Mencinta dengan cara paling sederhana. Memandangnya dalam diam dan memastikan dia bahagia. Agam termangu di depan kamar Jena, dinding kaca yang menjadi penghalang mereka saat itu menjadi saksi betapa lembut tatapan Agam pada sosok Jena.
Wanita bersurai panjang itu terlihat sedang telelap dalam tidur. Agam dapat memastikan dia sangat kelelahan. Ingin rasanya Agam masuk dan membenarkan selimut yang menjuntai ke lantai. Masih mengenakan jaket dan kacamata baca Jena terlihat sangat berantakan.
"Bahkan saat tidur tak beraturan seperti itu kau tampak cantik, Jena"kata-kata itu lolos dengan sendirinya. Agam bahkan terkejut atas kelancangan ucapannya.
Tak ingin semakin hanyut dalam gejolak cinta, Agam segera meninggalkan lantai atas untuk memasak. Menarik lengan baju hingga ke batas siku, pria itu memilah bahan-bahan seadanya di kulkas untuk diolah. Namun tak banyak yang Agam dapatkan, hanya ada beberapa paprika dan telor.
Jam makan siang telah berlalu. Akan memakan waktu lama jika dia kembali ke kota untuk sekedar berbelanja. Meski kerap menemani Gibran bertandang ke kediaman ini, Agam tak tahu banyak dengan lingkungan sekitar. Rumah ini juga terletak di muara perkampungan, dia tak tahu pasti apakah di perkampungan sana ada sebuah minimarket atau....pasar mungkin?. Ck!, pria itu menjadi bingung hanya karena tak menemukan bahan untuk dimasak.
"Agam" suara seseorang mengejutkannya.
"Kak Jena" tiba-tiba sang jantung berdetak kencang. Dia nampak canggung di hadapan wanita yang diam-diam dia sayangi.
Sambil melangkah memasuki dapur Jena meletakan kacamata bacanya di meja makan, meraih cangkir dan menuang kopi hitam pekat.
"Maaf jika saya lancang memasuki dapur kakak."
"Santai saja. Apa kau hendak memasak?. Apa si bocah nakal itu memperbudakmu lagi?."
Suasana menjadi cair. Agam kini tersenyum menatap Jena"Dia mengeluh kelaparan, dan memaksaku untuk menghidangkan makanan untuknya."
Mata coklat yang Agam sukai itu kini menatapnya"Jangan memanjakannya. Tadi pagi dia berlagak menawariku sarapan. Ternyata, dia memanggilmu ke sini untuk hal itu."
"Apa kakak tahu bahwa dia sedang demam?."
Jena cepat-cepat kembali menatap Agam"Gibran demam?. Makhluk nakal itu demam?. Cih!, dasar manja. Hanya terkena hujan sebentar saja sudah demam. Kau tahu wajahnya terlihat baik-baik saja saat mengolok-olokku pagi ini."
"Apa karena aku menyuruhnya mencuci pakaian?. Pakaian itu kotor karena ulahnya sendiri. Dia melempar baju-bajuku ke tengah hujan"ujar Jena lagi.
Agam melirik halaman belakang, dan disanalah pakaian kakak beradik itu sedang dijemur"Hahaha, sepertinya dia demam karena langsung panas-panasan menjemur pakaian kalian."
Jena mendekati Agam, mendongakkan kepala ke arah halaman belakang.
"DEG!!!"jantung pria berkacamata itu berdetak tak karuan. Matanya bergetar memandang wajah Jena yang sangat dekat padanya.
"Dasar lemah" kesal wanita itu sembari menarik diri dari Agam.
"Eh?" kata-katanya mengundang tanya di benak pria pengagumnya itu.
Kelaparan, kehujanan, kedinginan, kemudian kepanasan karena menjemur pakaian dan akhirnya dia menjadi demam. Bocah jaman sekarang, tubuh besar tinggi menjulang menjadi lemah hanya karena hal itu"Memalukan!"Jena berbalik arah, kembali ke lantai atas untuk memeriksa keadaan Gibran.
Agam dengan polosnya mengekor di belakang Jena, mengikuti setiap langkah kecil Jena yang terlihat masih kelelahan. Andai saja dia berhak untuk menggandeng tangan wanita di hadapannya ini....
Akh! cepat-cepat pikiran tidak sopan itu dia tepis jauh.
"Hufhhh" terdengar Jena membuang napas kasar setelah menyentuh kening Gibran, terkapar tak berdaya hingga mengundang rasa iba di hati Jena.
"Kau jaga dia di sini, aku akan ke minimarket di ujung pulau."
"Apa kakak akan belanja banyak?. Jika membawaku aku bisa menolong kakak membawakan belanjaan."
"Tidak perlu, aku bisa sendiri."
Sedikit mengejar langkah Jena yang akan meninggalkan kamar Gibran"Kulihat air minum di dalam kulkas juga kosong. Aku bisa membantumu mengangkat air mineral."
"Kau rela jika dia mati sendirian di rumah ini?"telunjuknya mengarah pada Gibran.
"Sialan!!!aku masih bisa hidup seribu tahun lagi"gerutu Gibran berusaha bangun. Akhirnya pemuda ini bersuara, meski lemah.
"Aku haus, cepat beli air minum untukku."
Rahang sang kakak mengeras, dia kesal"Jika akan hidup seribu tahun lagi kenapa terkena hujan sedikit saja kau langsung demam?. Lagipula jika kau haus kenapa tidak berjalan sendiri untuk membeli minuman?."
Suasana itu sangat tidak nyaman bagi Agam. Beginikah cara kakak beradik ini mengungkapkan rasa sayang mereka?
"Cerewet, aku lapar dan haus" rengek Gibran.
Menoleh Agam sekilas"Ash!cepat ambil kunci mobilmu. Akan semakin merepotkan jika bocah tengil ini mati di sini. Aku yakin arwahnya akan menghantuiku sepanjang masa."
"Oh, i-iya kak" bergegas Agam meraih kunci mobilnya di nakas.
Gibran tertawa penuh arti kepada Agam"Cepat takhlukkan kucing betina galak itu, sudah cukup hanya memandang saja"bisiknya pada Agam.
Tak ada jawaban dari mulut Agam. Seolah tak mendengar bisikan itu dia melangkah pergi menyusul Jena yang mungkin sudah sampai di halaman.
Angga menelpon Gibran sebab mereka tak kunjung datang. Saat itulah Angga tahu tentang keadaan Gibran. Tanpa menunda-nunda, Angga juga pergi ke pantai untuk menjenguknya tentu saja dengan membawa gadis pujaan sang sahabat tengil.
"Aku yakin dia akan segera sembuh saat kita sampai di sana."
Wanita berambut hitam sebahu itu tersenyum malu-malu, Kanaya namanya. Melihat senyuman itu dapat Angga pastikan bahwa Kanaya sangat menyayangi Gibran.
Matahari sangat menyengat siang itu. Agam tak terbiasa dengan cuaca panas. Sesampainya di minimarket pria itu segera menuju rak yang tersusun air mineral. Saat hendak mengambil salah satu botol minuman di sana, Jena menarik lengannya menuju ke suatu area.
Ternyata dia membawa Agam ke depan kulkas minuman dingin. Mengambil merek minuman yang tadi hendak Agam buka dan menempelkan botol minuman dingin itu ke pipinya.
"Jessss!!!"Agam merasakan kesejukan saat itu juga.
"Enak kan?."
"Hem"angguknya.
"Kau jangan hanya mengangguk. Jika tidak suka kau langsung bilang saja."
"Aku menyukaimu."
"Hah???!."
"Akh!!maksudku aku menyukai hal itu, menempelkan minuman dingin di tubuh saat kita kepanasan adalah hal yang aku sukai" ujarnya berkata cepat. Dia nampak gelagapan. Tak seperti biasanya yang berbicara pelan dan santai.
Entah dimana letak lucunya, Jena tertawa melihat gelagat Agam.
Bolehkah menikmati senyum dan tawa itu sebentar saja?. Agam terpesona dengan mimik wajah Jena yang jarang terlihat. Alih-alih sering tertawa, wanita yang lebih tua satu tahun darinya itu sering memasang wajah datar.
Sorot mata yang kerap terlihat tajam, membentuk bulan sabit ketika dia tertawa. Bibir yang dia poles sedikit lipstik berwarna nude itu mengembang dengan indahnya"Astaghfirullah"Agam memejamkan kedua mata.
"Kenapa?" tanya Jena.
"Tidak apa-apa, bukankah kakak ingin berbelanja?."
Jena mengangguk"Iya,mku lihat kau sangat tersiksa dengan cuacana panas ini. Lebih baik kau duduk saja di sana sambil menikmati minumanmu. Aku akan memanggilmu ketika sudah selesai berbelanja."
Demi menahan diri Agam setuju untuk menunggu saja di sudut minimarket. Duduk di meja yang memang disediakan untuk pengunjung yang ingin menikmati makanan dan minuman mereka secara langsung.
Sambil mengamati sekitar, Agam menyimpulkan bahwa minimarket ini tak kalah bagus dengan minimarket di pusat kota.nBersebelahan dengan toko pakaian yang juga tak kalah modis dengan butik-butik di area perkotaan.
Usai berbelanja Jena meminta Agam untuk membawa barang belanjaanya. Benar perkataan Agam tadi, Jena berbelanja banyak.
"Aku melihat sesuatu yang menarik di toko baju itu."
"Aku akan pergi sebentar"tukasnya meninggalkan Agam yang memasukan belanjaan ke dalam mobil.
Tak berapa lama wanita itu datang mengenakan syal besar di kepalanya. Menutupi sebagian besar surai panjangnya Jena terlihat seperti wanita yang mengenakan hijab.
"Subhanallah" hati pria itu semakin berdesir.
"Maaf membuatmu menunggu, aku melihat syal ini saat akan masuk ke minimarket tadi.
"Bagus tidak?"tanyanya meminta pendapat pada Agam.
Terlihat mengangguk saja, Agam tak kuasa menatap Jena lekat-lekat.
To be continued...
Selamat membaca, jangan lupa like fav dan komennya.
Salam anak Borneo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Nurlela Nurlela
lha kasihan angga dong jaga konter sendirian, agam disandera gibran di rmh pantai 😊
2022-11-04
0
Nindira
Jena Gibran juga manusia kali jadi dia bisa sakit
2022-10-02
0
Ria Diana Santi
Hayooo yang mulai terpesona akan penampilan si Jena. 🤭
Kalo suka sok atuh halalkan, gas kan.😁
2022-07-28
2