Ander tercengang saat melihat seorang wanita yang berusaha masuk ke ruangannya.
Wanita itu menghampiri meja kerjanya sembari menundukan kepalanya. Tatapan Ander turun memastikan telapak kaki wanita itu tidak melayang.
"Aku kira kau sudah mati"
deg.
Dia mengenali suara itu, kepalanya terangkat bersamaan dengan kedua bola matanya yang membulat sempurna.
"Kau.."
"Kita bertemu lagi" ucap pria itu dengan wajah datarnya.
"Kenapa kau ada disini?"
"Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kau ada disini dan memakai seragam pelayan perusahaanku?"
"A-pa? Jangan bilang kau CEO disini?"
"Menurutmu?" pria itu malah balik bertanya.
Ziva mengatur nafasnya dia tidak boleh terpancing emosi atau dia akan dipecat. Saat ini dia benar-benar membutuhkan pekerjaan ini.
"Ini kopi anda Tuan dan saya permisi" Wanita itu memutar tubuh lalu berjalan dengan cepat menuju pintu keluar.
Namun tangan Ander dengan cepat meraih remote agar pintu itu tertutup rapat.
"Apa-apaan ini?"
Ander tak menjawab, pria itu bangkit dari kursi kebesarannya lalu berjalan memutar dan duduk tepat diatas meja kerjanya. Tangannya meraih gelas kopi yang sebelumnya dibawakan oleh Ziva.
"Duduklah, kita berbincang dulu" Ander mengangkat dagunya menunjuk sofa yang tersedia disana.
"Saya sedang bekerja Tuan, tolong buka pintunya" meski isi dadanya sedang meletup-letup tapi dia harus tetap tenang.
"Duduk, atau aku akan memaksamu!"
Ziva beringsut suara itu terdengar sangat menyeramkan, mau tidak mau dia akhirnya menurut. Bokongnya mendarat mulus diatas sofa empuk itu.
Ander beranjak lalu duduk tepat di hadapan Ziva.
Tatapannya memindai penampilan wanita yang selama ini selalu menghantuinya.
"Aku tidak menyangka ternyata setelah malam panas kita waktu itu kau malah hidup dengan bekerja menjadi pelayan disini. Padahal jika kau berminat, kau hanya perlu menjadi pelayanku diatas ranjang dan aku akan menjamin kehidupanmu"
Dada Ziva terlihat naik turun pertanda dia mulai tersulut emosi, matanya menatap tajam pada pria brengsek yang ternyata adalah boss-nya sekarang.
"Dasar pria tidak tahu malu!" hardiknya.
"Kau berbicara seperti itu karena kau tidak mengingatnya. Bahkan suaramu terdengar sangat merdu saat berada di bawah kungkunganku. Kalau saja saat itu kau sedang dalam keadaan sadar, kupastikan saat ini kau sedang memuja-mujaku"
"Aku bahkan tidak sudi untuk mengingatnya!!"
"Benarkah? Bagaimana kalau aku membantumu agar mengingatnya kembali?"
"Diam di tempatmu!" peringat Ziva panik saat Ander berjalan mendekat ke arahnya.
"Kau tau setelah malam itu aku tidak pernah menyentuh wanita lain lagi, karena tubuh indahmu selalu melayang-layang di pikiranku"
Ziva mendorong tubuh kekar yang hampir saja menyentuh tubuhnya. Dia berlari menuju pintu yang masih dalam keadaan tertutup rapat. Berharap nasib baik sedang berpihak padanya.
Tapi mustahil, pintu ini tidak bisa dibuka. Ander semakin mendekat bahkan jas pria itu sudah hilang entah kemana menyisakan sebuah kemeja berwarna putih dengan dua kancing atas yang sudah terbuka.
Wajah Ziva mulai pucat badannya bergetar hebat. Dan..
hap.
Ander berhasil meraih tubuh ramping itu bersamaan dengan Ziva yang tidak sadarkan diri.
"Hey, kau kenapa? Bangunlah!"
"Kenapa badannnya sangat dingin"
"Denyut nadinya melemah. Kalau seperti ini aku pasti akan benar-benar dikejar setan penasaran"
Ander mengangkat tubuh ramping itu menuju salah satu ruangan yang terhubung dengan ruang kerjanya, membaringkannya disana dengan nyaman.
Lalu memanggil Rey agar datang ke ruangannya.
10 detik kemudian Rey sudah berada di hadapannya "Hubungi Dokter Lucy, 20 menit"
Rey mengangguk, dia pamit keluar untuk menghubungi dokter pribadi keluarga Gif. Walaupun dia penasaran kenapa Ander meminta dokter cantik itu datang ke kantor padahal Ander kelihatannya baik-baik saja.
Dia belum tau kalau Ziva ada di dalam sana.
Sesuai dengan waktu yang Ander berikan akhirnya dokter cantik itu sampai dengan selamat.
"Hey Der, kenapa memanggilku kesini? Apa kamu sakit?" ucapnya penuh kekhawatiran. Jelas sekali, wanita cantik berjas dokter ini mempunyai perasaan pada Ander.
"Tidak, periksa dia. Dia ada di ruang pribadiku" jawab Ander cuek.
"Dia? Siapa?" Matanya bertanya-tanya dari Ander lalu ke Rey.
Tapi Rey menggelengkan kepalanya pelan karena dia juga tidak tau siapa yang Ander maksud.
"Cepatlah! Aku tidak ingin dia mati disini"
"Baiklah aku akan memeriksanya" wanita cantik berambut pirang itu melangkah menuju salah satu pintu yang dibaliknya terdapat sebuah kamar.
Matanya menyipit karena melihat seorang wanita berbaring tidak berdaya disana. Hatinya tercubit, walaupun dia sangat tau tabiat Ander seperti apa tapi tetap saja dia hanya wanita biasa yang memiliki perasaan selembut kapas bukan sekuat baja.
Meskipun wanita ini masih memakai baju yang utuh tapi pikirannya melayang kesana-kemari mengingat penampilan Ander tadi yang sedikit berantakan. Dia mulai memeriksa walaupun dengan berat hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Aliya Raisa
menarik ceritanya thor... 👍👍
2022-11-19
3