Abdillah Agam pratama

Hujan menyapa pasir pantai yang sempat panas terjemur matahari. Gemericik suara sang hujan di atas genteng membuat Gibran terkejut bukan kepalang. Pasalnya, setelah dua hari tinggal bersama sang kakak tak sekalipun wanita itu berniat mencucikan pakaian Gibran. Tak tahan melihat pakaian kotor yang menumpuk, pria berkulit sawo matang itu akhirnya mencuci pakaian pagi-pagi sekali.

Usai menjemur pakaian di halaman belakang Gibran merasa kelelahan, tak sempat mandi pria tinggi menjulang itu tertidur berayun dalam ayunan di beranda kamar.

Cepat lari Gibran cepat pula turun sang hujan, dalam sekejap pakaian yang dia jemur menjadi basah kuyup.

"Kak Jenaaaaaa" teriaknya. Usaha mencuci pakaian itu sia-sia. Padahal Jena sedang duduk manis di teras belakang sambil menikmati secangkir kopi, saat hujan itu turun.

"Apa sih?!!" Jena tak kalah berteriak.

"Pakaian Gibran dibiarkan basah!."

"Ini masih pagi, pakaian itu juga baru dijemur bukan?."

"Pakaian itu sudah setengah kering, setidaknya kakak bantu angkat agar tak basah kuyup seperti sekarang."

"Bawel, kenapa tidak pergi saja dari sini. Di rumah sana kau tidak akan mencuci baju."

Mendengar ocehan Jena, bibir Gibran terlihat cemberut. Begitukah cara Jena untuk mengusirnya dari sini?. Hahaha, tidak semudah itu. Gibran bukanlah seorang pria muda yang gampang menyerah. Meski Jena terkenal keras kepala dan irit bicara Gibran tak akan kalah begitu saja darinya.

Membiarkan dirinya diguyur hujan Gibran mengambil jemurannya tanpa sepatah katapun. Memasukannya ke dalam keranjang dan membawanya kembali ke dapur.

"Apa yang akan kau lakukan pada pakaian basah itu? ingat aku tidak suka sesuatu yang kotor dan basah."

"Cih, aku juga tidak menyukai hal itu. Tenang saja, aku akan mengeringkannya kembali ke dalam mesin cuci."

"Aku sedang memakai mesin cuci."

Salah satu alis tebal Gibran terangkat naik "Oh, ya??? jadi di dalam mesin cuci itu ada pakaian kak Jena?."

Perasaan tidak enak tiba-tiba menghinggapi pikiran Jena, tidak!!! Gibran mengeluarkan pakaian Jena yang sudah setengah kering dan melempaskan ke halaman. Bertebaran di antara pasir pantai yang basah, Jena menjerit histeris melihat kejadian itu.

"GIBRAAAANNNNN!!!."

Tak akan menunggu serangan maut dari Jena, sambil menenteng pakaian kotornya di dalam keranjang Gibran lari ke lantai atas. Oh Tuhan, jejak kaki basah dan berpasir Gibran menodai karpet dan lantai rumah, rasa kesal Jena semakin menjadi-jadi"Hei bocah sialan, berhenti!."

Gelak tawa Gibran pecah dan terdengar renyah, melihat Jena yang marah lebih menyenangkan daripada melihatnya menangis. Terdengar langkah berlari Jena menyusulnya menaiki tangga, dalam sekejap Gibran mengunci pintu kamarnya dan juga jendela.

"Bocah sialan, keluar kau!" kedua mata Jena terbuka lebar, seperti bola ping-pong yang siap untuk meloncat.

"Galak sekali, kakak pikir aku akan keluar melihat kakak yang galak seperti itu? aku masih waras kak Jena. Jika aku keluar nyawaku bisa melayang" duduk bersila menghadapi Jena di depan kaca transparan, Gibran membuat hati Jenaira bergemuruh dan ingin meledak.

Dadanya naik turun, jika ada sebuah kereta api di dalam kepalanya pasti kedua telinganya akan mengeluarkan gumpalan asap panas. Memiliki adik menyebalkan sangat mengganggu ketenangan Jena.

"Pergi dari sini Gibran, kehadiranmu membuat hidupku semakin kacau!" Jena terpekik.

"Aku tidak peduli, aku akan tetap tinggal di sini."

Argh! Jena semakin gusar, mengingat kekacauan di bawah membuat Jena semakin geram pada Gibran. Pagi-pagi sekali dia menyapu dan mengepel setiap jengkal lantai di bawah. Jena juga menggelar karpet yang sudah dia sapu bersih agar suasana rumah semakin nyaman. Sekarang, kenyamanan yang sudah dia ciptakan sejak pagi buta seketika sirna dan berganti dengan jejak kaki basah, juga pasir basah yang berserakan.

Sorot mata itu menatap Gibran dalam-dalam. Bagai sebilah belati nyali sang adik sedikit menciut karena tatapannya.

"Maaf" lolos jua sebuah kata itu dari mulut Gibran, dengan kedua tangan menangkup memohon ampun kepada Jena.

Jemari Jena menempel pada dinding kaca yang memisahkan mereka"Bereskan kekacauan di bawah, cuci bersih pakaianku, dan bersikap baiklah jika ingin tetap di sini" suaranya terdengar bergetar, bukan karena sedih tapi menahan amarah yang meluap-luap.

"Oke" dengan santai dan tanpa beban Gibran menyetujui persyaratan Jena. Dia memang suka membuat Jena kesal kemudian memohon ampun dan mencoba berdamai dengannya. Intinya, Gibran suka bermain dengan emosi sang kakak, meski bisa membahayakan tubuhnya.

Rasanya Jena akan gila dalam waktu dekat, niat hati me-rilekskan diri usai mengetik naskah novelnya yang baru selesai dini hari tadi, kenyataannya sekarang dia tengah bertempur dengan diri sendiri agar kewarasannya tetap terjaga"Sabar Jena, jangan sampai bocah nakal itu kau lemparkan ke tengah laut sana" ucapnya sambil mengelus dada.

"Sabar____" Gibran ikut berkata.

"Orang sabar akan jadi subur. Kak Jena kan kecil mungil binti bonsay, makanya harus banyak-banyak bersabar agar pertumbuhan kakak semakin subur dan makmur."

Helaan napas berat Jena terdengar ke telinga Gibran di dalam sana" Tolong jangan buat aku gila."

"Oke" lagi, Gibran menjawab perkataan Jena dengan santai.

Mulai mengacak rambut karena frustasi"Akh, aku harus tidur. Aku akan benar-benar gila jika terus berhadapan denganmu." Terseok-seok Jena meninggalkan adik nakalnya menuju kamar sebelah, tempat ternyamannya.

Baru sekejap rasanya dia memejamkan mata bocah nakal itu berteriak di depan pintu kamarnya"Kak Jena mau makan? aku akan membuat sarapan."

"Ash! Dosa apa yang telah aku lakukan di kehidupan lampau......" gerutu Jena.

"Tidak! aku tak ingin mati karena keracunan"balasnya berteriak.

Gibran tertawa, dia suka Jena yang marah. Merasa telah puas menyulut api amarah sang kakak dia pun meninggalkannya untuk beristirahat.

Kali ini Gibran benar-benar melaksanakan persyaratan Jena, dia yang dasarnya memang orang yang rapi memberekan kekacauan yang dia perbuat dengan sangat baik. Dia bahkan menambahkan parfum di ruangan itu, aroma manis yang disukai Jena.

Basah-basahan Gibran mengambil kembali pakaian Jena, masih mengenakan pakaian basah dia membereskan cucian kotornya dan Jena. Cukup lama pria itu berkutat di depan mesin cuci hingga menjemur cucian bersihnya di tempat yang teduh.

Hari beranjak naik, hujan perlahan reda dan mentari kembali bersinar. Tanggung untuk mandi Gibran segera memindahkan jemuran pakaian mereka ke tengah halaman. Mengangkat dua jemuran besi besar karena bajunya dan baju Jena lumayan banyak. Kedinginan dan kepanasan, lengkap penderitaan Gibran hari ini.

Kesibukan membuatnya lupa untuk sarapan, selepas mandi dia hanya ingin segera beristirahat. Deru ombak beserta angin sepoi-sepoi membuat kedua matanya mengantuk dan akhirnya dia pun tertidur pulas.

*

*

*

*

Di sebuah pusat perbelanjaan.

Toko ponsel dengan nama"Ponsel suka-suka" nampak dua pria muda tengah sibuk melayani pelanggan. Pelanggan datang silih berganti, ada yang menjual dan ada pula yang membeli.

"Sebentar lagi jam makan siang, si tengil kenapa belum datang juga."

Menanggapi perkataan rekan kerjanya, pria berkacamata berucap"Mungkin karena hujan si tengil Gibran tidak datang ke sini."

"Tidak mungkin, Gibran punya janji dengan pacarnya siang ini."

"Kau tau dari mana?."

"Pacar baru Gibran kan sepupuku, hampir semalaman gadis kecil itu bercerita bagaimana awal mula Gibran mendekati dia. Hahahah, dia tidak menyadari ada campur tangan aku dalam hubungan mereka."

"Jadi sekarang si tengil tidak melajang lagi?."

Pemuda satu itu bernama Angga, seraya mengangguk"Yah begitulah."

"Kau yakin mendukung hubungannya dengan sepupumu?." Tanya pemuda berkacamata, bernama Agam.

Baru saja Angga ingin menjawab pertanyaan Agam, ponsel si lawan bicara berdering.

"Assalamualaikum, iya Gib?."

"Waalaikumsalam Gam, bisakah kau menjemputku? mobilku mogok."

"Di mana posismu? insa Allah aku bisa menjemputmu."

"Aku di rumah pantai."

"Kau jadi pindah kesana? bukankah kau bilang kak Jena menolakmu?."

"Kau lupa kami satu Ayah dan Ibu? jika dia keras kepala maka aku lebih keras kepala." sahut Gibran pula.

"Batu bertemu batu hanya akan saling menghancurkan Gibran, kau tidak seharusnya____."

"Jangan mulai menceramahiku, jadi menjemputku tidak?" sambar Gibran, kata-kata Agam tak tuntas dia dengarkan.

"Mobilnya mogok dan dia sedang berada di rumah pantai. Memang pandai sekali menyusahkan orang" sambil mematikan panggilan telepon Agam berucap kepada Angga.

"Buruan jemput dia, untuk sementara aku bisa menjaga konter ini sendiri" berbeda dengan Gibran yang jahil dan petakilan, dua sahabat nya ini terlihat lebih waras.

Memejamkan mata sambil membuang nafas, Agam segera menjemput Gibran di rumah pantai. Butuh waktu hampir satu jam untuknya mencapai rumah pantai itu, dan ketika telah sampai di sana Gibran tengah bersandar di kursi goyang mengenakan kacamata hitam.

"Assalamualaikum."

"Ng?" Gibran melirik Agam dengan kacamata melorot di hidung.

"Waalaikumsalam, lama sekali. Satu jam aku menunggumu disini" si tengil melirik jam yang melingkar di tangan dan memandang Agam dengan alis berkerut, berlagak sedang merajuk.

Tak ingin berdebat Agam berniat segera membawa Gibran ke konter ponsel" Cepat berangkat, konter hape kita sedang ramai-ramainya."

"Kau tidak berniat mampir dulu? menyapa kak Jena misalnya?" tukasnya mengayunkan kursi goyang.

Agam diam saja, bukan rahasia lagi bahwa dirinya menyukai Jena. Jena wanita pertama yang dia cintai setelah wanita yang melahirkannya. Rasa cinta yang dalam membuatnya patah hati di hari pernikahan Jena. Bukan tak ingin berterus terang akan perasaan yang dia pendam terhadap Jena, hanya melihat Jena tersenyum dan tertawa bersama kekasihnya kala itu sudah cukup membuat Agam berbahagia. Tak pernah ada wanita lain yang singgah di hatinya, bahkan sampai saat ini meski waktu telah lama berlalu.

"Jangan melamun, aku tidak bisa meruqyah mu jika kerasukan."

Suara itu mengacaukan lamunan Agam akan Jena" Sembarangan! jangan asal bicara Gibran, cepat berangkat ke kota."

"Yakin tak ingin menyapa kak Jena?."

"Tidak perlu."

"Gam, sebenarnya aku merasa sedikit pusing."

"Lantas?."

"Aku tidak jadi saja ke konternya, kau dan Angga pasti bisa mengatasi keadaan di sana."

Melangkah maju, Agam mengambil duduk di samping Gibran"Jika sudah tau merasa pusing kenapa kau meminta aku menjemputmu?" rasa kesal mulai menyinggahi pikiran Agam. Jauh-jauh ke sini ternyata dia hanya dijahili si tengil.

"Aku bosan, dan mengerjaimu membuatmu senang."

"Plak!!" sangat enteng telapak tangan Agam mendarat di kening Gibran.

"Ash!! sakit Gam!."

"Dasar kurang kerjaan, bayangkan bagaimana sibuknya Angga sekarang sendirian menjaga konter. Kau membuang waktu berhargaku Gibran. Tidak bisakah kau bersikap dewasa?."

"Akh, kepalaku semakin pusing. Juga omelanmu membuatku semakin pusing" lenguhnya memegangi kepala dengan kedua tangan.

Ada sedikit rasa iba melihat Gibran yang jahil berlagak kesakitan"Kau memang jago membuat orang kesal, ayo aku antar ke kamar."

"Kenapa tidak dari tadi? kau sangat lambat dalam bertindak, Gam"protesnya.

"Ash, saat sakitpun kau sangat bawel. Sepertinya bukan keningmu yang harus ku kompres, tapi mulut cerewetmu."

" Apa kau tega berbuat begitu kepadaku? ingat aku ini calon adik iparmu" celotehnya, padahal Agam sedang memapahnya saat ini.

Wajah Agam seketika merona"Demammu semakin menjadi, sekarang mulutmu sedang meracau."

"Aku tidak sedang meracau."

"Diamlah!, sentak Agam. Dia membuka pintu kamar dan merebahkan pria itu di tempat tidur.

"Hihihi, wajahmu memerah" jari telunjuknya hampir mengenai batang hidung Agam, jika pria itu tak segera berdiri sedikit menjauh.

"Matamu buram, di mana kotak obatmu biar ku berikan kau obat."

Gibran memegangi perutnya"Aku lapar."

Agam kembali duduk di tepian tempat tidur Gibran"Kau juga ingin aku memasak untukmu?? yang benar saja!."

Jurus jitu untuk merayu Agam yang tidak tegaan"Ayolah Gam, aku bisa mati kelaparan."

"Jangan bersikap dramatis, kau hanya demam dan kelaparan. Akh, aku sudah rapi seperti ini kau paksa berkutat di dapur."

"Sepertinya kak Jena juga belum makan" sebuah kata yang meluluhkan hati seorang Agam.

"Ck! jika tidak kasihan kepadamu aku tidak akan memasak untukmu" langkah kaki Agam perlahan terdengar menjauh. Gibran benar-benar lelah, dan kelaparan. Dia tersenyum meski kedua matanya terasa berat, menantikan masakan Agam yang bercita rasa sedap.

To be continued.

Selamat membaca,jangan lupa like,fav dan komennya.

Tepian sungai arut, Pangkalanbun

Terpopuler

Comments

Nindira

Nindira

Ya Jena mana mau Gibran keluar takut nyawanya melayang kamu sih salah malah nyuruh dia keluar harusnya kamu baik²in dia dulu baru diam² memberi serangan🤣

2022-10-02

0

Hulapao

Hulapao

haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤

2022-09-15

2

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

Sabarkan hatimu ya, Gam. 🙃

2022-07-27

3

lihat semua
Episodes
1 Langit jingga.
2 Pengganggu kecil
3 Abdillah Agam pratama
4 Pesona Jenaira ahmad.
5 Jena dengan segala isi kepalanya.
6 Orange candy
7 Kenangan kelabu
8 Ahmad Arkan
9 Bukan budak cinta
10 Luka lama
11 Mantan sahabat
12 Duhai samudera...
13 Permainan Tiara
14 Healing ala Agam
15 Ramalan silam
16 Kebaikan lelaki tua
17 Berhentilah bermain, Tiara!
18 Kepergian Zafirah
19 Kendali cinta
20 Awal titik terang.
21 Hati sekeras batu
22 Detektif patah hati.
23 Mengungkap rasa.
24 Wanita gila!
25 Flashback
26 Utusan ayah Bagas.
27 Kehilangan.
28 Segi-segi cinta
29 Terbongkar.
30 Topeng Bastian
31 Merindukan senja
32 Air mata Jena
33 Renungan hidup.
34 Sandiwara pengkhianat
35 Hilang arah.
36 Si manis Tiara
37 Dunia baru
38 Sebuah sesal
39 Trip menyenangkan
40 Mencari
41 Jejak Jena
42 Keberadaan Jena
43 Kejar daku, kau tertinggal
44 Arkan yang suka teriakan Gibran
45 Sang pemilik permen jeruk
46 Hati kecil berjiwa besar
47 Gamis titipan
48 Kepanikan Angga
49 Si manis Arabella.
50 Suara hati kecil Jenaira.
51 Pagi yang baru
52 Duka dan tawa
53 Amarah Arabella.
54 Cinta gila!
55 Cinta buta
56 Trauma
57 Lagi, mantan sahabat
58 Surah kasih dan sayang.
59 Kembali tertawa
60 Benih-benih cinta
61 Boomerang
62 Hati kecil Zafirah
63 Gelenyar aneh
64 Pertama.....
65 Langkah merajut rasa
66 Firasat...
67 Kultum Ustadz Yasir
68 Teman di masa lalu
69 Kenyataan...
70 Tekad gila seorang Jena
71 Pribadi Zafirah
72 Nenek manis, Jena meringis
73 Tingkah sang nenek
74 Rindu tersayang
75 Wisata masa lalu
76 bisikan cemburu
77 Lumba-lumba di ujung senja.
78 Belum saatnya
79 Derita Gibran
80 Lumba-lumba incaran Jena
81 Couple manis
82 pergerakan Ane
83 Gadis titipan
84 Nona Melisa
85 Sang penawar hati
86 Mas suami
87 Malaikat tak di inginkan
88 Rival baru
89 Akar kebencian
90 Harapan di ujung senja
91 Hasil dari sebuah kelicikan
92 Buah pahit dari kejahatan
93 Bocah lelaki yang manis
94 Romansa Zafirah
95 Lagi, pesona bocah lelaki
96 Titip cintaku
97 Sang pemilik cincin
98 Benang merah di ujung cincin
99 Ikhlas
100 Jejak takdir
101 Jodoh Zafirah
102 Rival berat Ben!
103 Susu jeruk yang manis
104 Rival tampan sang ayah
105 Rahasia wanita Gibran
106 Pria pilihan abi
107 Pria-pria tepi pantai
108 Hubungan manis yang tidak manis
109 Luka di sebalik senyum Kanaya
110 Cinta manis
111 Idola baru nan tampan
112 Memadu kasih
113 Merajuk
114 Masakan Kanaya
115 Kesepakatan Gibran
116 Kehamilan Zafirah?
117 Pencok buah
118 Isi hati Melisa
119 Agam junior
120 Si tangguh Kanaya
121 Dukungan Melisa
122 Kotak bekal Enda
123 Perdamaian
124 Istriku
125 Asisten dadakan Khair
126 Semburat rindu
127 Sesal kemudian
128 Kue manis
129 Bad mood
130 Salah paham
131 Rencana Khair
132 Saylendra
133 Benang merah abadi
134 Adila vs Jena
135 Misi menggelikan
136 Agam si budak cinta
137 Segelintir pengganggu
138 Felysia
139 Sedikit rasa cemburu(Kata Jena)
140 Tulip merah
141 Perangai wanita berbadan dua
142 Orang masa lalu
143 Cinta tak harus bersama
144 Risau pada sang hati
145 Selera sang calon bayi
146 Bubur ba'ayak
147 Amarah Jenaira
148 Just....
149 Baby Jun
150 Penghujung senja
151 Promo novel baru
152 Novel Syabilla
Episodes

Updated 152 Episodes

1
Langit jingga.
2
Pengganggu kecil
3
Abdillah Agam pratama
4
Pesona Jenaira ahmad.
5
Jena dengan segala isi kepalanya.
6
Orange candy
7
Kenangan kelabu
8
Ahmad Arkan
9
Bukan budak cinta
10
Luka lama
11
Mantan sahabat
12
Duhai samudera...
13
Permainan Tiara
14
Healing ala Agam
15
Ramalan silam
16
Kebaikan lelaki tua
17
Berhentilah bermain, Tiara!
18
Kepergian Zafirah
19
Kendali cinta
20
Awal titik terang.
21
Hati sekeras batu
22
Detektif patah hati.
23
Mengungkap rasa.
24
Wanita gila!
25
Flashback
26
Utusan ayah Bagas.
27
Kehilangan.
28
Segi-segi cinta
29
Terbongkar.
30
Topeng Bastian
31
Merindukan senja
32
Air mata Jena
33
Renungan hidup.
34
Sandiwara pengkhianat
35
Hilang arah.
36
Si manis Tiara
37
Dunia baru
38
Sebuah sesal
39
Trip menyenangkan
40
Mencari
41
Jejak Jena
42
Keberadaan Jena
43
Kejar daku, kau tertinggal
44
Arkan yang suka teriakan Gibran
45
Sang pemilik permen jeruk
46
Hati kecil berjiwa besar
47
Gamis titipan
48
Kepanikan Angga
49
Si manis Arabella.
50
Suara hati kecil Jenaira.
51
Pagi yang baru
52
Duka dan tawa
53
Amarah Arabella.
54
Cinta gila!
55
Cinta buta
56
Trauma
57
Lagi, mantan sahabat
58
Surah kasih dan sayang.
59
Kembali tertawa
60
Benih-benih cinta
61
Boomerang
62
Hati kecil Zafirah
63
Gelenyar aneh
64
Pertama.....
65
Langkah merajut rasa
66
Firasat...
67
Kultum Ustadz Yasir
68
Teman di masa lalu
69
Kenyataan...
70
Tekad gila seorang Jena
71
Pribadi Zafirah
72
Nenek manis, Jena meringis
73
Tingkah sang nenek
74
Rindu tersayang
75
Wisata masa lalu
76
bisikan cemburu
77
Lumba-lumba di ujung senja.
78
Belum saatnya
79
Derita Gibran
80
Lumba-lumba incaran Jena
81
Couple manis
82
pergerakan Ane
83
Gadis titipan
84
Nona Melisa
85
Sang penawar hati
86
Mas suami
87
Malaikat tak di inginkan
88
Rival baru
89
Akar kebencian
90
Harapan di ujung senja
91
Hasil dari sebuah kelicikan
92
Buah pahit dari kejahatan
93
Bocah lelaki yang manis
94
Romansa Zafirah
95
Lagi, pesona bocah lelaki
96
Titip cintaku
97
Sang pemilik cincin
98
Benang merah di ujung cincin
99
Ikhlas
100
Jejak takdir
101
Jodoh Zafirah
102
Rival berat Ben!
103
Susu jeruk yang manis
104
Rival tampan sang ayah
105
Rahasia wanita Gibran
106
Pria pilihan abi
107
Pria-pria tepi pantai
108
Hubungan manis yang tidak manis
109
Luka di sebalik senyum Kanaya
110
Cinta manis
111
Idola baru nan tampan
112
Memadu kasih
113
Merajuk
114
Masakan Kanaya
115
Kesepakatan Gibran
116
Kehamilan Zafirah?
117
Pencok buah
118
Isi hati Melisa
119
Agam junior
120
Si tangguh Kanaya
121
Dukungan Melisa
122
Kotak bekal Enda
123
Perdamaian
124
Istriku
125
Asisten dadakan Khair
126
Semburat rindu
127
Sesal kemudian
128
Kue manis
129
Bad mood
130
Salah paham
131
Rencana Khair
132
Saylendra
133
Benang merah abadi
134
Adila vs Jena
135
Misi menggelikan
136
Agam si budak cinta
137
Segelintir pengganggu
138
Felysia
139
Sedikit rasa cemburu(Kata Jena)
140
Tulip merah
141
Perangai wanita berbadan dua
142
Orang masa lalu
143
Cinta tak harus bersama
144
Risau pada sang hati
145
Selera sang calon bayi
146
Bubur ba'ayak
147
Amarah Jenaira
148
Just....
149
Baby Jun
150
Penghujung senja
151
Promo novel baru
152
Novel Syabilla

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!