Ahmad Arkan

Malam semakin dalam, hujan perlahan reda meski sang rintik tak sepenuhnya sirna. Usai menunaikan kewajiban perlahan Agam melajukan mobil menuju kediaman Jena. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an masih mengalun dari dalam mobil itu, masih tertidur wajah lelah Jena terlihat lebih tenang dan damai.

Selain mobil milik Angga, sebuah mobil juga terparkir di halaman kediaman Jena dan Gibran. Sembari menerka-nerka Agam memandangi mobil itu dengan seksama, nampak tak asing tapi dia lupa siapa pemiliknya.

Beralih pada Jena, masih tertidur lelap Agam jadi tak tega mengusik kedamaiannya dalam alam mimpi. Memberi waktu, dia biarkan wanita itu tertidur sedikit lebih lama.

"Tok-tok" seseorang mengetuk kaca mobil.

Sempat terhanyut dalam lamunan Agam kini menatap seseorang itu lekat-lekat.

"Bang Arkan" wajah itu mengingatkan pada sang pemilik mobil di depannya.

"Kau tidak masuk? lebih nyaman tidur di dalam sana dari pada di sini."

Sekilas Agam melirik jam yang melingkar di tangan kiri, jam sudah menunjukan pukul sebelas malam.

Penghuni rumah pasti sedang gaduh saat ini, meraih ponsel dan dia mendapati panggilan dari sang bunda lebih dari sepuluh kali.

"Sebaiknya Agam pulang saja bang, bunda pasti sangat khawatir."

"Baru saja dia menelpon Gibran, dia sudah tahu kau berada di sini. Lebih baik menginap saja, lagi pula....aku kelaparan. Aku rindu masakan olahanmu" tangan kekar Arkan yang gemar berolah raga mengusap perutnya yang kelaparan.

Bukan rahasia lagi bahwa Agam memiliki keahlian di bidang mengolah makanan. Sudah lama tak berjumpa dengannya, ketimbang menanyakan kabar Arkan justru lebih tertarik pada masakannya.

Seketika seulas senyum terbit di wajah pria berlesung pipi itu"Baiklah, aku juga belum makan malam bang, kalau begitu bisakah kau menggendong kak Jena masuk ke dalam?."

Kedua alis Arkan menukik naik"Kenapa tidak kau saja?."

"Aku tidak berhak menyentuhnya bang."

"Ah, aku lupa kau sangat takut bersentuhan dengan lawan jenis."

"Bukan begitu, hanya tidak terbiasa saja."

"Benarkah? cobalah sesekali, kau akan ketagihan."

"Bang Arkan...." setengah berbisik Agam berujar lirih kepada Arkan. Tak berbeda dengan Gibran, anak tertua dari keluarga Ahmad ini juga suka menggodanya.

"Hahahah, aku heran pria setampan dirimu belum juga memiliki seorang kekasih. Atau jangan-jangan sekarang kau sudah memiliki kekasih?" ujarnya berputar menuju pintu mobil.

Sembari membuka pintu untuk keluar dari mobil Agam menggeleng.

"Benarkah?? apa wajahmu tidak menarik perhatian wanita? aku tidak yakin akan hal itu."

Dari pada menjawab perkataan Arkan, Agam justru meletakan jari telunjuknya di mulut dan meminta Arkan untuk menurunkan nada bicaranya"Syuuut! pelankan suara bang Arkan, kau bisa membangunkannya dan membuat kita menerima omelannya."

Hal itu dibenarkan Arkan dalam benak, hingga dia pun langsung diam dan menggendong Jena sembari berjalan perlahan memasuki rumah.

Tertatih-tatih Arkan menaiki tangga, sekecil apa pun tubuh Jena tetap saja terasa berat baginya. Dia menggendongnya dengan dada berdebar, jika sang adik terbangun pasti akan terjadi kegaduhan di tengah malam ini.

Dengan lembut dan perlahan tubuh kecil itu akhirnya sampai di tempat tidur. Sejurus kedua mata Arkan tersita pada bingkai foto yang terletak di meja kerja Jena. Dia membuka bingkai foto yang tertutup ke bawah itu dan mendapati gambar mereka bertiga di sana. Mereka masih sama-sama kecil saat itu, Jena dengan kuncir kudanya terlihat tersenyum saat dirinya dan Gibran mengapit erat tubuhnya untuk diambil foto.

"Sudah lama sejak senyum ini terlihat di wajah cantikmu, Jena" bisiknya.

"Dan jangan harap kau akan melihat senyum itu lagi."

Seketika Arkan berpaling pada Jena, dia mendapati wanita itu duduk di atas tempat tidur dengan pandangan tajam" Apa yang kau lakukan disini?."

"Aku mendengar Gibran sakit___."

"Mendengar dia sakit kau langsung ke sini, apa yang kau lakukan ketika aku sendirian di ruang sidang?."

Arkan menelan saliva, saat itu dia tengah di luar kota karena urusan pekerjaan.

"Maaf Jena."

"Ya, aku memaafkanmu. Sekarang pergilah dari sini."

"Ini sudah tengah malam."

"Itu bukan sebuah alasan, pergilah. Bawa Gibran bersamamu. Kehadiran kalian sungguh mengganggu" wanita itu bangkit dari tempat tidur dan segera menuju lantai bawah. Melepaskan ikatan pada rambutnya dan membiarkannya bergerai. Meski berantakan Jena masih terlihat cantik saat itu.

"Aku meminta Agam untuk memasak, aku akan segera pulang setelah menyantap masakannya" mengekor langkah sang adik menuruni tangga, Arkan berusaha bertahan di kediaman itu.

"Bocah itu masih di sini? apa dia tidak punya kerjaan" sungut hati Jena.

Menginjakan kaki di area dapur aroma masakan Agam memenuhi indra penciuman. Di meja makan ada Gibran, kanaya, dan Angga di sana. Masing-masing dengan piring dan sendok yang sudah tersedia di depan mata, mereka terlihat seperti kakak beradik kelaparan yang sedang menunggu jatah makan dari ayah tercinta.

Kedua tangan Kanaya melambai ke arah Jena" Kak Jena, sini duduk di sebelah Naya."

"Aku tidak lapar " ujarnya meraih cangkir untuk menyeduh kopi. Datar dan dingin, tak ada senyum di wajah itu.

"Biarkan dia sendiri, kau cukup menyapanya saja" bisik Angga.

Kanaya ber oh saja, mengingat ini kali pertamanya berjumpa dengan calon kaka ipar. Mungkin perlu waktu untuk saling mengenal dan mendekatkan diri satu sama lain.

Arkan mengambil duduk di antara tiga bocah kecil itu, begitu kira-kira kebiasaan Arkan menyebut seseorang yang lebih muda darinya dan kebiasaan itu kini juga dilakukan Jena, adiknya.Tiba-tiba ponsel di saku Jena berdering, nama sang penelepon kali ini juga membuat jena menarik napas kasar.

"Ibu kalian menelpon " benda pipih itu dia letakan di atas meja makan, sementara dia kembali mengaduk kopi yang baru saja dia seduh bersama air panas.

Keceriaan menyelimuti keadaan di meja makan, sementara Jena menarik diri dari keadaan itu. Membuka pintu dapur untuk sampai di beranda belakang, wanita itu memilih duduk menghadap laut lepas dengan secangkir kopi di tangan.

Ada rasa iri menyeruak di dalam dada, namun apalah daya, dengan jelas Jena mendengar hal pertama yang di ucapkan wanita bernama ibu itu"Bagaimana keadaan Gibranku?."

"Gibranku?" desis Jena. Senyum pahit terlihat lebih pahit dari kopi yang sedang dia nikmati.

"Kak Jena dicari mama" suara Gibran terdengar dari arah dapur.

Jena beranjak dari kursi santai dan melangkah semakin jauh ke ujung beranda, kakinya menjuntai menyentuh pasir basah yang terasa dingin.

Begitu enggan Jena masuk kembali ke dalam rumah, menghabiskan secangkir kopi saat tengah malam terasa lebih menarik baginya.

Sorot matanya menangkap bayang beberapa orang di pinggir pantai, mereka para nelayan yang bersiap melaut mencari ikan. Dengan ringan langkah kaki pun membawanya pada mereka, ternyata mereka tengah menarik jala besar dari arah laut.

"Wah, panen besar ya paman?."

Kehadiran Jena membuat mereka terkejut" Nak Jena, ada apa tengah malam begini ke pantai, bahaya nak" ujar salah satu dari mereka.

"Iya nak, lebih baik nak Jena segera kembali ke rumah" seseorang dari mereka menimpali.

"Saya terbiasa bergadang paman, saat duduk di belakang rumah tidak sengaja melihat kalian."

"Oh, jangan mudah penasaran saat melihat sesuatu di pinggir pantai saat malam hari nak, bisa jadi itu halusinasi. Berbahaya" ujar para nelayan.

Jena mengerti akan perkataan mereka, sejak kecil dia juga pernah mendengar sang nenek memperingatinya akan hal itu. Pantai memang tempat yang menarik untuk menghibur diri, namun sesuatu yang cantik dan menarik kerap menyimpan rahasia mistis di dalamnya.

"Iya paman, terimakasih nasehatnya. Jena jadi teringat nasehat nenek saat masih kecil."

Melirik ikan yang berloncatan di dalam jala"Ikannya segar-segar, Jena ingin membelinya paman" ujarnya lagi.

"Nanti pagi-pagi sekali akan paman antarkan ke kediaman nak Jena, sekarang pulanglah dulu."

"Baiklah paman" Jena menuruti perintah para nelayan, dia pun melangkahkan kaki kembali ke kediamannya.

Tak berapa jauh dari area rumahnya seseorang berjalan kesana dan kemari. Saat Jena mendekat dia segera berlari pada wanita itu.

"Kau kemana saja??! ku kira kau menghilang."

"Kau sangat ingin aku menghilang? lebih baik kalian saja yang menghilang dari tempat ini" tukasnya berpahit lidah.

Arkan, pria itu mengatur napas perlahan. Sesaat yang lalu jantungnya berpacu kencang karena tak mendapati sang adik di balkon belakang. Syukurlah wanita itu baik-baik saja.

Meninggalkan Arkan di luar rumah, kini Jena telah berada di dapur. Angga menemani Agam membereskan dapur, Angga mencuci piring sedangkan Agam menata hidangan di meja makan.

"Makanlah, aku sudah menyiapkannya untukmu."

Jena tak menghiraukan Agam.

"Kak Jena" panggilnya pelan.

"Secangkir kopi sudah cukup membuatku kenyang."

"Apa kau tak menyayangi tubuhmu? seingatku tadi siang kau juga meminum kopi."

"Lantas, apa pedulimu?."

"Bukan hanya tadi siang, pagi-pagi buta dia sudah menikmati secangkir kopi sambil menatap jemuranku yang di guyur hujan" kehadiran Gibran mengundang desah napas berat dari seorang Jena.

"Makanlah walau sedikit kak" pinta Agam.

"Aku tak merasa lapar lagi, jangan memaksaku."

Wajah pria itu terlihat sendu, seperti anak kecil yang gagal mendapatkan apa yang dia inginkan. Ada sedikit rasa iba di hati Jena, setidaknya pria ini selalu bertutur kata lembut padanya.

Kursi di meja makan terdengar berderit, Jena menarik kursi itu untuk segera menikmati hidangan. Agam, Lesung pipit di pipinya terlihat dengan jelas, pertanda sang pemilik tengah mengukir senyum di wajahnya.

"Ada apa dengan wajah itu? apa kau sangat ingin pamer masakan ini kepadaku?."

Angga dan Gibran mengulum seyum, mereka turut gembira melihat Agam yang sedang tertawa.

"Hem, masakanmu memang enak. Beruntunglah wanita yang akan menjadi istrimu kelak" seketika senyum di wajah Agam mereda.

"Dasar wanita tak peka" gumam Angga.

"Jelaskan siapa wanita yang akan kau nikahi!" bisik Gibran menyikut tubuh sang sahabat.

"Apa yang kalian bicarakan, kau sudah mengantar kanaya untuk istirahat?" lagi-lagi Agam mengelak meladeni perkataan Gibran tentang rasa di dalam dada.

"Dia sudah tertidur pulas."

"Siapa? siapa yang tertidur pulas?" Jena menangkap obrolan mereka samar-samar.

Seringan bulu angsa Angga berucap"Kanaya kak, tadi Gibran mengantarkan Kanaya untuk tidur di kamar kaka."

"Klontang!!" sendok di tangan Jena dia letakan dengan kasar.

"Kau sudah bosan hidup, Gibran?!."

Agam menggigit bibir, belum banyak makanan yang dia hidangkan untuk Jena nikmati, tapi kedua sahabatnya itu telah menyulut api amarah dalam diri Jena.

"Ada apa lagi?" Arkan masuk ke dalam usai mematikan rokok yang sedang dia nikmati.

Sorot mata Jena beralih pada Arkan"Kau sudah makan bukan?, cepat bawa adik lucknatmu ini pergi dari sini. Juga calon adik iparmu yang sedang mengambil alih kamar kesayanganku" sentaknya dengan pandangan membara, terlebih kepada Gibran. Seketika nyali adik laki-laki itu menciut, memiliki kakak pemarah sungguh membuat jantungnya tidak karuan saat ini.

"Jena, kak Jena" Agam coba menengahi"Ini sudah lewat tengah malam, kasihan bang Arkan jika harus pulang malam ini juga. Mengenai Kanaya, dia kan perempuan, sangat tidak pantas jika dia tidur di kamar Gibran."

"Belum lagi dengan adanya aku dan Angga di sana" lanjutnya berharap Jena mau mengerti.

Jena dengan kepala sekeras batu, jika dipikir-pikir ucapan Agam memanglah benar, tapi kerasnya hati seorang Jena tak bisa luluh begitu saja. Tujuan dia tinggal di kediaman ini untuk hidup dengan aman dan damai sendirian, tiba-tiba makhluk-makhluk ini berdatangan dan dengan leluasa berkeliaran di kediamannya.

Tak sempat menghabiskan hidangan, Jena, naik ke lantai atas meninggalkan mereka.

"Ck, apa dia akan kenyang jika makan sedikit saja."

"Setidaknya ada yang dia makan selain meminum kopi saja" tukas Arkan mengambil duduk di meja makan.

Masing-masing dari mereka terhayut memikirkan kemarahan Jena, saat itu Gibran melontarkan pertanyaan kepada Arkan.

"Apa kedatangan abang murni ingin menengokku sakit?."

"Tentu saja, menengokmu dan juga Jena."

"Dia___masih tak ingin menerima kita?."

"Kita? kau saja, sebab kau selalu mendukung ayah dan ibu. Saat mereka membiarkan Jena tinggal di sini bersama kakek dan nenek bukankah kau sangat senang? bahkan saat Jena tak lagi satu sekolah denganmu, kau juga senang."

"Aku hanya begurau, tidak ku sangka dia merajuk bertahun-tahun" wajah menyebalkan itu tertunduk lesu, sejujurnya dia selalu ingin hidup berdekatan dengan sang kakak.

Agam dan Angga diam saja, membiarkan dua beradik itu saling mencurahkan segala isi hati.

Arkan tak bisa berkata-kata, Gibran yang nakal di mata Jena wajar saja mendapat penolakan darinya, sementara dirinya yang selalu mendukung Jena meski sembunyi-sembunyi dari kedua orang tua mereka, masih juga mendapat penolakan dari adik perempuannya itu. Dampak ketidak adilan perlakuan kedua orang tua malah berimbas pada kerukunan mereka bertiga, padahal waktu kecil mereka bertiga sangat akur. Semua berubah saat Jena di bawa ke kediaman ini.

"Kita tidak bisa merubah masa lalu, setidaknya kita harus berusaha untuk merubah masa depan hubungan keluarga kita" ujar Arkan.

"Sebenarnya sudah lama aku penasaran kenapa ayah dan ibu membiarkan Jena tinggal terpisah dari kita, juga perlakuan mereka yang berbeda kepadanya. Mulai sekarang aku akan mencari tahu penyebabnya, jika masih bisa di perbaiki aku ingin keluarga kita rukun kembali."

To be continued...

Selamat membaca jangan lupa like fav dan komennya.

Salam anak Borneo.

Terpopuler

Comments

Nindira

Nindira

Kenapa harus diperlakukan beda sih?

2022-10-07

0

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

Semoga kalian bertiga bisa akur kembali seperti dulu. Aamiin. Ubahlah ketidak nyamanan Jena menjadi kenyamanan saat dia bersama kalian.

2022-07-30

3

Senajudifa

Senajudifa

masa iya sh thor

2022-07-13

1

lihat semua
Episodes
1 Langit jingga.
2 Pengganggu kecil
3 Abdillah Agam pratama
4 Pesona Jenaira ahmad.
5 Jena dengan segala isi kepalanya.
6 Orange candy
7 Kenangan kelabu
8 Ahmad Arkan
9 Bukan budak cinta
10 Luka lama
11 Mantan sahabat
12 Duhai samudera...
13 Permainan Tiara
14 Healing ala Agam
15 Ramalan silam
16 Kebaikan lelaki tua
17 Berhentilah bermain, Tiara!
18 Kepergian Zafirah
19 Kendali cinta
20 Awal titik terang.
21 Hati sekeras batu
22 Detektif patah hati.
23 Mengungkap rasa.
24 Wanita gila!
25 Flashback
26 Utusan ayah Bagas.
27 Kehilangan.
28 Segi-segi cinta
29 Terbongkar.
30 Topeng Bastian
31 Merindukan senja
32 Air mata Jena
33 Renungan hidup.
34 Sandiwara pengkhianat
35 Hilang arah.
36 Si manis Tiara
37 Dunia baru
38 Sebuah sesal
39 Trip menyenangkan
40 Mencari
41 Jejak Jena
42 Keberadaan Jena
43 Kejar daku, kau tertinggal
44 Arkan yang suka teriakan Gibran
45 Sang pemilik permen jeruk
46 Hati kecil berjiwa besar
47 Gamis titipan
48 Kepanikan Angga
49 Si manis Arabella.
50 Suara hati kecil Jenaira.
51 Pagi yang baru
52 Duka dan tawa
53 Amarah Arabella.
54 Cinta gila!
55 Cinta buta
56 Trauma
57 Lagi, mantan sahabat
58 Surah kasih dan sayang.
59 Kembali tertawa
60 Benih-benih cinta
61 Boomerang
62 Hati kecil Zafirah
63 Gelenyar aneh
64 Pertama.....
65 Langkah merajut rasa
66 Firasat...
67 Kultum Ustadz Yasir
68 Teman di masa lalu
69 Kenyataan...
70 Tekad gila seorang Jena
71 Pribadi Zafirah
72 Nenek manis, Jena meringis
73 Tingkah sang nenek
74 Rindu tersayang
75 Wisata masa lalu
76 bisikan cemburu
77 Lumba-lumba di ujung senja.
78 Belum saatnya
79 Derita Gibran
80 Lumba-lumba incaran Jena
81 Couple manis
82 pergerakan Ane
83 Gadis titipan
84 Nona Melisa
85 Sang penawar hati
86 Mas suami
87 Malaikat tak di inginkan
88 Rival baru
89 Akar kebencian
90 Harapan di ujung senja
91 Hasil dari sebuah kelicikan
92 Buah pahit dari kejahatan
93 Bocah lelaki yang manis
94 Romansa Zafirah
95 Lagi, pesona bocah lelaki
96 Titip cintaku
97 Sang pemilik cincin
98 Benang merah di ujung cincin
99 Ikhlas
100 Jejak takdir
101 Jodoh Zafirah
102 Rival berat Ben!
103 Susu jeruk yang manis
104 Rival tampan sang ayah
105 Rahasia wanita Gibran
106 Pria pilihan abi
107 Pria-pria tepi pantai
108 Hubungan manis yang tidak manis
109 Luka di sebalik senyum Kanaya
110 Cinta manis
111 Idola baru nan tampan
112 Memadu kasih
113 Merajuk
114 Masakan Kanaya
115 Kesepakatan Gibran
116 Kehamilan Zafirah?
117 Pencok buah
118 Isi hati Melisa
119 Agam junior
120 Si tangguh Kanaya
121 Dukungan Melisa
122 Kotak bekal Enda
123 Perdamaian
124 Istriku
125 Asisten dadakan Khair
126 Semburat rindu
127 Sesal kemudian
128 Kue manis
129 Bad mood
130 Salah paham
131 Rencana Khair
132 Saylendra
133 Benang merah abadi
134 Adila vs Jena
135 Misi menggelikan
136 Agam si budak cinta
137 Segelintir pengganggu
138 Felysia
139 Sedikit rasa cemburu(Kata Jena)
140 Tulip merah
141 Perangai wanita berbadan dua
142 Orang masa lalu
143 Cinta tak harus bersama
144 Risau pada sang hati
145 Selera sang calon bayi
146 Bubur ba'ayak
147 Amarah Jenaira
148 Just....
149 Baby Jun
150 Penghujung senja
151 Promo novel baru
152 Novel Syabilla
Episodes

Updated 152 Episodes

1
Langit jingga.
2
Pengganggu kecil
3
Abdillah Agam pratama
4
Pesona Jenaira ahmad.
5
Jena dengan segala isi kepalanya.
6
Orange candy
7
Kenangan kelabu
8
Ahmad Arkan
9
Bukan budak cinta
10
Luka lama
11
Mantan sahabat
12
Duhai samudera...
13
Permainan Tiara
14
Healing ala Agam
15
Ramalan silam
16
Kebaikan lelaki tua
17
Berhentilah bermain, Tiara!
18
Kepergian Zafirah
19
Kendali cinta
20
Awal titik terang.
21
Hati sekeras batu
22
Detektif patah hati.
23
Mengungkap rasa.
24
Wanita gila!
25
Flashback
26
Utusan ayah Bagas.
27
Kehilangan.
28
Segi-segi cinta
29
Terbongkar.
30
Topeng Bastian
31
Merindukan senja
32
Air mata Jena
33
Renungan hidup.
34
Sandiwara pengkhianat
35
Hilang arah.
36
Si manis Tiara
37
Dunia baru
38
Sebuah sesal
39
Trip menyenangkan
40
Mencari
41
Jejak Jena
42
Keberadaan Jena
43
Kejar daku, kau tertinggal
44
Arkan yang suka teriakan Gibran
45
Sang pemilik permen jeruk
46
Hati kecil berjiwa besar
47
Gamis titipan
48
Kepanikan Angga
49
Si manis Arabella.
50
Suara hati kecil Jenaira.
51
Pagi yang baru
52
Duka dan tawa
53
Amarah Arabella.
54
Cinta gila!
55
Cinta buta
56
Trauma
57
Lagi, mantan sahabat
58
Surah kasih dan sayang.
59
Kembali tertawa
60
Benih-benih cinta
61
Boomerang
62
Hati kecil Zafirah
63
Gelenyar aneh
64
Pertama.....
65
Langkah merajut rasa
66
Firasat...
67
Kultum Ustadz Yasir
68
Teman di masa lalu
69
Kenyataan...
70
Tekad gila seorang Jena
71
Pribadi Zafirah
72
Nenek manis, Jena meringis
73
Tingkah sang nenek
74
Rindu tersayang
75
Wisata masa lalu
76
bisikan cemburu
77
Lumba-lumba di ujung senja.
78
Belum saatnya
79
Derita Gibran
80
Lumba-lumba incaran Jena
81
Couple manis
82
pergerakan Ane
83
Gadis titipan
84
Nona Melisa
85
Sang penawar hati
86
Mas suami
87
Malaikat tak di inginkan
88
Rival baru
89
Akar kebencian
90
Harapan di ujung senja
91
Hasil dari sebuah kelicikan
92
Buah pahit dari kejahatan
93
Bocah lelaki yang manis
94
Romansa Zafirah
95
Lagi, pesona bocah lelaki
96
Titip cintaku
97
Sang pemilik cincin
98
Benang merah di ujung cincin
99
Ikhlas
100
Jejak takdir
101
Jodoh Zafirah
102
Rival berat Ben!
103
Susu jeruk yang manis
104
Rival tampan sang ayah
105
Rahasia wanita Gibran
106
Pria pilihan abi
107
Pria-pria tepi pantai
108
Hubungan manis yang tidak manis
109
Luka di sebalik senyum Kanaya
110
Cinta manis
111
Idola baru nan tampan
112
Memadu kasih
113
Merajuk
114
Masakan Kanaya
115
Kesepakatan Gibran
116
Kehamilan Zafirah?
117
Pencok buah
118
Isi hati Melisa
119
Agam junior
120
Si tangguh Kanaya
121
Dukungan Melisa
122
Kotak bekal Enda
123
Perdamaian
124
Istriku
125
Asisten dadakan Khair
126
Semburat rindu
127
Sesal kemudian
128
Kue manis
129
Bad mood
130
Salah paham
131
Rencana Khair
132
Saylendra
133
Benang merah abadi
134
Adila vs Jena
135
Misi menggelikan
136
Agam si budak cinta
137
Segelintir pengganggu
138
Felysia
139
Sedikit rasa cemburu(Kata Jena)
140
Tulip merah
141
Perangai wanita berbadan dua
142
Orang masa lalu
143
Cinta tak harus bersama
144
Risau pada sang hati
145
Selera sang calon bayi
146
Bubur ba'ayak
147
Amarah Jenaira
148
Just....
149
Baby Jun
150
Penghujung senja
151
Promo novel baru
152
Novel Syabilla

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!