan Jena membuat hatinya gusar, rasa tersaingi semakin menjadi hingga emosinya menjadi memuncak.
"Kembalikan karyaku."
Sebaris kata itu membuat Tiara sulit menelan saliva. Suaranya sempat tercekat, sejujurnya dia sangat takut untuk membahas masalah ini.
"Itu karyaku."
Jena tidak bisa menahan tawa"Hahaha, bangunlah dari mimpi Tiara."
"Kau__" emosi itu hampir meledak, Tiara hampir berteriak kepada Jena. Entah mengapa dirinya merasa sebagai korban di sini, kehadiran Jena dalam hidupnya terasa sangat mengganggu.
"Syuuutt " Jena meletakan jari telunjuknya di bibir "Jika kau berteriak, aku akan mengungkapkan pada media bahwa kaulah sang gadis_pena. Dengan begitu kita akan adil, identitas kita sama-sama terkuak di mata publik."
"Jangan Jena."
Memainkan kedua alisnya turun naik"Atas dasar apa kau melarangku melakukan hal itu? bukankah kau yang menuntutku atas tuduhan plagiarisme?. Membuatku terpaksa menutup akun Facebook karena serangan netizen, akunku di aplikasi menulis juga tak luput dari serangan netizen, sangat menggelikan saat aku di serang karena tuduhan itu."
"Semua akan membaik jika kau melupakan karya itu, aku tidak akan melanjutkan tuntutan kepadamu."
Lagi-lagi Jena tertawa"Hei Tiara, apa kau kehilangan urat malu?? kau bernegosiasi tentang karya orang lain, bukan tentang karyamu!."
"Semua orang tahu bahwa itu adalah karyaku" tukas Tiara begitu percaya diri.
"Ingat Jena kau akan kehilangan banyak uang jika tidak mengambil jalur damai" nadanya terdengar mengancam.
"Dan kau akan kehilangan karir sebagai penulis jika aku bisa mengungkapkan kebenaran kasus ini" sorot mata nan tajam, kebiasaan yang Jena lakukan saat mengintimidasi lawan bicaranya.
Wanita berpakaian terbuka itu menyilangkan kedua tangan di dada"Semua bukti ada padaku, lupakan niatmu itu Jena. Kau hanya akan membuang waktu."
Jena menggelengkan kepala masih dengan tawanya "Kau akan kehilangan impian Tiara, lebih baik kau serahkan bukti itu. Aku tidak akan menyulitkanmu. Aku sudah membaca sebagian karyamu, sangat bagus. Kau tidak harus menggunakan karya orang lain demi sebuah kesuksesan."
"Tidak!" ujarnya membuang muka.
Membujuk Tiara bukanlah hal yang mudah, Jena bahkan menekan harga diri demi mengambil kembali apa yang Tiara curi darinya. Pertemuan itu tidak membuahkan hasil, Jena tidak bisa terus menahan diri saat bertemu dengan Tiara.
"Aku sudah mencoba jalan yang terbaik, mari kila lanjutkan kasus ini. Aku tidak akan mundur, Tiara. Cukup sekali aku mengalah darimu. Kali ini, salah satu di antara kita pasti akan hancur" Jena pamit diri dari hadapan Tiara. Sebelum langkahnya menjauh, Jena memutar langkah dan berkata pada Tiara"Sebagai wanita hamil tidak seharusnya kau berpakaian minim seperti itu, juga hells itu. Itu akan membahayakan bagi dirimu dan calon bayimu."
Jemari Tiara mengepal, kenapa wanita itu terlihat baik-baik saja. Dia bahkan terlihat semakin kuat dan tegar, iri dengki semakin memeluk erat hati kecil Tiara.
"Aku kesal sekali, bisakah kau menemaniku sekarang?."
"Aku sedang bekerja Tiara?."
"Apa kau tidak khawatir dengan anak yang ku kandung?. Dewa sedang di luar kota, dia tidak bisa menghiburku saat ini."
"Ck !."
"Kau berdecih??? aku sedang mengandung anakmu! kenapa kau sangat tidak bertanggung jawab!."
"Ku pikir kau akan mendapat kebahagiaan setelah menjadi nyonya Dewa, kau bahkan menggunakan anak itu untuk menjeratnya."
"Tutup mulutmu! kau sangat suka membuatku gusar."
"Tentu saja, saat marah kau terlihat sangat manis. Tunggulah sebentar lagi aku akan segera menemuimu."
To be continued....
Selamat membaca jangan lupa like fav dan komennya.
Salam anak Borneo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Ria Diana Santi
Salut sama Jena. Masih bisa bersikap seperti itu pada Tiara. Dia masih khawatir akan Tiara dan calon anaknya. Sungguh baik kamu Jena. 👍🏻❤️
2022-08-08
2
Ria Diana Santi
Sedihhhh.... 🥺 Dalam banget.
2022-08-08
1
Ria Diana Santi
Aamiin... 🤲🏻
2022-08-08
1